Halaman ini mengandung Konten Dewasa. Jika usia kamu dibawah 18 tahun, mohon untuk tidak mengakses halaman ini
Fitur ini untuk akun Premium
Upgrade ke premium untuk fitur lengkap Kwikku
Baca karya premium
Lebih banyak diskon
Fitur lebih banyak
Waktunya berkarya
Jangan tunggu nanti tapi sekarang. Hari ini menentukan siapa kamu 5 sampai 10 tahun kedepan
Hallo Author
Kunjungi halaman author untuk memublikasikan karyamu di Kwikku, mulai dari Novel, Webtoon, Flash Fiction, Cover Book, dan Skrip Film
Kami mencoba menghargai author dari tindakan "Pembajakan", dan kami juga mengharapkan Anda demikian
Paket Berlangganan
Dengan menjadi bagian dari pengguna berlangganan. Kamu bisa mengakses berbagai manfaat yang kami berikan. Selain itu kamu juga bisa membaca ribuan cerita berbayar (yang berpartisipasi) tanpa perlu biaya tambahan
Kamu akan diarahkan ke Aplikasi Kwikku...
Unduh kwikku untuk akses yang lebih mudah
Scan untuk mengakses karya atau profil secara langsung.
Aku terlahir tanpa bapak, tanpa abang dan kakak. Satu-satunya kerabat yang kupunya hanya Umak. Umaklah yang melahirkanku, juga membesarkanku. Sehari-hari, Umak saja yang kulihat. *** Aku yang patah, mengarungi lautan dengan luka berdarah-darah. Mengutuki terlahir sebagai perempuan, menahan tangis dan air mata, memaki keadaan dan menyumpah pada Tuhan. Betapa besar derajat lelaki di bumi ini. Mereka dipuja, kelahirannya dibanggakan, kesalahannya dimaafkan, kehadirannya diharapkan, sampai-sampai mereka lupa, siapa yang telah melahirkan mereka ke dunia. Sedang perempuan hanya menanggung kesalahan demi kesalahan, kelahirannya pun kadang tak diharapkan.
------------------------------------------------------------- Hamidah dan Safiah belajar memahami hidup, lewat kemalangan yang menimpa mereka di usia muda. Dalam perjalanan yang panjang, mereka berusaha memahami kesunyian di hati masing-masing; bahwa sebenarnya, mereka hanya jiwa-jiwa yang terluka.
Saya seperti diajak membaca Perempuan di Titik Nol karya Nawal El Saadawi. Merasakan bagaimana dunia memuliakan laki-laki sembari mengabaikan perasaan dan pengorbanan perempuan. Perspektif feminis yang ditonjolkan dalam novel ini menggarisbawahi perjuangan perempuan dalam menggapai pengakuan dan tempat yang setara di masyarakat yang sering kali memprioritaskan kaum laki-laki. Melalui Hamidah dan Safiah, tulisan Rumi ini menjadi refleksi bagi para pembaca akan kesunyian yang mengiringi jiwa-jiwa yang terpinggirkan. Penulis yang juga seorang pemenang kompetisi kwikku tahun lalu, dengan penuh kepekaan menggali sisi kemanusiaan tokoh-tokoh yang dibuatnya, sebagai simbol perlawanan diam-diam dan harapan akan keadilan bagi perempuan. Dari tulisan Rumi ini, saya sebagai pembaca seolah diajak untuk merenung: soal ketangguhan, harga diri, dan bagaimana mencari makna hidup bagi perempuan di tengah dunia yang cenderung timpang. Tabik Rumi! Bismillah.