Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
54. EXT. KOTA JAKARTA, SEKITAR TUGU MONAS – PAGI
Agus berjalan berdampingan dengan Bledus. Wajah Agus tampak berseri-seri.
BLEDUS
Nah, itu Tugu Manas, Gus. (menunjuk ke puncak Monas) liat puncaknya berkilauan, itu karena dilapiisi dengan emas.
AGUS
(menujuk ke sebuah menara)
Kalu itu Pak, menaranya masjid apa?
BLEDUS
O, itu menaranya Masjid Istiqlal.
AGUS
Wah, keren. Pantas kalau Bu Retno menjelaskan, bahwa Masjid Istiqlal adalah masjid terbesar se Asia Tenggara.
CUT TO
55. INT. SEBUAH LOSMEN, SALAH SATU KAMAR, SIANG
Sepintas bagian luar sebuah losmen yang cukup bagus, lalu tampak Bledus membuka salah satu kamar dan Agus berada di samping Bledus. Lalu Bledus masuk ke dalam kamar dan Agus mengikutinya.
Agus memandangi kamar losmen dengan wajah tampak kagum.
AGUS
Ini rumahnya siapa, Pak?
BLEDUS
Oh, ini tempat penginapan. Namanya losmen. Kamu capek?
AGUS
Iya, Pak. Saya juga ngantuk. Di kereta api tadi malam saya nggak bisa tidur.
BLEDUS
Kalau gitu tidurlah.
Agus naik ke tempat tidur, merebahkan diri, lalu segera pula terlelap.
CUT TO
56. EXT. SEKITAR TUGU MONAS, TEMPAT YANG SEPI – PAGI
Agus tampak bertanya pada Bledus
AGUS
Pak, kita pulang hari ini,ya? Ini kan udah hari Senin.
BLEDUS
Tidak. Kita bisa pulang balik ke Solo hari ini.
AGUS
(heran)
Lho, kenapa? Saya nggak mau, Pak kalau bolos sekolah terlalu lama.
BLEDUS
Saya sudah kehabisan uang. (lalu menyodorkan baju yang dari tadi dipegangnya) Ganti baju sekolahmu dengan baju yang rombeng ini.
Agus tidak mau menyambuti baju rombeng yang disodorkan oleh Bledus. Ia diam dan mulai menyadari kalau ia telah diculik oleh Pak Bledus. Ia merasa sedih dan dalam hati mengeluh.
AGUS (V.O.)
Oh, rupanya aku sudah diculik oleh Pak Bledus. Oh, aku menyesal, kenapa nggak mau menuruti pesan dari Marno, sebelum pergi jauh, seharusnya aku minta ijin dulu pada Ibu, Bapak, Kakek dan Nenek. Ah, ini karena salahku, aku nggak sabar, ingin cepat-cepat tahu Jakarta.
BLEDUS
(membentak)
Kamu kok malah diam. (menunjukkan baju rombeng) Ayo cepat ganti bajumu dengan baju rombeng ini!
AGUS
(heran)
Lho, kenapa saya harus ganti baju dengan baju yang rombeng?
BLEDUS
Kamu harus jadi pengemis, untuk cari uang. Seterlah uang hasil kamu mengemis terkumpul banyak, baru kita pulang.
AGUS
Nggak mau, saya nggak mau jadi pengemis.
BLEDUS
(galak)
Kamu jangan membantah, ya. (menyodorkan baju rombeng) Ayo ganti bajumu dengan baju rombeng ini. (semakin galak) Ayo ganti!
Agus tampak ketakutan, lalu menyambuti baju rombeng itu dan mengganti bajunya dengan baju rombeng.
BLEDUS
(melanjutkan)
Nah, gitu. (lalu bledus mencorang-coreng wajah Agus dengan arang) Nah, kamu sudah kelihatan seperti anak gembel. Sekarang ayo kita cari tempat yang ramai, kamu mulai jadi penemis dan akan saya awasi dari jarak yang aagak jauh. Ngerti kamu?
Agus mengangguk, wajahnya tampak sangat takut.
CUT TO
57. INT. RUMAH JOHAN, RUANG TAMU & RUANG TENGAH – PAGI
Herman sedang bercakap- dengan Jalil.
HERMAN
Ada apa Dik Jalil, kok tanpa memberi kabar dulu, tau-tau datang ke Jakarta. Apa ada masalah dengan Kakek dan Nebek yang baru saja pulang dari sini?
JALIL
Oh, nggak ada.Kakek dan Nenek baik-baik saja setelah pulang dari Jakarta. Tapi jusru Agus yang sekarang menyusul ke Jakarta.
HERMAN
(tak mengerti)
Maksudnya?
JALIL
Agus telah dibujuk seseorang, lalu dibawa ke Jakarta,” kata Pak Jalil menerangkan.
HERMAN
(gusar)
Wah, itu sama artinya Agus telah diculik.
Johan yang dari tadi menguping pembicaraan ayahnya dengan Oom Jalil, tampak sedikit kaget.
JOHAN (V.O.)
Agus diculik? (lalu Johan melangkah ke ruang tamu)
JALIL
Ya, Agus telah doculik denghan cara yang halus.
HERMAN
(gusar)
Kurang ajar betul. Kita harus segera mencari Agus dan memburu penculiknya, sampai ketemu.
Johan sudah berada di ruang tamu.
JOHAN
Yah, saya ikut ya mencari Agus dan menburu penculik Agus?
HERMAN
(sedikit kaget)
Oh Jo, dari tadi kamu ikut mendengarkan ya, pembicaraan Ayah dengan Oom Jalil.
JOHAN
Iya, Yah. (penuh pengharapan) Boleh ya, saya ikut mencari Agus dan memburu penculik Agus?
HERMAN
(tegas)
Jangan Jo, ini pekerjaan yang penuh bahaya, yang hanya bisa diatasi oleh orang-orang yang sudah dewasa. Sedang kamu baru kelas 5 SD. Kamu diam saja di rumah. Biar Ayah dan Oom Jalil yang bekerja dan nanti juga akan minta bantuan Bapak Polisi, juga stasiun radio-radio amatir.
Johan diam, tak berani membantah dan hatinya berdoa.
JOHAN (V.O.)
Ya Allah, mudahkan gerak langkah Ayah dan Oom Jalil dalam mencari Agus dan memburu penculiknya.
CUT TO
58. INT. RUMAH JOHAN, KAMAR JOHAN – PAGI
Jendela dibuka lebar dan tampak Johan duduk merenung di tempat tidur. Wajahnya tampak sangat sedih. Di samping Johan ada radio transistor yang sedang menyala dan terdengar siaran dari stasiun radio amatir yang memberitakan tentang penculikan Agus.
SIARAN BERITA RADIO AMATIR
Penculikkan Agus, anak kelas 5 SD yang dilarikan oleh penculiknya dari Solo ke Jakarta, telah memasuki hari ke 6, tanda-tanda untuk diketemukannya Agus belum tampak, walau polisi telah menyebarkan foto Agus dan sketsa wajah si penculik. (lalu dari siaran radio amatir itu terdengar intro musik untuk lagi dangdut.)
Johan sedikit bergerak ke samping, mematikan radio transistor itu, lalu ia kembali doiam merenung.
JOHAN (V.O.)
Ah Gus, tidak terasa, enam hari sudah kamu diculik, tapi tanda-tanda untuk diketemukannya kamu belum tampak walau radio-radio amatir terus menyiarkan berita tentang penculikkannmu, walau Bapak Polisi telah menyebarkan fotomu dan sketsa wajah penculikmu di mana-mana. Begitu juga Ayahku dan Bapakmu, setiap hariu beergerak untuk mencarimu. Aku sedih Gus, sangat sedih karena aku tidak bisa ikut mencarimu, untuk membebaskanmu dari cengkraman penculik. Tapi aku terus berdoa Gus, agar usaha Bapak Polisi, Ayahku dan bapakmu untuk mencari dan membebaskanmu dari cengkraman penculik bisa segera berhasil.
Kemudian tatapan Johan mengarah ke meja belajar yang di kamarnya itu dan ia ingat akan puisi yang dihadiahkan Agus pada ulang tahunnya beberapa waktu yang lalu, karena lembar puisi dari guntingan koran itu telah ditempelkan oleh Johan di atas meja belajarnya dengan silotip.
Johan beranjak menghampiri meja belajarnya. Lalu ia kembali membaca puisi karya Agus itu:
JOHAN
(lirih)
Johan, saudara sepupu dan sahabatku
Hari ini genap sepuluh tahun usiamu
Sama dengan usiaku tiga bulan yang lalu
Johan, kita sudah sama-sama semakin besar sekarang
Karena itu mari kita makin rajin belajar
Agar kelak kita raih masa depan yang gemilang
Selesai membaca puisi karya Agus, Johan menghela nafas panjang, wajahnya tampak sangat menyesal, karena belum bisa membalas kebaikan yang telah diberikan oleh Agus padanya.
Tiba-tiba HP yang ada di atas meja belajar berdendang dan nama Riri tampak di layar HP. Dan Johan mengangkat HP nya.
JOHAN
Halo, ada apa Ri?
CUT TO
59. INT. RUMAH RIRI, RUANG TAMU – PAGI
Dengan berdiri Riri bertelpon dengan Johan
RIRI
Jo maaf, hari Minggu ini aku dan Doni nggak bisa latihan silat.
JOHAN
Kenapa, Ri?
RIRI
Karena Fatah, teman sekelas kami berulang tahun.
JOHAN
Nggak apa-apa, Ri. Biar hari ini aku berangkat latihan silat sendiri.
CUT TO