Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Lembab dan usang. Menyiratkan betapa tertutupnya hati seseorang yang berada disana. Duduk diatas kursi kebesarannya dengan anggur ditangannya. Dagu terangkat dengan angkuhnya menandakan betapa kejamnya dia.
Temaramnya lampu tak dapat dijadikan alasan untuk tidak melihat sebagian besar darah yang sudah menggenang karena kesadisan yang terjadi tadi malam. Betapa besar ambisinya untuk mengahabisi semua yang berkaitan dengan seorang Zeky Alzeth. Entah mengapa yang diharapkan hanya harta, harta, dan harta.
Menjadi alasan utama untuk menyingkirkan semua orang terdekat Zeky. Ia hanya ingin berjalan mulus diatas serat sutra tanpa ada halangan. Siapa lagi jika bukan Nyonya Bianca?
Bahkan ancaman dan petisi tak pernah ia hiarukan sama sekali. Yang ia inginkan nyawa hanyalah nyawa Zeky bukan yang lain. Mungkin ia juga tak mempunyai cara lain selain mengakhiri hidup seseorang yang dekat dengan Zeky.
Saat ini ia bahkan dengan angkuhnya menyaksikan adik kembar Zeky dicambuk dengan rotan yang masih basah. Darah dari punggungnya sudah menggenang dengan derasnya. Rintihan permohonan sudah keluar dari awal ia dicambuk.
Sudah ada empat orang lainnya yang dipaksa untuk menonton kejadian tragis ini. Diikat dikursi dengan masing-masing boduguard dibelakangnya. Dengan wajah pucat pasi mereka menyaksikan kejadian itu, dengan perasaan yang tak luput dari seorang yang memendam kebencian paling dalam.
"Sudah cukup ibu... Aku sudah tidak kuat," ujar Zakiya dengan terbat-bata.
Suara tawa yang menyeramkan menggema di gedung itu dengan angkuhnya. Kemudian, gelas anggur di tangan nyonya Bianca dilempar kesisi dinding yang berdekatan dengan Zakiya. Diiringi suara tawa yang tak kunjung mereda.
"Tak akan pernah ada yang bisa membuatku cukup di dunia ini, bahkan aku jadikan kau jalang pun penghasilanmu tak akan pernah cukup bagiku!" teriak nyonya Bianca.
"Apa yang kau pikirkan, nyonya! Dia adalah darah dagingmu sendiri. Tak sepantasnya kau melakukan itu kepadanya hanya demi harta," ucap Hengki.
Nyonya Bianca terlalu terobsesi oleh harta, entah apa yang membuatnya seperti itu. Mungkin dia adalah seorang yang kejam. Namun apakah kejamnya ibu terhadap anaknya demi harta adalah sesuatu yang baik?
"Jangan banyak bicara kamu! Cukup saksikan saja pertunjukan didepanmu ini. Akan berjalan lancar jika kau banyak diam, bodoh! Jangan mengira kau tahu segalanya tentang keluarga Zeth. Memang aku pantas memiliki apa yang aku inginkan." Tatapannya turun kearah Zakiya dengan kedua tangan berkacak pinggang. "Gara-gara kakak kembarmu itu membuat semuanya seperti ini. Jangan salahkan aku jika aku memancingnya keluar dari kursi kebesarannya yang seharusnya sudah menjadi milikku dari dulu."
Seringai sinis keluar begitu saja diwajah nyonya Bianca. Tak akan pernah terpikirkan oleh semua orang jika akibatnya akan seperti ini. Bahkan sudah dua tahun lamanya ternyata nyonya Bianca tak kenal menyerah untuk sekedar mengejar hartanya yang sudah ia impikan dari dulu. Ia bahkan berubah menjadi sangat ambisius dengan seiring berjalannya waktu.
Tiba-tiba pintu terbuka dengan kasar dan menimbulkan suara yang keras. Seseorang masuk dengan langkah lebar dan terkesan terburu-buru. Segera menghampiri tempat nyonya Bianca duduk.
"Surat itu sudah sampai. Mungkin ia membutuhkan waktu sekurang-kurangnya dua hari," lapor orang tersebut. Nyonya Bianca hanya mengangguk sembari menyeringai menatap orang-orang yang sudah tak berdaya dihadapannya.
Seolah yang menjadi pikirannya sekarang adalah uang itu akan datang sebentar lagi untuk menebus lima orang di depannya ini sebentar lagi. Hanya butuh waktu sebentar lagi hingga waktu itu tiba. Dan nyonya Bianca akan merayakannya dengan membunuh penguasa tunggal yang sekarang munngkin sedang dalam perjalanan menuju tempat eksekusinya.
Zeky Alzeth.