Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
07. INT. DAPUR - RUMAH KARIN - MOMENTS LATER
Nita, 38, terlihat sedang menyiapkan makan siang di meja makan.
Nita meletak-letakkan hasil masakannya ke atas piring-piring yang ada di atas meja.
Sambil menyiapkan makanan, Nita berteriak memanggil anak-anaknya.
NITA
KAK!! ADEK!!! Udah pada makan siang belom?! Mama udah masak nih!
Tak lama setelah itu, Karin muncul dari arah ruang tengah. Berjalan dengan cepat ke arah dapur. Menghampiri Nita di meja makan.
NITA (CONT'D)
Karin! Kamu dari mana aja sih? Jam segini kok baru pulang?!
(Beat)
Udah makan belom?!
Karin duduk di salah satu kursi, menghadap meja makan sambil melahap tempe goreng.
Sambil mengunyah Karin berbicara.
KARIN
Dari rumah Tiara, Ma! Kan tadi aku udah SMS Mama!
NITA
Mama sibuk di dapur! Mana sempet buka-buka hape!
(Beat)
Adek kamu mana?
Karin menggeleng. Sibuk mengunyah.
NITA (CONT'D)
(Berteriak)
Nadia!!! Kamu udah makan siang belom?
Dari dalam kamar Nadia, 15, berteriak.
NADIA (O.S)
Belom!
NITA
Yaudah cepetan keluar, makan! Jangan di kamar terus!
NADIA (O.S)
Gak mau ah! Males! Ngantuk! Nadia mau tidur aja!
NITA
Ya Allah, Adek!!! Kamu susah banget sih disuruh makan nya! Kalo begitu terus nanti badan kamu bisa makin kurus kayak lidi!
Karin tertawa kecil.
Nita menghela napas panjang, lalu duduk di kursi kosong sebelah Karin sembari mengambil piring.
Nita menyendokkan nasi ke atas piring.
NITA (CONT'D)
Mama tuh heran deh sama adek kamu! Udah gede tapi masih aja susah kalo disuruh makan. Padahal Mama tuh udah masak makanan yang enak-enak, makanan yang sehat, makanan yang kalian semua suka, tapi tetep aja dia males makan.
(Beat)
Kalau dia begitu terus kapan bisa gemuknya?! Padahal badannya udah kurus kerontang kayak pohon bambu.
Karin diam. Tersenyum tipis.
Karin meraih sepiring nasi yang diambilkan Nita.
NITA (CONT'D)
Karin! Makan yang banyak! Mama tuh udah masak banyak dan enak-enak, jadi harus diabisin!
Karin menghela napas panjang.
KARIN
Iyaaa....
Karin melahap satu sendok makanan ke dalam mulutnya.
Nita menyendok nasi dan lauk pauk ke atas piringnya.
NITA
Tadi di pasar, Mama ketemu sama anaknya Bu Eli, katanya dia mau nikah bulan depan.
KARIN
Anaknya Bu Eli?
(Beat)
Maksudnya Lena? Bukannya dia baru lulus SMA, ya, tahun lalu?!
NITA
Iya, si Lena!
(Beat)
Mama denger dari Ibu-ibu kompleks sebelah, katanya dia memang udah dilamar dari sebelum lulus.
Karin sejenak berhenti mengunyah.
KARIN
Beneran mau langsung nikah? Emangnya dia gak pengen gitu kuliah dulu?! Emangnya dia udah kenal baik sama calon suaminya?
(Beat)
Kalau misalkan calon suaminya itu ternyata jahat gimana?
Nita menepuk pundak Karin pelan.
NITA
Shut!!
(Beat)
Kamu tuh kenapa sih suka berlebihan gitu?
(Beat)
Mungkin si Lena itu udah ngerasa cocok sama calonnya yang sekarang, makanya dia mau diajak nikah. Lagian juga calon suaminya udah mapan. Jadi gak masalah.
KARIN
Tapi, Ma... Setahu Karin, sebelum dilamar sama calonnya yang sekarang, Kak Lena itu bukannya udah punya pacar, ya?
(Beat)
Terus nasib pacarnya gimana? Ditinggal gitu aja?
NITA
Mana Mama tahu! Kan kamu yang satu sekolah sama dia.
(Beat)
Lagipula, jodoh itu kan urusan Allah! Mau pacaran sama siapapun, dan selama apapun. Kalau jodohnya bukan orang itu, ya, gak akan bisa sama orang itu.
(Beat)
Jangankan yang masih pacaran, yang udah nikah pun banyak yang gak panjang jodoh. Cerai di tengah jalan. Hidup kan memang susah ditebak.
Karin diam.
Hening sejenak.
Hanya terdengar suara denting sendok yang beradu dengan piring.
NITA
Oiya, ngomong-ngomong soal nikahannya si Lena anaknya Bu Eli itu, Mama jadi penasaran deh.. Kayak apa sih bentukan calon suaminya itu?
(Beat)
Selama ini kan Mama cuma denger ceritanya aja. Belum pernah kalo liat langsung.
KARIN
Coba bayangin aja, Ma! Siapa tahu penampilannya kayak Iron Man!
Nita memukul pundak Karin spontan.
Karin terkejut, lalu tersedak.
NITA
Becandamu gak lucu, Kak!
Nita kemudian memberikan segelas air kepada Karin.
Karin meraih gelas tersebut dari Nita. Meminumnya.
Saat sedang minum, tangan kiri Karin yang memegang gelas terangkat. Membuat kaus tangan pendek yang ia gunakan, tersingkap bagian lengannya. Hingga menunjukkan bintik-bintik kehitaman yang ada di lengan Karin.
Nita tak sengaja melihat lengan Karin, dan seketika itu pula Nita langsung terkejut.
NITA
Ya ampun, Karin! Itu tangan kamu kenapa?!
Nita kemudian mengangkat lengan baju Karin hingga ke atas.
NITA (CONT'D)
Kok bintik-bintik nya makin parah sih?! Pasti karena gak suka ngurus badan, ya?! Atau jangan-jangan kamu salah pake kosmetik?!
Karin tersentak dengan kedua bibir yang terkatup.
Karin kemudian meletakkan kembali gelasnya di atas meja.
Nita masih terlihat terkejut, sambil menatap keratosis pilaris Karin dengan jijik.
NITA
Kamu tuh perempuan, Kak! Masa tangannya budukan kayak gitu sih?
(Beat)
Nanti kalo punya suami gimana?!
Kedua mata Karin mulai memanas. Nafsu makannya sudah hilang.
NITA (CONT'D)
Kulit kamu diapain sih bisa sampe kayak gitu?
(Beat)
Perasaan kulit Mama mulus-mulus aja gak kayak kamu!
Tatapan Karin kian menyendu. Nyaris menangid.
Karin pun bergegas bangkit dari kursi, lalu meninggalkan Nita.
NITA (CONT'D)
Karin! Hei... Kamu mau kemana? Habisin dulu dong makan nya!
Karin tidak mengindahkan. Sementara Nita menatap kepergian putrinya dengan sedikit khawatir.
08. INT. TEMPAT TIDUR - KAMAR KARIN - MOMENTS LATER
Karin duduk di atas ranjang dengan gitar akustik di pangkuan.
Karin memetik senar gitarnya. Menghasilkan nada acak yang terdengar sedih.
Kedua mata Karin menatap ke arah jendela.
Karin termenung.
Tiba-tiba ada suara nada dering. Ada pesan masuk ke hape Karin.
Karin terlihat tidak peduli.
Ada suara pesan masuk lagi.
Karin mulai terganggu. Lalu berhenti bermain gitar.
Karin meraih hape nya. Membuka pesan masuk dari Shergy. Lelaki itu bilang, "Karin? Lo kenapa? Kok akhir-akhir ini ngilang terus dari gue?"
Karin mendengus. Kembali mematikan hapenya.
Karin tampak tidak peduli.
Sepersekian detik kemudian, hape Karin berbunyi lagi. Ada e-mail masuk ke hapenya.
Karin membuka e-mail itu.
Kita bisa melihat sebuah pesan balasan yang dikirimkan oleh penerbit, "Kepada Yth. Karina Prameswari, mohon maaf naskah anda belum bisa diterbitkan!"
Setelah membaca e-mail itu Karin langsung mematikan hapenya. Lalu melempar hapenya ke ujung kasur.
Wajah Karin terlihat makin muram. Matanya menyendu.