Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
27. EXT. SEKOLAH JOHAN, LORONG KELAS – PAGI
Bel masuk belum berdentang, satu dua anak berseliweran di lorong kelas. Lalu tampak seorang cewek bernama Riri berjalan hendak masuk ke kelasnya dengan langkah digagah-gagahkan (sesungguhnya Riri memang tomboy) di hadapan teman sekelasnya, Doni (berbadan gemuk dan paling tinggi di antara teman-teman sekelasnya) dan Doni melihat sikap Riri itu dengan ekpresi tidak suka.
DONI
(kesal)
Ah, biar kamu gagah Ri, sekali aku tinju, kamu pasti KO.
Riri menghentikan langkah dan menatap Doni dengan berani.
RIRI
(kesal)
Hei, jangan sombong. Mentang-mentang kamu merasa paling besar di kelas–5 B, ya?
Saat Riri dan Doni adu mulut ini, Johan melintas di hadapan keduanya, hendak menuju ke kekasnya. Dan Johan menghentikan langkah, melihat Riri dan Doni adu mulut.
DONI
(marah)
Oh, kamu marah Ri? (tangannya yang mengepal diangkat ke atas) Awas pulang sekolah nanti.
JOHAN (V.O)
Wah, pulang sekolah nanti bakal ada pekelahian yang seru, nih. Doni yang berbadan besar melawan Riri yang tomboy. Ah, walau aku tidak satu kelas dengan Riri dan Doni, tapi kalau pulang sekolah nanti keduanya jadi berkelahi, aku harus dapat melerainya. .
Riri diam, tak menanggapi tantangan Doni. Ia teringat pada pesan Pak Dana, guru silatnya.
RIRI (V.O)
Pak Dana bilang, bahwa kepandaian silat bukan untuk berkelahi, tapi hanya untuk membela diri, bila ada orang yang berbuat jahil.
Lalu dengan tenang Riri kembali melangkah menuju ke arah kelasnya.
CUT TO
28. EXT. SEKOLAH JOHAN, SEKITAR PINTU GERBANG & JALANAN – SIANG
Terlihat anak-anak yang akan pulang sekolah melewati pintu gerbang, sedang di luar pintu gerbang tampak Johan, Seno, David dan Adi tengah bicara agak serius, lalu sebuah mikrolet melintas di jalanan dan Seno cepat melambaikan tangan. Mikroklet berhenti, Seno, David dan Adi naik ke dalam mikrolet dan mikrolet kembali melaju, kemudian Johan berjalan sendirian.
CUT TO
29. EXT. JALANAN & LAPANGAN PORMAS – SIANG
Tampak langkah Johan sudah dekat dengan Lapangan Pormas. POV Johan: di Lapangan Pormas tampak anak-anak laki-laki dan perempuan bergerumbul menyaksikan Doni dan Riri yang sedang berkelahi.
Langkah Johan sudah semakin dekat dengan Lapangan Pormas dan terdengar teriakan anak-anak laki-laki mensupport Doni, sedang anak-anak perempuan mensupport Riri. Seorang anak laki-laki (kita sebut saja bernama Rizal) berteriak lantang.
RIZAL
(bersemangat)
Ayo Don, serang terus, serang terus… Masak kamu kalah sama anak perempuan?
Lalu seorang anak perempuan (kita sebut saja bernama Nety) berteriak lantang.
NETY
(bersemangat)
Ri, kamu jangan menghindar terus, dong. Balas menyerang, Ri. Tunjukkan kepandaianmu bermain silat!
Riri menuruti nasehat Nety. Ia mulai menunjukkan kepandaian silatnya dengan menyerang Doni. Dan dengan satu kali serangan saja, Doni sudah terjatuh, karena serangan Riri tepat telak mengenai dada Doni.
Anak-anak perempuan bersorak-sorak kegirangan. Doni cepat bangkit berdiri dan dengan wajah marah ia akan balas menyerang Riri. Tepat pada saat itulah dengan gagah berani Johan berdiri di tengah-tengah antara Doni dan Riri.
JOHAN
(lantang)
Stop, stop! Kalian jangan berkelahi.
Merasa ada yang ikut mencampuri urusannya, Doni semakin marah. Ia menatap Johan dengan mata melotot.
DONI
(galak)
Hei Jo, kamu anak kelas–5A, jangan ikut campur, ya. Ini urusan anak kelas–5B!
Belum sempat Johan bersuara lagi, tiba-tiba terdengar deru Vespa berhenti di Lapangan Pormas itu. Serempak anak-anak menoleh ke arah Vespa dan kontan Doni dan Riri berhenti berkelahi. Nampak Pak Nukman, guru bahasa Inggris sekaligus wali kelas–5B datang menghampiri.
PAK NUKMAN
Ada apa kalian pada kumpul di sini?
Semua anak-anak diam, tak ada yang berani bersuara.
PAK NUKMAN
(melanjutkan dengan tegas)
Ayo jawab! Ada apa kalian pada kumpul di sini?
RIRI
Saya berkelahi dengan Doni, Pak. Tapi Doni dulu yang menyerang saya.
PAK NUKMAN
(ke Doni)
Benar begitu?
DONI
(sedikit takut)
Iya, Pak.
PAK NUKMAN
(menjewer telinga Doni)
Kamu kok berkelai dengan anak perempuan.
Doni meringis kesakitan.
PAK NUKMAN
(melanjutkan)
Ayo Doni, sekarang kamu minta maaf pada Riri.
Doni melangkah tiga tindak mendekati Riri, lalu mengulurkan tangan, tapi pandangan matanya yang galak terarah ke Johan, tapi Johan tampak tidak gentar.
DONI
Ri, maafkan aku.
RIRI
(menyambut uluran tangan Doni)
Ya, aku maafkan, Don.
PAK NUKMAN
(menatap Doni dan Riri nerganti-ganti)
Doni dan Riri sudah berdamai. Kalian berdua jangan berkelahi lagi, ya?
DONI & RIRI
(bersamaan)
Baik, Pak.
PAK NUKMAN
Ayo, sekarang kalian semua pada pulang. Ibu kalian tentu sudah menunggu di rumah.
Anak-anak itu berjalan bergerombol meninggalkan Lapangan Pormas dan Pak Nukman menghidupkan vespa, lalu verspanya melaju, meninggalkan Lapangan Pormas.
Ketika sudah berada di luar Lapangan Pormas, langkah anak-anak itu berpencar (untuk menuju ke rumahnya masing-masing.)
CUT TO
30. EXT. JALANAN – SIANG
Johan berjalan seorang diri dengan sikap waspada, takut kalau secara tiba-tiba Doni menyerang. Dan sesaat kemudian tiba-tiba ada yang mencolek pundaknya. Refleks Johan menoleh ke samping kanan dan yang mencolek ternyata Riri.
RIRI
(tertawa)
Kaget, Jo?
JOHAN
Iya. Aku kira Doni.
Lalu Johan dan Riri berjalan berdampingan. POV Johan dan Riri: di kejauhan Doni membuntuti langkah Johan dan Riri.
RIRI
Jangan takut, Jo. Kalau Doni memukul kamu, aku akan membelamu.
JOHAN
(menghela nafas lega)
Oh, terima kasih Ri, atas perlindunganmu. Eh Ri, permainan silatmu hebat.
Riri hanya tertawa pendek.
JOHAN
(melanjutkan)
Memang kamu latihan silatnya di mana, Ri?
RIRI
Di Gedung Grahana.
JOHAN
(mengangguk-angguk)
Oo… Kalau aku ikut latihan, boleh nggak Ri?
RIRI
Oh boleh Jo, pasti boleh. Karena kamu anak yang baik dan nggak suka berkelahi. Sebab kata guru silatku, kepandaian silat memang bukan untuk berkelahi, tapi hanya untuk membela diri, bila ada orang yang menjahili kita.
Mendengar penjelasan Riri, wajah Johan tampak sangat senang, karena sebentar lagi ia juga akan pandai bermain silat.
CUT TO
31. EXT. RUMAH RIRI, JALANAN DEPAN RUMAH & HALAMAN DEPAN – SIANG
Riri membuka pintu pagar, bersamaan dengan itu terdengar suara memanggil namanya. Riri menoleh ke belakang, tampak Doni datang menghampirinya.
RIRI
(bercanda)
Ada apa, Don. Mau nantang berkelahi lagi?
DONI
(mengangkat kedua tangannya tinggi-tinggi)
Nggak, nggak, aku menyerah kalah.
RIRI
(penasaan)
Jadi kamu mau apa?
DONI
Kalau aku ikut belajar silat denganmu, boleh nggak?
RIRI
Tentu saja boleh. Asal kamu berjanji, kepandaian silat yang kamu dapat nanti bukan untuk berkelahi, tapi hanya untuk membela diri bila ada orang yang berbuat jahil ke kamu.
DONI
Dari mana kamu dapat pesan yang baik itu, Ri?
RIRI
Dari Pak Yogi, guru silatku.
DONI
(serius)
Ya aku janji, akan mematuhi pesan dari Pak Yogi.
RIRI
Baik. Kalau gitu nanti jam 3 sore, kamu ke rumahku, lalu kita berangkat bersama-sama ke Gedung Grahana, dengan Johan juga.
DONI
(sedikit heran)
Johan ikut latihan silat juga?
RIRI
Iya. (menyelidik) Kamu nggak mau?
DONI
(cepat/menyela)
Mau, mau. Kepandaian silat kan bukan untuk berkelahi, tapi hanya untuk membela diri bila ada orang yang hendak menjahili kita.
RIRI
(tersenyum)
Wah, sekarang aku baru benar-benar percaya Don, kamu sudah sadar, bahwa
berkelahi itu tidak baik.
CUT TO
32. INT. GEDUNG GRAHANA – SORE
Anak-anak sedang berlatih silat dengan dipimpin oleh Guru Silat, Pak Yogi. Tampak Riri, Johan dan Doni ada di antara anak-anak yang sedang berlatih silat itu.
CUT TO