Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
32. INT. KAMAR RAWAT RUMAH SAKIT — SIANG
Kita melihat dari sudut pandang Luna. Awalnya semuanya gelap, lalu perlahan kelopak mata Luna membuka. Terlihat cahaya putih lampu yang tergantung di langit-langit serta wajah Widya yang tengah membungkuk. Wajah Widya terlihat samar-samar.
Luna mengerjap lambat. Tampak Luna terbaring di atas ranjang rumah sakit, Widya berdiri di sisi ranjang. Luna mengenakan gaun pasien, tangan kirinya diinfus.
Widya tersenyum lega, lalu buru-buru memencet bel panggilan untuk perawat. Widya juga berlari ke pintu kamar dan membukanya semetara Luna masih tampak linglung, mengantuk di atas ranjang.
33. INT. KAMAR RAWAT RUMAH SAKIT — SIANG
Luna duduk di atas ranjang rumah sakit. Enggar dan Widya berdiri di sisi ranjang. Enggar masih mengenakan kemeja kerja. Luna membuka mulutnya sementara DOKTER sedang memeriksanya. Dokter itu lalu memberi isyarat pemeriksaannya sudah selesai dan Luna menutup mulutnya kembali.
Dokter meninggalkan ruangan. Luna menatap Enggar dan Widya dengan ekspresi bingung bercampur takut.
Luna tampak berusaha mengingat-ingat.
Enggar maju mendekat ke sisi ranjang, menatap Luna dengan wajah sedih.
Luna terdiam, merasa bersalah.
Kedua mata Luna mulai basah, tapi Luna berusaha tidak menitikkan air mata.
Luna menggeleng.
Enggar dan Widya saling bertatapan, lalu keduanya tertawa. Enggar mengacak rambut Luna, Luna ikut tertawa juga. Di tengah tawa ketiganya, ponsel Enggar bergetar di dalam saku. Enggar mengeceknya, lalu menatap Luna.
Luna mengangguk, Enggar membelai kepalanya sekali lagi. Enggar lalu berpamitan juga pada Widya, tapi sebelum beranjak, dia teringat sesuatu.
Enggar lalu berpamitan sekali lagi dan keluar dari ruangan. Widya menyerahkan ponsel Luna yang tadinya diletakkan di atas meja di sisi ranjang pada Luna, lalu membereskan barang lain di atas meja. Luna memandangi ponselnya dengan canggung, lalu membuka riwayat percakapan dengan Eden.
INSERT: Layar ponsel Luna menunjukkan pesan Eden tiga hari yang lalu, “Luna kamu di mana? Udah pulang?”.
Luna menatapnya dalam diam selama beberapa saat, lalu berniat mengetik balasannya. Namun sebelum Luna sempat mengetik, pintu kamar terbuka. Luna mendongak, melihat Venna masuk bersama Eden. Keduanya tampak sedang mengobrol sebelum menoleh ke arah Luna.
Venna berlari dan memeluk Luna. Luna dengan canggung membalas pelukan Venna, tapi tatapannya tertuju pada Eden yang berdiri agak jauh dari ranjang. Eden menyapa Widya dengan anggukan sopan, lalu tersenyum saat balas menatap Luna.
Luna tampak terkejut mendengar Venna menyebut soal “Satu Atap”, lalu melirik Eden. Eden tampaknya menyadarinya, tapi dia hanya tersenyum pada Venna dan mengangguk.
Venna menyenggolkan bahunya pada bahu Eden dengan akrab saat mengatakannya. Luna merasa sedikit terganggu melihatnya, tapi berusaha tidak menunjukkannya.
Luna menggeleng. Widya lalu menatap Venna.
Venna tampaknya ingin protes, tapi Widya lebih dulu menggandengnya. Widya tersenyum sekali lagi pada Eden dan Luna, lalu keluar ruangan bersama Venna. Suasana terasa sedikit canggung.
Luna menerima tas kertas dari Eden dan mengintip isinya. Dua toples kue kering buatan Ratri. Luna berterima kasih, lalu meletakkan tas kertas itu di atas nakas.
Eden membuka sebuah video pada ponselnya lalu menyerahkan ponselnya pada Luna.
INSERT: Video kucing-kucing di yayasan. Sesekali suara Eden terdengar di latar, mengajak bicara para kucing.
Luna tertawa kecil, tampak terhibur. Cukup lama Eden hanya diam memperhatikan wajah Luna selagi Luna menonton video di ponselnya.
Luna mendongak dari ponsel di tangannya dan menatap Eden. Senyumnya memudar, wajahnya bertanya-tanya, sementara Eden balas menatapnya dengan raut wajah serius.
Luna tertegun. Eden masih menatapnya intens, membuat Luna diam-diam merasa sedikit gugup.
Pintu kamar terbuka dan Venna masuk, sendirian saja.
Venna berlari kecil menghampiri meja di sisi ranjang, lalu mengambil dompet Widya dari dalam tas Widya yang diletakkan di sana. Luna dan Eden sama-sama diam memperhatikan Venna, hingga ponsel Eden tiba-tiba bergetar di tangan Luna.
INSERT: Pada bagian atas layar ponsel Eden, terlihat panggilan masuk dari kontak yang diberi nama “Mama”.
Luna mengembalikan ponsel Eden. Eden tampak kaget sewaktu melihat layar ponselnya, lalu berjalan menjauh dari ranjang untuk menerima panggilan telepon. Eden berbincang sejenak di telepon, lalu menutupnya dan kembali menghampiri ranjang Luna.
Luna tampak kecewa, tapi berusaha tidak menunjukkannya. Dia hanya mengangguk, tidak mengatakan apa-apa.
Luna mengangguk lagi. Eden lalu berpamitan pada Venna.
Venna melambai pada Luna, lalu dengan ceria membarengi Eden keluar. Keduanya mengobrol sementara Luna hanya diam memandangi mereka hingga pintu kamar rawatnya ditutup dari luar.
34. INT. KAMAR RAWAT RUMAH SAKIT — MALAM
Lampu kamar sudah diredupkan. Luna berbaring miring di atas ranjang, menonton video yang dikirimkan Eden di ponselnya sambil menggunakan earphone. Sesekali Luna tersenyum tipis saat mendengar suara Eden dari video, hingga terdengar suara Venna mengajak bicara Eden. Senyum Luna memudar.
Selama sesaat, hanya terdengar suara Tabo dan kawan-kawan mengeong.
Eden tidak langsung menjawab. Luna tampak tegang, lalu mengeraskan volume ponselnya sedikit.
Terdengar suara Venna menyahut, tapi Luna lebih dulu mencabut earphone dari telinganya. Luna lalu mematikan layar ponselnya begitu saja. Dia terdiam sejenak, lalu meletakkan ponselnya di atas meja di sisi ranjang dengan agak kasar dan berbalik memunggunginya, bergelung di dalam selimut.