Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
95. INT. MEJA - KAFE - DAY
Karin dan Widi duduk berhadapan. Di atas meja tempat mereka, ada dua gelas minuman dan amplop putih berisi uang.
Widi menyodorkan amplop itu kepada Karin.
WIDI
Ini royalti buku kamu selama 3 bulan. Udah cukup lama kita gak ketemu. Makanya uangnya Mbak kasih langsung.
(Beat)
Kata Sasha, kamu gak mau lagi datang ke kantor semenjak insiden itu.
Karin tersenyum tipis.
WIDI (CONT'D)
Selain untuk ngasih royalti buku kamu, tujuan Mbak ngajak kita ketemu juga buat minta maaf.
(Beat)
Mbak benar-benar minta maaf atas insiden tidak mengenakkan yang menimpa kamu di kantor. Selama beberapa hari setelah kejadian itu, para karyawan pada sibuk ngomongin kamu.
(Beat)
Terus, Mbak dengar cerita lengkapnya dari Emi. Dan saat itu pula, Mbak langsung ngerasa gak enak.
Widi mengusap tangan Karin. Menatap lekat.
WIDI (CONT'D)
Mbak minta maaf, ya!
Karin tersenyum.
KARIN
Gak apa-apa kok, Mbak! Bukan salah Mbak juga.
(Beat)
Kejadian waktu itu memang ibarat mimpi buruk yang jadi kenyataan.
(Beat)
Selama bertahun-tahun, aku emang gak pernah percaya diri. Takut kalau misalkan orang-orang tahu kekuranganku, mereka akan menatap aku dengan jijik.
(Beat)
Dan terbukti, apa yang aku takutkan itu benar-benar terjadi sekarang.
Widi tertegun.
Karin menghela napas panjang.
KARIN (CONT'D)
Bahkan dulu, Mamaku pernah bilang begini,
(Meniru Nita)
Karin... Kamu kok jadi perempuan kulitnya budukan kayak gitu? Nanti kalau punya suami gimana?
(Beat)
Kalimat itu terus mengahantui aku sampe sekarang. Kalimat itu, bikin aku takut untuk menjalin hubungan serius sama laki-laki manapun. Aku takut mereka jijik. Aku takut mereka gak bisa nerima aku apa adanya. Aku takut segalanya.
(Beat)
Selama bertahun-tahun, aku terobsesi untuk jadi mulus. Sampai akhirnya, aku memutuskan untuk perawatan. Laser treatment, pakai lotion, krim pelembab, tapi tetep aja... Hilangnya cuma sementara. Gak perlu nunggu lama, karena beberapa bulan kemudian muncul lagi.
(Beat)
Sampai akhirnya, setelah insiden di kantor itu aku beneran capek sendiri. Pasrah. Dan mencoba untuk menerima diri aku sendiri. Karena waktu itu aku baru sadar, kalau kita gak bisa memenuhi ekspetasi orang lain.
Widi tersenyum getir. Matanya menatap Karin dengan sendu.
WIDI
Kamu bener, Karin. Kita gak bisa memenuhi ekspetasi orang lain.
(Beat)
Kamu udah tahu kan, kalau Mbak ini udah berkali-kali kawin cerai. Punya anak dua bapaknya beda-beda.
(Beat)
Sebagai orang yang sering dibilang punya paras sempurna, orang-orang sering menganggap kalau hidup Mbak itu enak.
(Beat)
Dari dulu mereka selalu bilang... Jadi orang cantik mah enak, gampang kalo mau dapat perhatian. Jadi orang cantik mah enak, gampang kalo mau milih cowok, banyak yang mau. Jadi orang cantik mah enak, pasti suaminya betah di rumah. Bla.. Bla.. Bla... Dan segala macem.
(Beat)
Padahal kenyataannya gak gitu! Mbak justru iri sama perempuan yang biasa aja, tapi hidupnya bahagia sama suami dan anaknya. Mbak iri, sama perempuan yang meskipun badannya udah gak bisa dibilang bagus lagi, tapi masih disayang sama suaminya.
Widi menyendu.
Karin empati.
WIDI (CONT'D)
Mungkin emang udah budaya kita ya, untuk selalu menuntut perempuan harus langsing, harus putih, harus mulus. Padahal gak semua orang terlahir dengan fisik sempurna.
(Beat)
Lagipula, buat apa cantik kalau misalkan keindahan paras itu gak bisa mendatangkan ketulusan.
(Beat)
Kadang Mbak mikir, kalau Mbak bisa milih, Mbak lebih milih untuk terlahir dengan biasa saja. Karena yang cantik itu biasanya cuma dilirik dari fisik. Bukan hati. Sama seperti apa yang sudah pernah Mbak alami.
(Beat)
Mantan-mantan suami Mbak mungkin sejak awal memang gak bener-bener tulus. Mereka mungkin mau sama Mbak cuma karena Mbak cantik.
(Beat)
Tapi makin dipikirin, rasanya makin pusing. Makanya, sekarang ini Mbak lebih milih untuk bodoamat. Mbak memilih untuk menerima kenyataan, dan menjalani hidup sesuai dengan alurnya.
Karin menatap Widi kagum.
KARIN
Mbak sabar banget! Aku salut!
Widi tersenyum.
WIDI
Namanya juga hidup, Rin! Keras!
(Beat)
Kalo kita gak berusaha sabar, gak berusaha kuat, kita gak akan bisa bertahan.
Karin mengangguk.
Widi tersenyum.
WIDI (CONT'D)
Mbak tahu, kalau apa yang sudah kamu alami selama ini agak traumatis.
(Beat)
Tapi mbak harap, kejadian buruk itu gak bikin kamu stres sampai berlarut-larut.
Karin tersenyum simpul.
WIDI (CONT'D)
Sebenarnya, Mbak masih pengen banget berurusan sama tulisan-tulisan kamu.
(Beat)
Tapi setelah insiden itu, kayaknya kamu udah gak mau lagi ya nerbitin buku di kantor kita?!
(Beat)
Gak apa-apa kok! Gak masalah.
(Beat)
Tapi kalau misalkan kamu masih mau kerjasama sama kita, dengan senang hati Mbak akan terima. Apalagi kalau misalkan kamu punya ide cerita yang bagus dan menarik.
Karin tersenyum.
WIDI (CONT'D)
Kalau misalkan suatu saat kamu nemuin ide bagus untuk dikembangkan menjadi cerita, tapi masih belum berani untuk datang ke kantor. Tapi kamu masih tertarik untuk kerja sama sama kita.
(Beat)
Kamu coba kirim aja naskah kamu ke Sasha. Biar dia yang bantu kamu. Kalian kan sahabatan, rumah kalian juga deket. Jadi lebih enak kan?!
Karin terdiam. Tersenyum getir.
WIDI (CONT'D)
Mbak sebenarnya nunggu banget karya kamu selanjutnya.
(Beat)
Tapi kalau misalkan kamu emang belum ada inspirasi untuk nulis cerita baru, ya, gak apa-apa.
(Beat)
Pintu kami selalu terbuka lebar untuk kamu.
KARIN
Makasih banyak, ya, Mbak!
Widi tersenyum. Mengangguk.
Karin tersenyum simpul.
96. INT. KAMAR KARIN - NIGHT
Karin duduk bersandar di atas ranjang sambil telfonan dengan Basara. Tersenyum. Tertawa kecil.
KARIN
Iya... Dia tuh emang agak songong gitu anaknya! Kalo ngomong suka kasar.
(Beat)
Beda sama gue yang lemah lembut.
CUT TO :
Basara tertawa.
BASARA
Sayangnya waktu adek lo masuk SMA, kita udah lulus sih. Jadi gue gak tahu kelakuan aslinya dia kayak gimana.
(Beat)
Kemarin siang juga waktu kita ketemu, dia keliatannya sopan aja. Manis. Kayak gula jawa!
CUT TO:
KARIN
Halah... Manis apanya?! Nadia tuh nyebelin tauk!
(Beat)
Kalo bukan karena dibujuk sama Ayah, dan kalau bukan karena Mie Ayam deket kampus dia yang enak banget itu, gue ogah suruh nganterin tugas dia yang ketinggalan.
(Beat)
Emangnya gue babu!
Basara tertawa kecil. Gemas.
CUT TO :
BASARA
Eh, tapi... Ngomongin soal nganter tugas Nadia kemarin, gue jadi kepikiran sesuatu..
(Beat)
Sasha gimana?
CUT TO :
Karin mengernyit.
KARIN
Gimana apanya?
CUT TO :
BASARA
Jadi waktu kemarin itu, sebelum ketemu sama lo dan akhirnya nganterin lo. Sebenernya gue udah ada janji duluan sama Sasha.
(Beat)
Dia dapet tugas dari Kantornya, disuruh nyari referensi buku-buku sastra lama di Toko Buku Bekas di Kwitang. Tapi karena dia gak pernah ke sana, dan dia tahu kalo dulu gue sering mampir ke sana, makanya dia minta tolong gue buat nemenin.
(Beat)
Tapi ya.... Ujung-ujungnya gue malah pergi sama lo.
Basara tersenyum tipis.
CUT TO :
Karin terdiam. Tak enak hati.
Karin merasa bersalah.
CUT TO :
BASARA
Sebenernya gue udah bilang sih sama dia. Udah minta maaf juga.
(Beat)
Tapi kalo misalkan dia masih agak bete, kayaknya gue harus minta maaf lagi.
CUT TO :
KARIN
Lo kenapa gak bilang sama gue sih, Bas?
CUT TO :
BASARA
Tadinya mau bilang, tapi kelupaan!
(Beat)
Abisnya obrolan kita kemarin asik banget! Sampe lupa!
CUT TO :
Karin menghela napas panjang.
KARIN
Bas... Udah dulu, ya!
(Beat)
Gue dipanggil nyokap!
BASARA (O.S)
Oke... Daah!
Karin mematikan ponselnya. Menghela napas panjang. Wajahnya terlihat gusar.