Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
SYZYGY
Suka
Favorit
Bagikan
8. SYZYGY #8

28. INT. AUDITORIUM MUSEUM KEBANGSAAN — SORE

Jam dinding menunjukkan pukul 14.55. Luna duduk di barisan tengah, menempati kursi yang sama seperti sebelum presentasi. Beberapa siswa di sekitarnya sibuk mengobrol sendiri, tidak menghiraukan Luna. Luna sendiri melamun, mengingat-ingat saat Baskara menyapanya sebelum turun panggung tadi.

 

BASKARA (o.s.)
Hei. Ketemu lagi.

 

Luna menelengkan kepala.

 

LUNA
(menggumam) Kok bisa? Kayak dia tahu aku bisa denger...

 

Ponsel Luna bergetar di dalam saku roknya, membuat Luna terkejut. Luna mengeluarkannya dari dalam tas, melihat ada pesan masuk dari Eden.

 

EDEN (text)
Luna, kamu di mana? Udah pulang?

 

Luna mengerjap, heran dengan isi pesan Eden. Luna hendak mengetik balasannya saat Venna duduk di sebelahnya.

 

VENNA
Toiletnya rame banget. Pada tegang semua kayaknya.

 

Luna memasukkan kembali ponselnya ke dalam tas, tidak jadi membalas pesan Eden.

 

VENNA (cont’d)
Tapi aku nggak nyangka, lho, pengumumannya bakal langsung hari ini. Kirain masih seminggu lagi, gitu. Belum hilang tegangnya habis presentasi langsung di depannya Pak Baskara, udah diumumin aja hasilnya. 
LUNA
Umm, di ketentuannya udah ditulis, sih...       
VENNA
Eh, masa? Aku kok nggak baca, sih?

 

Venna berniat mengecek tabletnya, tapi Baskara serta beberapa orang panitia lebih dulu memasuki auditorium. Para siswa pun bertepuk tangan mengiringi Baskara yang naik ke atas panggung. Tepuk tangan mereda saat Baskara berdiri di belakang mimbar. Baris terdepan diisi awak media dan beberapa fotografer mengabadikan sosok Baskara di atas panggung serta suasana auditorium.

 

BASKARA
Terima kasih masih bersama saya di sini. Terima kasih juga buat teman-teman media yang sudah hadir. Setelah menyaksikan sendiri presentasi Anda sekalian, memilih hanya 10 orang saja benar-benar keputusan sulit bagi saya. Tapi bagaimanapun juga, saya harus tetap memilih.

 

Baskara mengacungkan selembar amplop di udara.

 

BASKARA (cont’d)
Awal sejarah itu ada di sini, tapi sebelum saya umumkan, saya ingin klarifikasi satu hal. (menatap awak media di barisan depan) Komite Pemuda Peduli ini adalah proyek pribadi saya, bentuk kepedulian saya terhadap negara sebagai seorang pemuda. Semua pembiayaan berasal dari dana pribadi saya, bukan dari anggaran negara. Sama seperti saat ayah saya membangun museum ini dulu. (jeda sejenak) Sekarang waktunya amplop ini kita buka.

 

Seisi auditorium diam, tapi isi pikiran mereka semakin gaduh di telinga Luna.

 

Baskara mulai memanggil nama yang pertama, lengkap dengan asal sekolahnya. Siswa yang dipanggil berdiri dan maju ke panggung, diiringi tepuk tangan dari seisi auditorium. Satu per satu siswa berikutnya dipanggil, dan ISI PIKIRAN ORANG-ORANG semakin gaduh. Luna memejamkan mata sambil menutup kedua telinga dengan tangan, mulai merasa pusing.

 

BASKARA (cont’d)
Dan yang terakhir, dari SMA Bintang Persada, Ibu Kota Negara. Luna Alkamaira.

 

Luna mendongak, wajahnya tampak tidak percaya. Venna merangkulnya dari samping, memekik gembira. Tepuk tangan memenuhi auditorium. Di tengah kegaduhan, Luna beradu tatap dengan Baskara dan Baskara mengangguk.

 

BASKARA (v.o.)
Iya. Kamu. Saya tahu kamu bisa dengar saya.



29. INT. TOILET PEREMPUAN MUSEUM KEBANGSAAN — SORE

Suasana sepi, Luna hanya sendirian. Luna mencuci wajahnya dengan air dari keran wastafel, lalu mengeringkannya dengan saputangan. Dengan saputangan masih menutupi hidung hingga dagunya, Luna menatap pantulan wajahnya di cermin. Suara Baskara terlintas lagi dalam ingatannya.

 

BASKARA (o.s.)
Saya tahu kamu bisa dengar saya.

 

Luna menggeleng kuat-kuat, lalu sekali lagi mengusap wajahnya dengan saputangan. Terdengar suara pintu dibuka.

 

ABIGAIL (o.s.)
Wah, wah, ada siapa, nih?

 

Luna menurunkan saputangan dari wajahnya, menoleh. Abigail berdiri di depan bilik toilet yang paling dekat dengan pintu masuk sambil bersedekap. Tatapannya pada Luna diwarnai kebencian.

 

ABIGAIL
Seneng, ya, yang barusan kepilih jadi anggota komite? (menghampiri Luna) Pak Baskara kamu apain, sih, sampai ngelolosin anak kayak kamu?

 

Luna cepat-cepat memasukkan saputangannya ke dalam tas selempangnya, mengabaikan ucapan Abigail. Luna berniat menyampirkan tas selempangnya di bahu dan beranjak pergi, tapi Abigail lebih dulu mendorongnya. Luna jatuh terduduk di lantai, punggung dan lengan kanannya menghantam dinding.

 

ABIGAIL (cont’d)
Harusnya aku yang kepilih, bukan kamu!

 

Abigail menuang isi tas Luna ke lantai hingga berserakan, menginjak-injaknya. Dia lalu mengambil kotak pensil Luna. Luna seketika panik, berusaha berdiri. Abigail yang menyadarinya malah menarik gantungan kunci yang terpasang pada kotak pensil Luna hingga putus, lalu masuk ke salah satu bilik toilet.

 

LUNA
Jangan...!

 

Luna berusaha mencegah, tapi Abigail lebih dulu membuang gantungan kunci Luna ke kloset dan mengguyurnya. Luna tertegun di ambang pintu sementara Abigail tertawa puas.

 

ABIGAIL
Aah, rasanya udah mendingan sekarang!

 

Luna menoleh perlahan ke arah Abigail. Kedua mata Luna memerah menahan tangis. Abigail masih tertawa.

 

ABIGAIL (cont’d)
Apa? Nggak terima? Yang nggak terima tuh harusnya...

 

Abigail tiba-tiba berhenti bicara, juga berhenti tertawa. Dia tampak seperti ingin mengatakan sesuatu tapi tidak bisa, lalu kedua tangannya perlahan terangkat dan mencekik lehernya sendiri. Makin lama makin erat. Abigail terbatuk-batuk, menatap Luna ketakutan. Luna masih menatapnya tanpa berkedip.



30. INT. LOBBY MUSEUM KEBANGSAAN — SORE

Venna berdiri di mulut lorong yang menuju ke toilet. Dia memandangi file piagam penghargaan 50 besar pada ponselnya, lalu menghela napas. Dia tidak sadar saat Baskara berjalan ke arahnya.

 

BASKARA
Permisi. Venna, betul?

 

Venna tersentak, lalu buru-buru memasukkan ponselnya ke saku rok.

 

VENNA
I-iya, saya... Bapak ingat saya? 
BASKARA
(tersenyum) Saya lihat kamu bareng terus sama Luna dari tadi. Padahal kalian beda sekolah kan, ya? 
VENNA
Oh, iya, Pak, tapi kita saudara. Satu rumah juga. 
BASKARA
Oh, gitu? Jadi ini lagi nungguin Luna? 
VENNA
Iya, Luna ke toilet...

 

Terdengar jeritan dari arah toilet perempuan. Venna dan Baskara sama-sama terkejut. Keduanya saling bertatapan, lalu Venna berlari mendahului Baskara menuju toilet.



31. INT. TOILET PEREMPUAN MUSEUM KEBANGSAAN — SORE

Venna masuk ke dalam toilet, terkejut melihat tas dan barang-barang Luna berserakan di lantai. Abigail berdiri dengan punggung merapat pada dinding, kedua tangannya masih mencekik lehernya. Luna masih berdiri di seberang Abigail dan memandanginya tanpa berkedip, sementara seorang pengunjung wanita yang tadi berteriak tampak berusaha melepaskan tangan Abigail dari lehernya sendiri.

 

PENGUNJUNG WANITA
(menoleh pada Venna) Mbak! Mbak, tolong, mbak! Ini... Ini...

 

Venna berlari menghampiri wanita itu, berusaha menolong, lalu menoleh pada Luna. Melihat Luna hanya berdiri memandangi Abigail dengan mata memerah, Venna ganti menghampirinya.

 

VENNA
(mengguncang pelan bahu Luna) Lun? Luna, kamu kenapa? Luna?

 

Baskara ikut masuk juga, tapi berhenti di ambang pintu. Dia sempat kebingungan menyaksikan apa yang terjadi, hingga kemudian dia menoleh ke arah Luna. Venna masih mengguncang bahu Luna dengan panik. Luna masih tidak bereaksi.

 

BASKARA
Luna.

 

Luna menoleh perlahan ke arah Baskara. Saat keduanya beradu tatap, Luna tiba-tiba saja lemas dan limbung, lalu pingsan. Venna menjerit.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar