Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Serendipity
Suka
Favorit
Bagikan
3. 03

Arya bersiap untuk mengantar Senja ke sekolah, sekalian ia akan kembali ke rumahnya. Pagi itu sedikit mendung, kemungkinan akan turun hujan sekitar tujuh puluh persen. Karena itu, Arya mewanti Senja untuk membawa payung kecil.

"Bawa aja payungnya, takut nanti hujan." Arya berkata sambil membuka pintu mobil. Membuat Senja mengangguk dan memasuki mobil.

"Nanti main lagi ke rumah lagi ya, Mas."

Arya tersenyum dan mengangguk. Ia memberikan satu kotak susu stroberi kepada Senja. "Kata Nenek, kamu suka susu stroberi."

"Ya ampun. Makasih, Mas."

Sekolah sudah lumayan ramai ketika Senja turun dari mobil. Hari ini, ia sudah memakai batik sekolah barunya. Berharap sudah tidak ada tatapan-tatapan aneh yang ditunjukkan padanya.

"Semangat belajar, Nja!" Arya berteriak lumayan keras membuat Senja tertawa. Walaupun mereka sudah lama tidak bertemu, tapi rasanya Senja sudah akrab kembali dengan Arya.

Senja berjalan menuju ruang kelasnya, jujur ia masih sedikit takut untuk berjalan sendirian. Walaupun lorong sudah lumayan ramai, tapi rasanya ia tetap takut. Ia mengeluarkan headset untuk menetralkan rasa takut bercampur gugupnya. Sesekali bersenandung lirih.

"Senja."

Seseorang memanggil namanya dari belakang. Seorang laki-laki tersenyum manis padanya. Perlahan ia berjalan mendekat sampai tiba di hadapan Senja.

"Hai," sapanya.

Senja sedikit kikuk. Bukankah laki-laki yang ada di hadapannya adalah laki-laki yang ia temui di perpustakaan kemarin?

"Iya, gue yang di perpus kemarin. Gue Fajar, salam kenal, ya."

Senja menjabat tangan Fajar yang terasa sedikit dingin, "Gue Senja."

"Lo kelas berapa?"

"11IPA-3."

Fajar tersenyum, "Kalau gitu kelas kita searah, yuk bareng ke kelas."

Fajar yang tiba-tiba menarik Senja membuat beberapa pasang mata menatap mereka. Memang sedikit aneh ketika Fajar, seorang murid teladan terlihat menarik perempuan. Mereka menaiki tangga dengan sedikit berlari. Sampai akhirnya mereka tiba di depan kelas Senja.

"Emang, lo kelas berapa?" tanya Senja.

"11IPA-1. Tuh, di sana." Fajar menunjuk kelasnya.

Senja hanya mengangguk dan masuk ke dalam kelasnya, meninggalkan Fajar dengan wajah yang terlihat.... bahagia? Laki-laki itu lalu berjalan ke arah kelasnya dengan senyuman. Membuat Gilang bertanya-tanya.

"Kenapa lo? Tumben pagi-pagi udah senyum pepsodent?" Gilang berjalan ke arah Fajar sambil memegang dagu. "Jangan-jangan lo habis ketemu sama..." Gilang memelankan suaranya, "Senja?"

Fajar mengangguk dan berlalu menuju bangkunya. Ia sedikit merapikan seragamnya yang terlihat sedikit lecek. "Imut banget, sumpah."

"Baru kali ini gue lihat lo klepek-klepek sama cewek."

Fajar mengangkat bahu, "Gue juga ga ngerti."

...

"Siapa?"

Senja duduk berhadapan dengan Davina. Ia membuka susu stroberi yang diberikan Arya sebelumnya. Terlihat Davina menunggu dengan tidak sabar jawaban darinya. Tadi, Senja menceritakan tentang laki-laki yang menariknya sampai di depan kelas. Mungkin saja Davina mengenal laki-laki itu.

"Siapa, ih?"

Senja menghabiskan susu stroberinya, "Gue ga tahu namanya. Tapi dia kelas 11IPA-1."

"Setahu gue ya, anak kelas IPA-1 itu pada pendiem banget, kecuali satu, sih."

"Siapa?"

Davina mendekat ke arah Senja, berbisik pelan, "Gilang. Tapi dia gak tertarik sama cewek, sih."

"Maksud, lo?"

"Yaa maksud gue, dia tuh lawak banget, jadi jarang serius sama cewek," Davina sedikit tertawa. "Ciri-cirinya lo inget, gak?"

Senja terlihat sedang berpikir, "Dia tinggi, putih, tatapan matanya teduh banget. Terus suaranya cowok banget."

"Di IPA-1 banyak yang putih, tapi cuma satu orang,sih, yang putih terus tinggi. Gue gak begitu kenal, hanya sekedar tahu aja. Namanya Fajar, pinter banget, tahun lalu dia peringkat satu paralel." Davina menjelaskan dengan sesekali menggerakkan tangannya ke depan. "Pokoknya dia idaman guru-guru, deh."

Senja mengangguk, masih belum mengerti.

"Eh, gue ada fotonya, tapi foto angkatan, sih. Siapa tahu lo mengenali wajahnya."

"Mana?"

Davina mengeluarkan ponselnya, mencari foto angkatan tahun lalu dan memberikannya kepada Senja. "Yang ini, bukan?"

Senja melihat foto seorang laki-laki berpakaian batik, sepertinya itu adalah foto saat mereka berwisata. "Iya, ini."

"Bener, namanya Fajar. Ganteng juga, kok. Dia panutan semua siswa, sih. Karena kan dia ganteng, pinter, terus baik banget."

Senja tersenyum, "Masa?"

"Iya. Gak rugi kalau lo pacaran sama dia."

"Dih, gue cuma nanya, ga berniat suka."

"Sekarang mah ga niat, ga tau kalau besok?"

Senja dibuat bungkam. Ia memilih membuang sampah susu stroberinya. Saat ia keluar kelas, kebetulan Fajar juga sedang duduk di kursi koridor. Mata mereka saling menatap. Membuat Senja salah tingkah. Ia menunduk dan segera masuk ke kelas setelah selesai membuang sampah.

...

Di SMA Humeera, lapangan utama selalu diserbu beberapa siswa laki-laki saat istirahat. Kadang, mereka akan bermain sepak bola, basket, atau bahkan badminton. Tak jarang Fajar juga ikut dalam permainan. Seperti sekarang ini, ia sedang mengusap keringat dengan kaos hitamnya. Beberapa kali ia berhasil memasukkan bola ke dalam ring, membuat beberapa siswi yang berjalan di koridor berteriak.

"Udahan, Jar. Waktunya makan," kata Gilang sambil mengambil seragam yang ia letakkan di dahan pohon yang mudah dijangkau.

Fajar mengangguk dan memberi sinyal kepada teman-temannya bahwa ia akan pergi ke kantin. Kafeel, salah satu teman basketnya mengangguk. Setelah memberikan sinyal, Fajar dan Gilang berjalan ke arah kantin.

"Lo duluan aja, Lang. Gue cuci muka dulu." Fajar berkata lalu belok ke kamar mandi sendirian. Ia membasuh wajahnya yang terlihat kucel. Paparan sinar matahari membuat wajahnya berkeringat.

Fajar keluar dari kamar mandi dan tak sengaja berpapasan dengan Senja yang sedang berjalan sendirian. "Eh, mau ke mana?"

Senja yang sebelumnya belum menyadari bahwa itu Fajar, sedikit terkejut. "Mau ke kantin."

"Ya udah bareng aja."

Senja mengangguk, kemudian mereka sedikit berbincang tentang kepindahan Senja yang tiba-tiba karena ia pindah di tengah-tengah semester.

"Jadi Nenek lo sakit?"

Senja mengangguk kemudian melambaikan tangan kepada Davina saat perempuan itu menatapnya. "Gue ke sana dulu, ya."

Tanpa menunggu jawaban Fajar, Senja langsung menghampiri Davina. Membuat Fajar tersenyum sendiri. Ia kemudian mencari Gilang yang ternyata ada di pojok kantin. Terlihat mengenaskan karena berada di paling pojok, dan duduk sendirian.

"Sedih banget hidup lo," kata Fajar meledek.

Gilang berdecak, "Karena gue baik, nih minuman buat teman gue satu-satunya."

"Mantap, terima kasih, hyung."

"Gue tadi lihat Senja sama lo, Udah deket, nih?"

Fajar menggeleng, "Kayaknya susah di deketin."

Gilang menepuk bahu sahabatnya, "Usaha dulu, bro."

Sementara itu, Davina bertanya penasaran tentang bagaimana bisa Senja kembali ke kantin bersama Fajar. Menurutnya itu adalah sebuah takdir, bukan kebetulan.

"Tadi dia dari kamar mandi, terus ngajak ke kantin bareng. Ya udah gue iyain."

Davina meminum es jeruknya sebelum kembali berbicara. Kini ia terlihat seperti penasihat kerajaan. "Gue saran nih, lo jangan terlalu terbawa suasana, kali aja dia cuma mampir."

"Iya, lagian siapa sih yang suka sama Fajar? Gue nggak suka, kok."

"Hahaha, iya-iya, lo ga suka Fajar."

...

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar