49. INT. RUANGAN HADINATA, GEDUNG DPP PSN — PAGI
Baskara berdiri di depan meja kerja Hadinata. Ayahnya itu duduk di balik meja kerjanya, membuka sesuatu pada tabletnya lalu meletakkan benda itu di atas meja dengan sedikit kasar untuk dilihat Baskara.
HADINATA
Apa ini?
Baskara melirik tablet di hadapannya. Air mukanya keruh.
INSERT: Layar tablet menunjukkan deretan headline berita selama 2 hari terakhir. Semuanya membahas soal Komite Pemuda Peduli dan semuanya bernada negatif. Baskara disebut mengeksploitasi anak di bawah umur, usaha radikalisasi pemuda, dan sebagainya.
HADINATA
Papa pikir komite ini kesempatan kamu untuk bangun citra lebih positif lagi di mata masyarakat, terutama di mata calon pemilih potensial kamu di masa depan.
BASKARA
Berita-berita ini nggak ada yang bener, Pa.
HADINATA
(menggebrak meja) Tapi anak itu memang masuk rumah sakit, Baskara!
BASKARA
(menelan ludah, diam sejenak) Aku minta maaf soal Luna tapi... ini sama sekali bukan eksploitasi. Mereka... Anak-anak itu lebih ngerti, Pa, daripada semua anggota dewan yang ngakunya wakil rakyat itu! Papa juga tahu mereka semua nggak suka sama aku karena aku bersih, makanya mereka selalu cari-cari kesalahan tiap kali aku bikin usulan! Mereka selalu...
HADINATA
Ya, mereka memang nggak semuanya bersih, tapi juga nggak semuanya nggak bisa diajak kerja sama, Baskara. Kamu harus belajar kompromi, dengerin orang lain. Ya, ide kamu bagus, tapi bukan kamu aja yang punya ide bagus.
Baskara terdiam, tampak kesal tapi tidak membantah. Hadinata menghela napas, lalu berdiri dari kursinya.
HADINATA (cont’d)
Papa mau semuanya beres. Kalau nggak, mungkin lebih baik kamu lanjut jadi arsitek aja di Amerika sana.
Baskara menelan ludah, kedua tangannya terkepal di sisi kakinya.
50. INT. KAMAR RAWAT/KORIDOR RUMAH SAKIT — SIANG
Enggar, Widya, dan Venna berbincang akrab dengan Luna. Eden tersenyum melihat interaksi mereka dari sudut ruangan, lalu menyelinap keluar. Dia mengeluarkan ponsel, hendak mengabari Ratri tentang kondisi Luna, tapi tidak jadi saat melihat Baskara datang dari ujung koridor. Eden memasukkan kembali ponselnya ke dalam saku, lalu berdiri di tengah koridor. Baskara berhenti beberapa langkah di depan Eden.
EDEN
Saya perlu bicara sebentar sama Bapak.
51. EXT. HALAMAN BELAKANG RUMAH SAKIT — SIANG
Eden dan Baskara berhenti di bawah salah satu pohon rindang di halaman. Keduanya lalu berdiri berhadapan, sementara beberapa orang tampak berlalu-lalang agak jauh dari mereka.
EDEN
Luna udah cerita semuanya sama saya. (jeda sejenak) Jujur, saya kecewa.
Baskara mengerjap, tampak sedikit heran.
EDEN (cont’d)
Saya nggak ngerti politik. Nggak tertarik juga. Tapi paling nggak saya tahu, Baskara Suryadikara itu salah satu anggota dewan paling bersih yang Indonesia punya sekarang. Makanya sekalipun biasanya saya golput, saya niatnya milih Bapak kalau Bapak beneran maju pilwali tahun depan. Dan saya rasa nggak cuma saya aja yang mikir begini.
Baskara mengerjap lagi, kali ini tampak terkejut.
EDEN (cont’d)
Ide-ide Bapak tuh luar biasa. Kreatif. Inovatif. Dan nggak perlu jadi jenius buat melihat secinta apa Bapak sama Indonesia. Bapak bisa bikin negara ini lebih baik tanpa perlu memperalat Luna.
BASKARA
(mendengkus) Kamu nggak tahu seperti apa di sana. Orang-orang itu nggak akan bisa berubah.
EDEN
Mungkin. Tapi apa artinya juga kalau berubahnya karena dipaksa? Kalau untuk itu Luna yang harus kesakitan sendiri kayak gini lagi? Saya nggak rela, Pak. Apa pun rencana Bapak ke depannya, saya nggak akan biarkan Bapak mengorbankan Luna lagi buat cita-cita Bapak.
Cukup lama Baskara terdiam sambil menatap Eden, lalu tertawa kecil. Eden mengerjap, bingung.
BASKARA
Saya heran kenapa dia nggak ngeh juga hanya karena dia nggak bisa baca pikiran kamu.
EDEN
(mengerjap) Sori, kenapa, Pak?
BASKARA
Nggak. (jeda sejenak, lalu mengulurkan tangan untuk bersalaman) Makasih.
Eden tampak bingung, tapi menyambut juga uluran tangan Baskara. Baskara menggenggam tangan Eden cukup lama sebelum melepasnya, lalu berbalik dan berjalan pergi. Baru beberapa langkah, Baskara berhenti dan berbalik lagi menatap Eden.
BASKARA
Nama lengkap kamu Eden Ardiputra, betul?
EDEN
(mengerjap heran) Betul. Tapi Bapak tahu dari...
BASKARA
(tertawa kecil) Pantesan sama saya nggak ada efeknya.
Eden tampak makin bingung, tapi Baskara hanya tersenyum tipis padanya.
BASKARA (cont’d)
Dijaga baik-baik, ya, bulannya, Bumi.
Baskara berbalik dan berjalan pergi. Eden masih termenung di tempatnya memandang sosok Baskara yang makin menjauh, lalu tersenyum sendiri.
52. INT. KAMAR RAWAT RUMAH SAKIT — SIANG
Luna masih bersama Enggar, Widya, dan Venna. Pintu kamar diketuk. Widya yang membukakannya, dan Baskara mengangguk sopan pada Widya. Widya mempersilakan Baskara masuk.
BASKARA
Maaf, boleh saya bicara berdua saja dengan Luna?
Widya menoleh pada Enggar, lalu Enggar menoleh pada Luna untuk minta persetujuan. Luna mengangguk, jadi Enggar, Widya, dan Venna meninggalkan ruangan. Setelah ditinggal berdua saja, Baskara menghampiri ranjang Luna dan berhenti di dekat kaki ranjang.
BASKARA (cont’d)
Saya minta maaf. Ini semua salah saya.
Luna menggeleng.
BASKARA (cont’d)
Mulai sekarang, kamu dibebastugaskan dari komite.
Luna tampak sedikit terkejut.
LUNA
Komitenya... dibubarkan?
BASKARA
Bisa jadi. Saya belum tahu.
LUNA
Maaf, ya, Pak. Saya... bikin kacau semuanya.
BASKARA
(tertawa kecil, menggeleng) Nggak, Luna. Komite ini sepenuhnya tanggung jawab saya. Bubar atau nggak, itu sama sekali bukan salah kamu. Lagian, apa kata berita itu mungkin ada benarnya juga.
Luna menatap Baskara tidak mengerti.
BASKARA (cont’d)
Saya masukin kamu karena saya tahu soal kemampuan kamu. Apalagi setelah tahu apa yang kamu bisa lakukan. Kalau dipikir-pikir, saya memang punya niatan mengeksploitasi kamu.
LUNA
(diam sejenak) Tapi Bapak orang pertama yang bikin saya merasa saya nggak gila sendirian karena bisa begini.
Baskara tertegun sejenak, lalu tersenyum. Luna tersenyum juga.
BASKARA
Dokternya bilang apa? Kapan kamu boleh pulang?
LUNA
Oh, katanya kecapekan aja, sih. Besok kalau udah baik semua, saya udah boleh pulang.
BASKARA
(mengangguk) Biayanya nanti semua saya yang tanggung. Nanti saya bilang papa kamu.
LUNA
Eh? Ng-nggak usah, Pak...
BASKARA
Udahlah, ini hal terkecil yang bisa saya lakukan setelah kesalahan saya sama kamu. (melihat jam tangannya) Ah, saya rasa saya harus pergi sekarang.
Luna mengangguk, dan Baskara berjalan ke arah pintu. Sebelum membukanya, Baskara berhenti dan berbalik.
BASKARA (cont’d)
Omong-omong, tadi saya sempat bicara sebentar dengan Eden.
Luna tampak sedikit terkejut.
BASKARA (cont’d)
Saya rasa kamu perlu ngomong lagi sama dia. Bisa dengar apa yang dia pikir atau nggak, komunikasi itu penting, Luna. Ngomong, nggak cuma dengar aja.
Baskara tersenyum sekali lagi pada Luna, lalu keluar dari ruangan.