Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
SYZYGY
Suka
Favorit
Bagikan
6. SYZYGY #6

22. EXT. JALANAN MENUJU PET SHOP — SIANG

Jalanan berpaving kurang lebih selebar dua mobil dengan toko-toko kecil di kanan kirinya. Yang dijual bermacam-macam, mulai dari camilan, pakaian, hingga kerajinan tangan. Luna menatap sekeliling dengan takjub, Eden berjalan di sebelahnya. Keduanya sudah tidak lagi bergandengan tangan.

 

EDEN
Baru pertama kali ke sini? 
LUNA
(mengangguk) Baru tahu ada tempat kayak gini. 
EDEN
(tertawa) Luna mainnya kurang jauh.

 

Luna menyikut pelan lengan Eden, lalu berhenti di depan sebuah toko yang menjual berbagai gantungan kunci dari kristal warna-warni. Luna hanya diam, menatap lekat sebuah gantungan kunci berbentuk miniatur Bumi yang dipajang di depan toko.

 

Eden berhenti juga beberapa langkah di depan Luna. Dia menatap Luna dan gantungan kunci itu bergantian, lalu berjalan menghampiri pajangan gantungan kunci itu. Luna diam di tempatnya berdiri, menatap Eden dengan bingung. PEMILIK TOKO, seorang wanita paruh baya berpembawaan sabar, keluar saat Eden mengambil gantungan kunci yang dilihat Luna dari pajangan.

 

EDEN
(mengacungkan gantungan kunci) Permisi, Bu, ini berapa, ya? 
PEMILIK TOKO
(tersenyum) Sepuluh ribu aja.

 

Eden mengeluarkan dompet, membayar gantungan kunci itu dan berterima kasih pada Pemilik Toko. Saat Eden hendak berbalik, Pemilik Toko mengambil gantungan kunci lain dari pajangannya dan memberikannya pada Eden. Gantungan kunci berbentuk bulan sabit.

 

EDEN
(heran) Buat saya?
PEMILIK TOKO
(tersenyum, mengangguk) Hadiah. Dijaga baik-baik, ya, bulannya.

 

Pemilik Toko tersenyum juga pada Luna yang masih diam di tempatnya berdiri agak jauh di belakang Eden, lalu masuk kembali ke dalam tokonya. Eden masih tertegun menatap gantungan kunci bulan sabit yang baru didapatnya, lalu Luna menghampirinya.

 

LUNA
Eden ngapain?

 

Eden berbalik, tersenyum dan menyodorkan gantungan kunci Bumi pada Luna. Luna menerimanya dengan tampang terkejut.

 

LUNA (cont’d)
Kok... 
EDEN
(tersenyum) Hadiah. Nggak boleh ditolak.

               

Luna hendak menyahut, tapi Eden berjalan mendahuluinya. Luna tertegun selama beberapa saat memandangi punggung Eden, lalu ganti menatap gantungan kunci di tangannya. Luna tersenyum sendiri.

 

EDEN (o.s.)
Ayo, Luna. Kalau bengong, aku tinggal, lho! 
LUNA
(mendongak, tertawa kecil) Iya, bentar!

 

Luna hendak memasukkan gantungan kuncinya ke dalam tas saat dua anak laki-laki, kurang lebih kelas 5 SD, berlari dari arah depan dan salah satunya menyenggol lengan Luna. Gantungan kunci Luna terjatuh ke jalan, sementara Luna terhuyung ke samping lalu tidak sengaja menabrak Baskara yang kebetulan lewat. Baskara memegangi lengan Luna agar Luna tidak sampai jatuh juga, lalu meneriaki kedua bocah yang menabrak Luna.

 

BASKARA
Hei!

 

Kedua bocah itu hanya menoleh, lalu terus berlari.

 

BASKARA (v.o.)
Ck. Dasar nggak tahu aturan.

 

Luna terkejut karena pikiran Baskara terdengar amat jelas olehnya. Luna pun mundur selangkah, dan Baskara melepaskan tangannya dari lengan Luna. Wajah Baskara juga tampak terkejut, tapi ekspresinya tidak banyak berubah.

 

LUNA
M-maaf.

 

Luna lalu hendak mengambil gantungan kuncinya yang terjatuh, tapi Baskara lebih dulu mengambilnya dan memberikannya pada Luna.

 

LUNA (cont'd)
(menerima gantungan kuncinya) Makasih.

 

Baskara hanya mengangguk, lalu menatap Luna lekat-lekat seolah Luna baru saja melakukan kesalahan. Luna kebingungan.

 

EDEN (o.s.)
Luna?

 

Baskara menoleh ke belakang, melihat Eden berdiri kurang lebih tiga meter darinya dan Luna. Eden menatapnya dan Luna bergantian dengan tampang bingung.

 

LUNA
Umm, permisi. Makasih.

 

Luna membungkuk sopan pada Baskara, lalu berlari kecil menyusul Eden. Baskara memperhatikan bagaimana Eden bertanya sesuatu, lalu dijawab Luna dengan gelengan kepala. Eden kembali menatap Baskara dan mengangguk sopan, lalu dia dan Luna berjalan menjauh. Baskara masih mematung di tempatnya berdiri, memperhatikan Luna dan Eden lekat-lekat.



23. INT. RUANG TENGAH APARTEMEN BASKARA — MALAM

Ruang tengah apartemen Baskara tidak besar, tapi terkesan lapang. Interior minimalis, didominasi perabot bersudut tajam dan warna putih. Baskara duduk di meja makan, menghadapi laptop yang menayangkan beberapa potongan berita daring tentang dirinya. Di sekitarnya, berkas-berkas tergeletak menutupi permukaan meja. Ekspresi Baskara tampak serius menyimak berita.

 

PEMBAWA BERITA #1 (o.s.)
Masyarakat antusias menyambut ide Komite Pemuda yang digagas Baskara Suryadikara, politisi partai PSN... 
PEMBAWA BERITA #2 (o.s.)
Beberapa pihak menuding Baskara Suryadikara curi start kampanye pilwali dengan gagasan kelompok pemudanya... 
POLITISI (o.s.)
Itu pencitraan aja kalau menurut saya. Ya kita memang perlu jiwa-jiwa muda sebagai penerus kita, tapi bikin komite seperti itu apa nggak buang-buang anggaran?

 

Baskara menutup laptopnya, lalu memijit pangkal hidungnya. Dia menghela napas, kemudian mengambil tabletnya dari atas tumpukan berkas dan mulai memeriksa esai para pendaftar komite.

 

INSERT: Layar tablet Baskara menampilkan file esai tiap pendaftar beserta lampiran yang berisi profil pendaftar, lengkap dengan foto. Jemari Baskara menggeser beberapa esai dengan cepat dan tanpa minat, lalu berhenti pada halaman profil kiriman Luna. Close-up pas foto Luna.


Baskara mengangkat kedua alisnya, tampak seperti memikirkan sesuatu.



24. INT. KAMAR LUNA/RUANG MAKAN RUMAH LUNA — MALAM

Luna sedang menyelesaikan sketsa Eden yang sedang bermain bersama kucing dan anjing di halaman. Earphone terpasang pada kedua telinga Luna. Kotak pensilnya tergeletak di sisi buku sketsa, gantungan kunci dari Eden terpasang pada ritsletingnya. Luna menatap gantungan kunci itu, lalu tersenyum sendiri sambil melanjutkan menggambar.

 

Terdengar suara jeritan senang dari luar kamar Luna. Beberapa saat kemudian, pintu kamar Luna digedor.

 

VENNA (o.s.)
Lun! Luna, keluar deh, cepetan!

 

Luna melepas earphone-nya, menutup buku sketsanya lalu dengan enggan membukakan pintu kamar. Venna tiba-tiba memeluknya.

 

VENNA
Kita lolos, Lun! Kita lolos 50 besar!

 

Venna melepas pelukannya. Luna menatapnya dengan tampang bingung.

 

VENNA (cont’d)
Komitenya Pak Baskara, Luna! Kamu udah cek pengumumannya?

 

Luna menggeleng dan Venna menariknya keluar kamar, menyeretnya ke ruang makan. Di ruang makan sudah ada Enggar dan Widya. Sebuah laptop terbuka di atas meja makan.

 

INSERT: Layar laptop menunjukkan pengumuman 50 besar peserta terpilih untuk Komite Pemuda Peduli. Nama Luna tertulis di nomor 35.

 

LUNA
Kok... 
WIDYA
Ya soalnya esai kamu bagus, Luna, apa lagi. Selamat, ya, Nak. 
ENGGAR
(tersenyum bangga) Anak Papa dua-duanya masuk 50 besar, perlu dirayain, nih. 
VENNA
Setuju! Kita makan di luar!

 

Widya tertawa, lalu menoleh ke arah Luna. Enggar dan Venna juga menatap Luna. Ketiganya tampak seperti menunggu komentar Luna. Luna berpikir sejenak, lalu teringat ucapan Eden.

 

EDEN (o.s.)
Itu bukan kasihan, Luna. Itu sayang.

 

Luna menatap Enggar, Venna, dan Widya bergantian, lalu tersenyum canggung.

 

LUNA
Umm, boleh.

 

Enggar, Venna, dan Widya seketika memekik gembira. Mereka berdiskusi akan makan di mana, dan Venna mengusulkan banyak tempat dengan antusias. Luna tertawa bersama mereka, kadang menimpali saat ditanya.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar