Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Serendipity
Suka
Favorit
Bagikan
5. 05

Fajar memasuki area sekolah yang sudah ramai, ia sempat berpikir ada apa. Karena jarang sekali sekolah sudah ramai se pagi ini.

"Ada apa ya, Jar?" tanya Gilang sambil menoleh kesana-kemari.

"Ga ngerti, ayo lihat mading, kayanya ada yang ga beres." Fajar berlari bersama Gilang ke arah mading, terlihat beberapa siswa menggeleng dengan muka tidak percaya.

"Ada apa. sih?" tanya Gilang pada salah satu siswi yang hendak kembali ke kelas.

"Itu Kak, ada kakak kelas yang pacaran sama Pak Gandhi. Kalau ngga salah kelas 11IPA-3."

Fajar terperangah, ia mencoba melihat mading namun terlalu banyak siswa yang mengerumuni. Ia sedikit mendorong siswa yang lain, berusaha agar dapat melihat apa yang membuat sekolahnya sudah ramai se pagi ini.

Fajar melihat dengan jelas siapa orang yang ada di foto itu, Senja dan Pak Gandhi. Terlihat mereka saling tersenyum dengan tangan mereka yang bergandengan. Fajar menoleh ke belakang, berharap tidak ada Senja di salah satu siswi yang heboh. Namun, ia melihat sepasang mata yang siap mengeluarkan cairan bening.

Senja menahan tangis dengan Davina yang mencoba menenangkan di sampingnya. Fajar buru-buru merobek foto tersebut dari mading.

"Kalian gak lihat? Ini editan. Jelas-jelas tangan Senja ada di atas meja tapi di hapus! Bisa bedain gak sih?! Mana tangan asli sama tangan yang di gambar? Kalian bukan anak TK kan?!" Fajar berkata keras, membuat siapa pun yang mendengarnya menjadi takut.

Senja mundur, ia tidak tahu harus bagaimana. Sampai Bu Ayna dan Bu Sondang datang tergopoh-gopoh.

"Senja, tolong jelaskan di ruang BK."

Fajar mencoba berbicara, namun Bu Sondang lebih dulu menarik tangan Senja. Davina tidak bisa apa-apa. Ia menoleh ke arah Fajar. "Dengerin, gue tau lo suka sama Senja. Jadi, tolong buat Bu Sondang percaya sama Senja."

Fajar tidak mengangguk, tetapi ia langsung berlari menyusul Senja. Ia masuk ke ruang BK tanpa mengetuk pintu, membuat beberapa orang di dalam terkejut.

"Fajar? Ada apa?"

Di sana sudah ada Pak Gandhi yang terlihat sedikit cemas. "Saya harap Ibu bisa melihat kalau itu editan."

"Silakan keluar, Fajar. Kamu tidak boleh ikut campur."

Fajar menggeleng, "Saya mau di sini, Bu. Saya mohon."

Bu Ayna tidak ada pilihan lain dan membiarkan Fajar duduk. Senja masih menunduk, tidak berani menatap ke arah yang lain. Ia hanya menatap ujung sepatunya.

"Tolong Pak Gandhi jelaskan."

"Baik, Bu. Sebelumnya saya meminta maaf kepada semua pihak yang dirugikan atas situasi ini, termasuk Senja." Pak Gandhi berkata sambil melirik Senja. "Saya bisa jamin, rumor tersebut salah sepenuhnya. Pertama, benar kata Fajar, itu editan. Ibu bisa melihat CCTV Cafe kalau tidak percaya."

Fajar menatap Pak Gandhi dengan serius.

"Kedua, saya memang mengajak Senja ke sana karena saya belum makan sejak saya kembali dari ATM. Saya tidak memiliki maksud apa pun, murni karena saya lapar. Di sana, saya dan Senja juga tidak membahas sesuatu yang pribadi. Kami berdua membahas dan mendiskusikan mengenai materi yang belum di pahami oleh Senja."

"Kenapa Senja tidak bertanya saat jam pelajaran?" tanya Bu Ayna.

"Saya ingin bertanya, namun Pak Gandhi terlihat buru-buru. Sebelumnya, saya memang ketinggalan beberapa materi, jadi saya berpikir lebih leluasa ketika saya bertanya di waktu yang lain." Senja mencoba menjelaskan dengan baik, menahan sesenggukan. "Saya kemarin juga mengajak Davina, tapi ia pulang terlebih dahulu karena sudah di jemput."

"Tapi, kemarin Davina menghadap saya."

Senja mengangguk, "Iya, Bu. Waktu itu saya sengaja menunggu di luar."

"Baiklah, ada bukti yang kamu katakan adalah kebenaran?"

Senja menatap Bu Sondang, bingung harus mengatakan apa lagi.

"Lalu, apa Ibu bisa membuktikan foto itu sebagai sebuah kebenaran?" Fajar berkata sambil menatap Bu Sondang tajam.

Bu Sondang balik menatap Fajar lebih tajam, ia sama sekali tidak mengerti kenapa Fajar mau repot-repot ikut campur dalam masalah ini?

"Kenapa kamu sangat membela Senja? Kamu suka sama dia?"

Fajar mengangguk, "Iya. Saya suka sama Senja."

Pernyataan itu membuat Senja menatap Fajar tidak percaya. Bagaimana bisa ia mengatakan dengan mudah di situasi segenting ini? Apakah itu hanya sebuah ucapan yang keluar begitu saja? Mungkin.

"Saya minta maaf kalau lancang, saya hanya menyampaikan apa yang menurut saya benar."

...

Setelah kurang lebih 90 menit di ruang BK, akhirnya Senja dan Fajar keluar dan bisa menghela napas lega.

"Makasih banget, Jar."

Fajar mengangguk, wajah Senja terlihat sedikit pucat, mungkin ia terlalu syok dengan kejadian tadi.

"Lo mau ke kelas?" tanya Fajar.

"Iya."

"Yakin? Mungkin beberapa temen-temen lo bakal ngomongin soal ini, lebih baik lo ke UKS aja. Pucet gitu."

Senja tersenyum, membuat Fajar terdiam. Bahkan dengan keadaan pucat, senyuman Senja masih terlihat sangat manis.

"Gak apa-apa. Gue ke kelas aja."

Fajar akhirnya mengangguk, membiarkan Senja berjalan lebih dulu, karena ia takut kalau-kalau Senja kehilangan keseimbangan. Fajar mengantar Senja sampai di depan kelasnya, Davina keluar tergopoh-gopoh.

"Gimana?"

"Bu Sondang sama guru yang lain masih nyari dalang dibalik foto itu." Fajar menjawab mewakili Senja. "Pastiin Senja gak denger omongan yang kurang enak, ya. Dia pucet gitu."

Davina mengangguk dan mengajak Senja untuk masuk. Untungnya, teman-teman Senja tidak mengambil kesimpulan bahwa foto tersebut benar.

"Gue yakin Fajar bener," kata Davina.

Senja mengangguk, "Gue kaget banget tadi."

Davina mengelus punggung Senja, memberi kekuatan kepada sahabatnya.

"Senja! Gue yakin yang di mading itu editan!" teriak Nabila. "Soalnya gue juga suka ngedit gitu-gitu sama bias. Jadi, gue tau mana yang editan dan yang asli."

"Iya, Nja. Meskipun kita gak deket, tapi gue tau lo orangnya baik."

"Tapi, buat apa coba si pelaku ngedit foto begitu? Editannya ga mulus."

Davina terlihat berpikir, "Mungkin orangnya emang gak suka sama Senja? Banyak, kan, gak ada angin gak ada hujan tapi langsung benci."

Reta mendekat ke arah Senja, "Lo pucet banget, ke UKS aja, istirahatin badan lo."

Senja menggeleng, "Gue kuat, kok, Habis ini mau istirahat juga."

"Gue berterima kasih sama lo, berkat lo pelajaran pertama hari ini kosong," ucap Radit membuat Senja tertawa.

"Lo yang di pikirin jamkos mulu. Kasihan itu si Senja."

"Itu namanya hikmah di balik sebuah kejadian."

Reta berdecak ke arah Radit, "Dasar lo, mengambil kesempatan dalam kesempitan!"

"Ampun!"

Senja tidak tahu ternyata teman-temannya sebaik ini.

"Kita emang suka nge-geng, tapi kita bakal bela siapa pun yang tersakiti di kelas ini."

"Bener, Nja. Lo tenang aja."

Davina memberi jempol kepada Nabila. "Jos!"

"Nanti kalau udah ketemu dalangnya, lo bilang gue, ya." Reta berjalan menuju bangkunya sambil memberi sinyal bahwa dia akan bertindak.

Senja tersenyum dan mengangguk. Setidaknya, masih ada yang peduli kepadanya.

...

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar