Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
46. INT. LIMBO — SIANG/MALAM
Semuanya putih. Tidak ada pembatas ruang, dinding, ataupun langit-langit. Luna berjongkok sendirian di tengah-tengahnya, memeluk lutut dan membenamkan wajah pada lengannya. Luna mengenakan baju terusan selutut berwarna putih juga. Dia menangis, hingga INDAH, ibu Luna, menghampirinya dan berhenti di depannya. Pakaian Indah sama seperti Luna.
Indah berjongkok di depan Luna, membelai sayang kepala Luna.
Luna mendongak perlahan, terisak makin keras saat melihat ibunya.
Indah balas memeluk Luna, menepuk-nepuk punggungnya dan membelai kepalanya. Setelah beberapa saat, Indah mengurai pelukannya, lalu menangkupkan kedua tangannya pada pipi Luna.
Indah tersenyum, membelai kepala Luna sekali lagi, lalu berdiri. Indah melangkah mundur, tapi Luna memegangi kedua tangannya erat-erat sambil menggeleng.
Indah sudah menghilang dari hadapan Luna. Luna perlahan menoleh ke belakang.
47. INT. KAMAR RAWAT RUMAH SAKIT — SUBUH
Luna terbaring di atas ranjang rumah sakit. Dia mengenakan gaun pasien rumah sakit, infus terpasang pada tangan kirinya. Kedua matanya terpejam, lalu membuka perlahan. Luna mengerjapkan matanya beberapa kali dengan lambat, lalu menoleh ke kanan. Eden duduk di kursi di sisi ranjang dengan tangan memegangi tangan kanan Luna dan wajah terbenam di tepi ranjang.
Luna mencoba menggerakkan tangan kanannya, tapi sulit karena dipegangi Eden. Luna pun menggerakkan tangan kirinya, menyentuh puncak kepala Eden. Eden tersentak bangun, lalu nyaris terjatuh dari kursi saking kagetnya.
Luna tampak seperti ingin menangis, lalu berusaha bangun. Eden buru-buru berdiri, maju untuk membantu Luna duduk di atas ranjang.
Luna menarik lengan kiri Eden, menyandarkan dahinya ke bahu Eden dan mulai menangis. Eden tertegun sesaat, lalu merangkul Luna, mengusap lembut dan sesekali menepuk punggung Luna untuk menenangkan.
Selama beberapa saat, Eden membiarkan Luna menangis dalam pelukannya.
48. INT. KAMAR RAWAT RUMAH SAKIT — PAGI
Matahari hampir terbit. Sinarnya menembus celah tirai jendela di sisi ranjang tempat Luna duduk. Eden duduk di bagian kaki ranjang, menghadap ke arah Luna. Luna sudah berhenti menangis.
Luna mengangguk pelan, membuat Eden mendengkus dan mengepalkan tangannya jengkel. Luna menatap Eden, tampak meragu sejenak.
Eden menoleh, menatap Luna dengan pandangan bertanya.
Eden terdiam sesaat, lalu tertawa kecil. Luna bingung.
Eden mengangguk.
Luna menatap Eden tak percaya.
Luna melongo sejenak, mencerna ucapan Eden.
Luna terdiam lagi, mencerna penjelasan Eden.
Eden mengangguk.
Eden mengangguk lagi.
Luna tertegun, lalu tertawa kecil. Eden tertawa juga.
Luna terdiam lagi, tampak merenungi ucapan Eden. Sesaat kemudian, pintu kamar terbuka perlahan. Luna dan Eden menoleh ke arah pintu, melihat Enggar masuk dengan wajah kusut. Namun saat melihat Luna sudah sadar, kedua mata Enggar yang sayu seketika berbinar.
Enggar berlari menghampiri Luna dan memeluknya erat. Luna sedikit kewalahan, tapi dengan canggung balas memeluk Enggar. Setelah mengurai pelukannya, Enggar tampak mengusap kedua matanya dengan punggung tangan.
Luna tertegun, sementara Eden berdiri di sisi Enggar, menepuk punggungnya untuk menenangkan. Luna kemudian teringat ucapan ibunya di dalam mimpi singkatnya sebelum sadar.
Enggar lalu mengusap hidungnya dan mengeluarkan ponsel, hendak menghubungi Widya untuk memberitahu Luna sudah sadar.
Enggar mendongak dari ponselnya, menatap Luna.
Eden tersenyum bangga pada Luna, sementara Enggar makin terharu. Enggar memeluk Luna sekali lagi, dan ketiganya tertawa bersama.