Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
CUT TO:
155. INT. RUANG TENGAH - SIANG
Dila, Ratna, Hendra, Sugandi dan Adi berkumpul dengan ekspresi yang serius, semuanya duduk di sofa.
RATNA
Sambil nunggu bapak dan ibu,
lebih baik kita langsung bicarakan aja sekarang ya.
Saya tau kita semua sibuk,
tapi gak mungkin kan kalau hanya Dila
yang ngerawat bapak dan ibu.
Dila melihat ke arah Ratna.
RATNA
Nah sekarang saya mau kita bikin jadwal
untuk pergantian ngerawat bapak dan ibu.
Sugandi tampak tidak nyaman.
SUGANDI
Na,
ini kan sudah kita bahas di awal Ceu.
Saya, kang Hendra, Adi bahkan kamu kan gak bisa
ngejagain bapak dan ibu.
RATNA
Bukan gak bisa, tapi belum bisa,
ya masa sampai sekarang gak bisa Kang?
Itu bukan gak bisa namanya tapi gak mau.
Nada suara Sugandi meninggi.
SUGANDI
Ya masa saya gak mau Na ngerawat bapak dan ibu.
HENDRA
Eh.. Jangan kenceng-kenceng ngomongnya,
nanti kedengeran bapak sama ibu,
gimana sih?
Terlihat Hendra sedikit marah. Sugandi dan Ratna terdiam. Hendra mulai berbicara dengan nada pelan.
HENDRA
Saya sudah membicarakan ini ke istri Saya,
mungkin bapak dan ibu gak bisa
kalau harus nginep di rumah saya,
tapi saya akan usahain dateng kemari
untuk merawat ibu.
Gimana?
Ratna terdiam.
DILA
Ya Dila sih gak masalah ko kang.
SUGANDI
Akang yakin, akang abis operasi,
nanti yang ada Dila yang ngerawat akang.
HENDRA
Ya masa sampai sekarang gak sehat-sehat,
pokoknya saya siap.
Ratna terdiam sejenak, lalu Ratna melihat ke arah Adi.
RATNA
Gimana Di?
Adi yang terlihat senderan langsung memajukan badanya.
ADI
saya teh jujur bingung kalau urusan begini,
pekerjaan saya lagi bener-bener padet banget,
kalo pun bapak dan ibu nginep dirumah saya ya bisa aja,
tapi yang ngejagain siapa?
kalau boleh sih,
pas waktunya bapak sama ibu nginep di rumah saya,
Ceu Dila juga ikut nginep,
gimana?
RATNA
Ya kalau gitu sama aja dong Di.
Ratna, Dila, Sugandi, Hendra dan Adi terdiam sejenak. Dila terlihat sedang berfikir.
RATNA
kalau begitu saya coba bikin jadwalnya dulu deh.
Ratna membuka tasnya untuk mengambil catatan, tiba-tiba Dila menghentikannya.
DILA
Udah Ceu gak usah.
Ratna terdiam dan melihat ke arah Dila.
DILA
Bapak sama Ibu tinggal disini aja,
lagian mereka kelihatannya udah nyaman tinggal disini.
Hendra, Sugandi dan Adi terdiam mendengarnya. Ekspresi Ratna berubah karena tidak enak.
RATNA
jangan gitu Dil,
Eceu gak enak sama kamu dan Agus.
DILA
Dila sama kang Agus gak merasa kerepotan kok.
lagian kasian bapak sama ibu kalau harus pindah-pindah.
RATNA
Tapi Dil,
kalau seperti itu eceu merasa gak ada gunanya
sebagai anak.
Dila terdiam.
RATNA
ibu saja sampai lupa sama eceu.
DILA
Ceu, kata siapa eceu gak ada gunanya,
selama ini eceu sering ngebantu lewat materi.
RATNA
Tapi bantuan tenaga kan lebih penting
dibanding materi Dil.
DILA
lagian bapak sama ibu tinggal di rumah siapa sih ceu,
di rumah Dila kan? kaya sama siapa aja.
kalau mau dateng ngejenguk ya dateng aja,
pintu rumah ini kebuka lebar kok.
kalau mau nginep pun gak masalah, Dila malah seneng.
Ratna tertegun mendengar kata-kata Dila. Ratna mencoba menenangkan diri.
RATNA
Yaudah Dil,
yang penting kamu dan Agus gak merasa keberatan.
Dila tersenyum.
HENDRA
Dil,
untuk biaya sehari-hari bapak dan ibu,
gimana kalau kita patungan dan transfer
ke rekening kamu?
kasian kalau cuma Ratna dan kamu
yang ngeluarin uang.
Adi yang dari tadi hanya diam saja tiba-tiba masuk ke pembicaraan.
ADI
Nah kalau itu saya saya siap bantu.
Kira-kira butuh berapa sih ceu perbulannya?
Dila terdiam berfikir. Sugandi terlihat tidak nyaman.
DILA
Berapa ya,
catatan yang harus dibeli sih ada.
Paling jajannya ya yang jadi banyak.
Pagi biasanya Bapak sama Ibu minta
dibeliin nasi uduk atau enggak ketupat sayur,
kalau siang sih makanan yang Dila masak ya,
itu juga menu yang barengan untuk
Kang Agus sama anak-anak, jadi aman.
Ratna, Hendra, Sugandi dan Adi hanya terdiam mendengarkan.
RATNA
Nah malemnya nih,
kadang nasi goreng atau enggak sate.
Ya tergantung selera bapak sama Ibu sih.
Oiya terus ditambah lagi sekarang
Ibu harus pakai popok setiap hari.
Sugandi tampak tidak nyaman.
RATNA
Abis kita potong kue nanti Dila tulisin deh.
RATNA
Iya Dil nanti kamu tulis aja yang rapih.
kita mulai aja kali ya acara utamanya,
Bapak udah mau keluar belum?
DILA
Coba aku tanya dulu deh.
Ketika Dila mau beranjak berdiri untuk memanggil bapak dan ibu, tiba-tiba Sugandi memotongnya.
SUGANDI
Sebentar Dil,
Dila terdiam dan melihat ke arah Sugandi. Sugandi tampak tidak enak untuk memulai bicara.
SUGANDI
ini gimana ya,
jujur,
untuk masalah biaya saya juga sedang sulit,
kalau Ratna sama Adi kan masih kerja,
saya sudah pensiun,
pendapatan usaha juga cuma cukup untuk dirumah.
HENDRA
Saya sudah pensiun tapi saya usahakan bisa.
SUGANDI
Ya akang kan enak,
mantan PNS ada gaji pensiun.
RATNA
Yaudah gak apa-apa kang,
kalau gak bisa jangan di paksain
ADI
Iya kang Gandi,
gak apa-apa gak usah.
Tiba-tiba Hendra ketus kepada Sugandi.
HENDRA
Ah kamu beli mobil bisa
masa untuk biayai bapak sama ibu aja gak bisa.
Sugandi merasa sedikit malu, lalu ia membela diri.
SUGANDI
Itu kan saya nyicil kang,
mobil saya yang sebelumnya saya jual
buat bayar dp nya.
HENDRA
Kenapa nyicil mobil kalau kata kamu
pendapatan dari usaha cuma bisa untuk
ngebiayain keluarga.
Mendengar kata-kata Hendra, Emosi Sugandi naik dan nada bicaranya sudah mulai tinggi.
SUGANDI
Ko akang jadi ketus sama saya,
terserah saya dong mau saya nyicil mobil apa enggak.
DILA
Eh udah ah,
kenapa jadi ribut sih?
Hendra dan Sugandi terdiam. Keadaan menjadi tidak enak karena keributan tadi. Dila mencoba memulai pembicaraan, dia berbicara dengan nada pelan.
DILA
Udah lah gak usah bahas soal uang,
sensitif,
lagian Dila gak minta juga buat patungan,
kalo mau bantu kasih ya Dila terima,
kalo engga ya gak apa-apa,
jangan malah jadi ribut.
SUGANDI
Bukannya saya gak mau bantu,
tapi emang lagi gak bisa.
Gini aja deh,
kita ambil gampangnya.
Dila hanya diam mendengarkan.
SUGANDI
Biar gak usah ngomongin uang,
gimana kalau rumah bapak kita jual aja?
Dila, Ratna, Hendra dan Adi kaget mendengarnya.
RATNA
ya gak mungkin lah,
ada-ada aja kamu kang.
SUGANDI
Uang hasil jual rumah bisa untuk biaya
kehidupan bapak sama ibu disini.
HENDRA
Bapak sama ibu kaya gak punya anak aja Di.
SUGANDI
Tetep yang mau ngasih ya kasih.
DILA
Kang itu kan rumah bapak satu-satunya.
SUGANDI
Rumah itu kan nantinya bakal dijual juga buat warisan,
kita dahulukan aja buat kebutuhan bapak dan ibu.
DILA
Akang juga ngomong hal yang sama
pas mau jual tanah bapak yang di Bandung,
untuk kebutuhan bapak dan ibu,
nyatanya untuk apa?
Pribadi kan? Modal bisnis kan?
Emosi Sugandi mulai naik, nada bicaranya pun menjadi keras.
SUGANDI
Masalah yang udah lalu gak usah di bahas,
bapak udah ikhlas kok,
kenapa kamu yang marah?
DILA
Emang akang tau isi hati bapak? tau?
Sugandi merasa terpojok, lalu ia berdiri sembari menunjuk Dila.
SUGANDI
Tau apa kamu soal isi hati bapak.
Dila emosi dan berdiri.
DILA
Saya lebih tau dari pada Akang
yang cuma mikirin diri sendiri.
Agus datang dari arah dapur karena mendengar suara keributan.
Sugandi terdiam karena kata-kata Dila.
DILA
Akang jarang kerumah bapak,
tapi sekalinya kerumah malah bikin masalah,
minta tanah warisan untuk dijual padahal bapak
sama ibu belum meninggal.
Sugandi terdiam menahan emosinya karena kata-kata Dila.
DILA
Harusnya Akang malu kang.
Malu!
SUGANDI
Cukup!
Sugandi berjalan ke arah Dila untuk menamparnya, namun langsung di jegat Hendra dan Adi.
HENDRA
Eh Udah cukup, jangan kaya anak kecil.
Agus berlari ke arah mereka. Ratna berdiri menenangkan Dila. Agus merasa kesal.
AGUS
Ada apa sih ini? kenapa jadi malah ribut?
Pak Sugih keluar dari kamar karena mendengar suara keributan.
SUGANDI
Kasih tau istri kamu
jangan jadi orang yang kurang ajar.
Dila langsung menghampiri Sugandi.
AGUS
Eh udah mah!
Agus memegang tangan Dila.
HENDRA
Dila cukup!
AGUS
Ini ada apa sih?!
DILA
Akang yang kurang ajar!
Ngerawat Bapak gak mau, patungan Gak bisa,
malah mau jual Rumah.
Espresi Pak Sugih tampak kaget mendengar kata-kata Dila, lalu Ia bergegas berjalan menghampiri mereka.
Ratna menghampiri Dila.
RATNA
Dil udah Dil udah cukup.
SUGANDI
Kamu yang harusnya malu,
bapak udah ngabisin uang tabungan hajinya
buat kamu kuliah di jakarta,
tapi mana hasilnya? Percuma.
Dila semakin emosi lalu Dila mencoba melepas tangan kanannya yang di pegang Agus dan tangan kirinya yang di pegang Ratna.
AGUS
Mah!
Ketika tangan kanannya berhasil terlepas dari genggaman Agus, Dila langsung menampar Sugandi. Sugandi semakin marah lalu ia langsung maju kedepan dan memegang tangan kanan Dila hingga membuat Dila, Agus dan Ratna mundur kebelakang. Dibelakangnya terdapat pak Sugih yang sedang berjalan perlahan-lahan menghampiri mereka dengan tongkatnya.
PAK SUGIH
Udah jangan pada bertengkar.
Pak Sugih pun terjatuh karena tertabrak oleh bagian belakang Agus yang terdorong Sugandi. Dila menyadarinya karena mendengar suara tongkat terjatuh dan kesakitan pak Sugih.
DILA
Ya Ampun pak.
Dengan cepat Dila menghampiri pak Sugih.
DILA
Bapak gak apa-apa?
Dila mencoba mengangkatnya, namun Agus menahannya.
AGUS
Jangan diangkat dulu mah.
Ada bagian yang sakit pak?
PAK SUGIH
Gak apa-apa,
bapak gak apa-apa.
Pak Agus tidak merasa sakit karena terjatuh di bawah karpet yang lumayan tebal. Adit dan Gita menuruni tangga dengan cepat dan melihat apa yang sedang terjadi namun mereka hanya terdiam melihatnya.
AGUS
Ayo mah kita angkat pelan-pelan ke sofa,
tolong dibantu.
Ratna membantu mengangkatnya dari belakang. Adi membantunya dari depan sambil kedua tangannya memegang ketek pak Sugih hingga berdiri. Hendra mengambil beberapa bantal untuk sandaran pak Sugih. Sugandi hanya terdiam karena kaget dan menyesal.
Setelah pak Sugih sudah di dudukan di sofa Dila menghampiri pak Sugih.
DILA
Bapak beneran gak apa-apa?
maaf pak tadi Dila..
Pak Sugandi memotong kata-kata Dila dengan bentakan.
PAK SUGANDI
Kenapa kalian bertengkar?!
Semuanya terdiam, tiba-tiba pak Sugih menangis dan suaranya sedikit pelan.
PAK SUGANDI
Kenapa?
Semuanya tetap terdiam karena merasa bersalah.
PAK SUGANDI
kalau kalian bertengkar karena masalah siapa
yang ngerawat bapak dan ibu,
lebih baik bapak sama ibu tinggal
di panti jompo sekalian.
DILA
Bukan begitu pak.
PAK SUGANDI
Bapak gak pernah minta ke kalian
untuk ngerawat bapak sama ibu,
gak pernah.
Semuanya terdiam, Dila dan Sugandi merasa bersalah karena bertengkar.
PAK SUGANDI
Bapak cuma ingin anak-anak bapak hidup rukun.
Kalian udah bukan anak kecil lagi,
kalian udah besar, udah tua,
kenapa masih pada bertengkar.
Pak Sugandi menangis.
DILA
Maaf pak, Dila yang salah,
Dila emosi.
Dila menangis.
DILA
maaf pak.
Sugandi menangis lalu menghampiri pak Sugih dan berjongkok di depan pak Sugih sambil memegang lututnya.
SUGANDI
Maafin Saya juga pak, saya yang salah,
saya bingung harus berbuat apa lagi
untuk menolong bapak.
Pak Sugih mencoba menangkan hatinya. Beberapa saat kemudian, Agus datang memberikan segelas air minum kepada pak Sugih.
AGUS
Minum dulu pak.
Pak Sugih meminumnya lalu dia terdiam.
SUGANDI
Pak,
Sugandi tau kalau bapak masih marah ke saya soal tanah,
sekali lagi, saya minta maaf,
saya gak tau harus melakukan apa lagi supaya bapak tidak marah.
Pak Sugih terdiam sebentar.
PAK SUGIH
Masalah tanah Bapak sudah ikhlas,
itu kan emang warisan untuk kalian.
Tapi bapak cuma kesal kenapa kamu
minta dibagikan ketika bapak masih ada.
Bapak sempat sakit hati.
Sugandi melihat ke wajah Pak Sugih tiba-tiba langsung tertunduk malu.
PAK SUGIH
Tapi rasa kekesalan Bapak terkalahkan
sama rasa sayang Bapak ke kalian.
Sugandi Bapak sudah memaafkan kamu.
Sugandi yang tadinya menunduk seketika melihat wajah pak Sugih yang tersenyum. Sugandi pun ikut tersenyum karena sudah lama tidak melihat bapaknya tersenyum kepadanya.
PAK SUGIH
jadi tolong jangan dibahas lagi
masalah-masalah yang lalu,
Bapak cuma ingin kalian hidup rukun.
Dila dan yang lainnya terdiam.
Pak Sugih terlihat sudah mulai sedikit tenang. Dia menghembuskan nafasnya, lalu mencoba untuk berbicara kembali.
PAK SUGIH
Kalian tau kenapa Bapak suka sekali merekam vide
setiap kita ada acara atau ada kegiatan diluar?
Itu karena bapak ingin kalian menontonnya
ketika ada masalah dengan keluarga.
Dila dan yang lainnya terheran.
PAK SUGIH
Menurut bapak,
kalau kita sedang ada masalah dengan keluarga,
obat pertama yang paling ampuh adalah bernostalgia.
Karena dengan bernostalgia kita akan jadi ingat
dan bersyukur kalau kita punya keluarga
yang sayang sama kita,
sehingga kita bisa menyelesaikan masalah
tanpa amarah.
Dila dan yang lainnya tertegun mendengar kata-kata Pak Sugih. Adit dan Gita yang dari tadi melihatnya juga tertegun, ekspresi Gita berubah seperti ada inspirasi karena mendengar kata-kata kakeknya.
Dila tersenyum melihat ke pak Sugih yang tersenyum lega, lalu Dila melihat Sugandi yang juga tersenyum, mereka saling lihat-lihatan lalu keduanya tersipu malu.