Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
INT. KAMAR TIDUR BELLA - DAY
Suara alarm terdengar kencang.
Bella membuka mata. Ia duduk di kasur selama beberapa saat. Di dekat bantalnya sebuah pion patah. Bella mengambilnya.
HARI KE-7
INT. RUANG KERJA BELLA - DAY
Bella merapikan semuanya sebisanya. Menulis sesuatu pada secarik kertas, memasukkan kertas itu ke amplop dan meletakkannya di samping layar.
Tulisan di amplop itu: WASIAT BELLA VERLESSEN.
INT. RUANG TAMU BELLA - DAY
Semua board game terpajang rapi di rak. Bella seperti petugas toko sedang memeriksa stok. Melihat satu per satu kotak yang ada.
Ia mengambil bingkai berisi kartu ucapan dari Tata. Ia meletakkannya kembali dalam posisi tertutup.
EXT. JALAN TEPI RUMAH SAKIT - DAY
Bella ragu mau melangkah masuk halaman rumah sakit. Ia melihat sekeliling, mengawasi. Seakan-akan akan ada penembak jitu yang langsung menghabisinya jika ia masuk ke area rumah sakit.
Bella mengurungkan langkah. Ia bergerak ke cafe di sebelah rumah sakit.
INT. CAFE SEBELAH RUMAH SAKIT - DAY
Bella melihat sekeliling. Belum banyak pengunjung. Di sudut, Maot melambaikan tangan. Mengajak Bella mendekat. Bella paham.
Bella duduk di depan Maot.
BELLA
Di sini? Cukup deket sih ya dari Rumah Sakit.
MAOT
Ngopi aja dulu. Ngopi.
BELLA
Gue udah pikirin, pertanyaan lo.
MAOT
Terus?
BELLA
Ya, mungkin memang nggak penting bagaimana perasaan orang lain ke kita. Selama kita punya perasaan itu, kadang itu aja udah cukup.
Seorang pelayan mendekat. Bella memesan kopi.
BELLA
Ya, Tata mungkin bukan orang baik, apa yang dia lakukan itu… menjijikkan. Tapi, dia bikin gue tahu, apa itu pertemanan, apa itu persahabatan.
Maot mendengarkan, tertarik.
BELLA
Allo juga gitu. Dia mungkin bukan cinta gue yang beneran. Tapi, pengalamannya. -Gue nggak akan lupa. Dan, yah, gue akan selalu punya perasaan buat dia. Nggak apa-apa kan?
Maot memberi gestur setuju.
BELLA
By the way. Gue udah tahu lo siapa.
Maot penasaran.
MAOT
Oh ya? Siapa?
BELLA
Pertama. Lo cuma imajinasi gue. Mungkin efek samping dari sakit ini. Nggak tahu juga.
MAOT
Boleh, boleh.
BELLA
Kedua. Lo, maksudnya, tampilan lo itu. Lo itu Maot. Temen sekolah gue. Anggota kelima dari First Player Only.
Maot tertawa. Wajahnya yang tadinya dilukis seperti tengkorak pelan-pelan jadi tanpa make-up.
MAOT
Segitu gampangnya ya, lo lupa sama gue?
BELLA
Well, karena gue nggak mau inget apa yang terjadi sama lo. Lo temen pertama gue yang meninggal. Mungkin, gue trauma.
MAOT
Jadi wajah ini. Wajah ganteng ini. Selalu lo kaitkan dengan kematian? Bener-bener deh, Bella.
BELLA
Hey! Jangan salahin gue dong. Lo yang mati duluan.
Pelayan datang mengantarkan pesanan Bella.
MAOT
Sepertinya, ada hal lain yang lo mau bilangn?
BELLA
Tentu. Ini nomer tiga. Gue tahu apa tujuan lo sebenernya.
Maot memberi gestur: teruskan.
BELLA
Lo mau gue ke dokter. Jadwalin pengobatan buat sakit ini. Ya kan?
MAOT
Itu pilihan lo, Bel. Gue cuma bantu lo lihat semua opsi.
Bella menghirup kopinya sambil melihat ke luar dari jendela.
MAOT (O.S)
Tujuh hari ini udah ngebuka mata lo kan? Sebenarnya--
DOKTER (O.S)
Kanker itu bukan vonis mati, Bella. Ada pilihan penanganan yang bisa kita lakukan. Saya akan jelaskan satu per satu. Ya, salah satunya adalah kemoterapi dan ini mungkin akan terasa berat. Tapi, kamu nggak perlu kehilangan harapan.
(jeda)
Bagaimana? Bella?
Pemandangan dari dalam kafe. Anak sekolah, sama dengan yang pernah dilihat Bella di halte, sedang berjalan bersama, saling tertawa. Akrab. Tak ada yang di-bully.
BELLA (O.S)
Iya, Dok. Saya siap menjalaninya. Saya masih mau hidup, kok.
FADE OUT.