Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
CUT TO:
5. INT. RUMAH SAKIT - LIFT - SIANG
Salah satu anaknya pak Sugih, Dila, yang berumur 50 tahun, sedang berada di lift bersama suaminya, Agus, yang berumur 55 tahun.
Ekspresi Dila tampak cemas. Tak lama kemudaian, pintu lift terbuka.
CUT TO:
6. INT. RUMAH SAKIT - LANTAI 3 - SIANG
Dila keluar dari lift dengan tergesa-gesa. Dila terlihat tampak bingung mencari ruang 312 tempat bu Siti dirawat. Dila pun bertanya kepada seorang suster jaga yang sedang berada di meja tunggu.
DILA
Punten Sus.
SUSTER
Iya Bu?
DILA
Mau tanya ruang 312 dimana ya Sus?
SUSTER
312?
O, ibu tinggal lurus saja, nanti setelah sampai ujung ibu belok kiri,
312 ada di sebelah kanan ya Bu.
DILA
O.. Nuhun ya Sus.
SUSTER
Iya sami-sami bu.
Dila kembali berjalan dengan terburu-buru, Agus tampak lelah mengikuti langkahnya.
AGUS
Jalannya pelan-pelan atuh mah.
Dila menghiraukan kata-kata suaminya dan melanjutkan jalannya.
Ketika Dila dan Agus belok kiri, di bangku tunggu depan ruangan 312 terdapat dua orang kakak laki-lakinya yaitu Hendra 58 tahun dan Sugandi 56 tahun. Mereka seketika melihat ke arah Dila dan Suaminya, langkah Dila berhenti dan terdiam melihat kedua kakaknya yang berdiri melihat ke arahnya. Namun matanya Dila terlihat sinis sewaktu melihat sugandi. Dila mengalihkan pandangannya ke papan no ruangan yang menunjukan tulisan “312”, Ia langsung beranjak masuk ke dalam ruangan tanpa sekata apa pun kepada kaka-kakanya namun Agus tersenyum menyapa kepada Hendra dan sugandi.
AGUS
Kang.
CUT TO:
7. INT. RUANG 312 - SIANG
Dila masuk ke dalam ruangan, di dalam ruang kamar 312 ternyata terdapat kakak perempuannya, Ratna, yang berumur 52 tahun, sedang berdiri di dekat kasur RS. Ratna melihat kedatangan dila.
RATNA
Dila.
DILA
Ceu Ratna.
Ratna langsung menghampiri Dila dan memeluknya, lalu Agus masuk kedalam dan bersalaman dengan Ratna.
RATNA
Gus, apa kabar?
AGUS
Baik ceu Ratna.
Ketika Agus dan Ratna sedang berbincang, Dila melihat Pak Sugih yang sedang duduk di sofa melihat ke arahnya sembari tersenyum namun terlihat lemas, raut wajahnya tampak cemas. Dila menghampiri Pak Sugih dan memeluknya hingga menangis.
DILA
Dila Minta Maaf ya Pak.
Pak Sugih hanya terdiam, Ratna dan Agus melihat ke arah Dila.
DILA
Dila udah lama gak kerumah Bapak,
udah lama gak mampir.
jadinya seperti ini,
Kalau ada Dila mungkin gak terjadi kaya gini pak.
Pak Sugih terdiam sejenak mendengar kata-kata Dila. Ekspresi Ratna tampak sedih melihat mereka berdua.
PAK SUGIH
Udah gak apa-apa, ini bukan salah kamu,
emang udah takdirnya seperti ini.
yang penting kamu dan keluarga sehat.
Doain ibu terus aja, biar lekas sembuh.
Pak Sugih mengelus pundak Dila agar merasa tenang. Dila mencoba menahan tangisnya dan tersenyum. lalu Ia mengambil tangannya Pak Sugih dan menaruhnya di pipinya. Setelah itu Dila berdiri lalu melihat ke arah Bu Siti yang sedang berbaring di tempat tidur dengan perban di panggul kirinya.
DILA
Ibu gimana Ceu? apa ada yang patah?
Ratna menghampiri Dila.
RATNA
Belum tau Dil, tadi sih udah di rontgen,
tinggal kita tunggu hasilnya aja.
Ibu baru aja dikasih obat pereda nyeri.
Dila mengelus kepala bu Siti dengan ekspresi sedih.
Tiba-tiba seorang pria yang memakai pakaian dokter masuk ke dalam ruangan diikuti satu orang suster yang memegang map.
DOKTER
Selamat siang.
RATIH
Siang Dok.
Dokter berjalan hingga ke samping kasur dekat kepalanya Bu Siti. Ekspresi Dila terlihat sangat menunggu info dari dokter, pak Sugih pun berdiri mendekati kasur. Hendra dan Sugandi masuk kedalam ruangan.
DOKTER
Saya sudah cek hasil dari rontgen.
Ibu Siti tidak mengalami patah tulang.
Dila, Ratih, Pak Sugih, Hendra dan Sugandi terlihat lega mendengarnya.
DOKTER
Hanya saja di bagian tulang pinggulnya
mengalami sedikit keretakan.
Karena beliau juga sudah lansia,
jadi penyembuhannya agak lama.
Ekspresi Dila berubah menjadi cemas, tiba-tiba Sugandi bertanya.
SUGANDI
Apa ibu sudah boleh pulang dok?
Dila melihat ke arah Sugandi dengan sedikit sinis.
DOKTER
Iya,
Bu Siti sudah boleh pulang,
tapi ibu Siti harus menggunakan walker ya
dan dibiasakan berjalan agar bisa beradaptasi.
Suster memberikan catatan kepada Dokter lalu dokter membacanya dan menuliskan sesuatu. Ketika Dokter memeriksa bu Siti dengan stetoskop nya, Dia melihat ke arah pak Sugih yang sedang memperhatikan bu Siti dengan wajah yang murung.
DOKTER
ini suaminya bu Siti ya?
pak sugih sedikit kaget lalu menjawabnya dengan senyuman.
PAK SUGIH
Iya pak.
Dokter tersenyum kepada Pak Sugih, lalu Ia kembali mengecek detak jantung bu Siti. Tak lama dokter mencabut stetoskop dari telinganya dan menggantungkannya ke leher. Ia kembali melihat Pak Sugih.
DOKTER
Tadi saya sudah di ceritakan kronologisnya oleh anak bapak.
Dokter melihat ke arah Ratna, Ratna terlihat malu.
DOKTER
Bapak dan bu Siti kan sudah tua, udah sepuh, sebaiknya udah gak boleh lagi tinggal berdua saja ya pak.
Dila, Hendra dan Sugandi sedikit tersentuh mendengar perkataan pak Dokter dan merasa bersalah. Pak Sugih terdiam mendengar kata-kata Dokter.
DOKTER
Sebagian besar orang tua mengalami patah tulang
karena jatuh di dalam rumah, rentan.
Coba bayangin kalau cuma tinggal berdua,
siapa yang nolongin?
kalau yang nolongin tetangga kan lama prosesnya.
Lebih cepat kan kalau ada yang stand by di dalam rumah.
Dokter berbicara dengan santai.
DOKTER
Ya.. kalo bisa ya pak.
atau tinggal sama anak-anaknya dulu
juga gak apa-apa, bagus malah.
Pak Sugih hanya bisa diam dan tersenyum kecil dengan perkataan dokter.
DOKTER
Pokoknya terserah bapak nanti diatur
gimana baiknya, yang penting saran saya
jangan tinggal berdua dulu ya.
Pasti anak-anak mah malah senang orang tuanya mau tinggal bareng, iya gak?
Dokter bertanya sambil bercanda, Dila menjawabnya sambil tersenyum.
Dila
Iya Dok.
Pak Sugih hanya diam seperti memikirkan sesuatu.
Dokter membereskan peralatannya lalu suster memberikan map ke dokter dan dokter menuliskan sesuatu.
Dila melihat kearah bapak yang sedang merenung melihat ibu. lalu Dila melihat ke arah Ratih dan Ratih melihat ke arah Hendra dan Sugandi.
CUT TO:
8. INT. DEPAN RUANG 312 - SIANG
Dila dan Agus duduk bersebelahan di kursi tunggu depan ruang 312, di seberangnya terdapat Sugandi dan Hendra yg duduk bersebelahan, ekspresi mereka tampak bingung.
Ratna terlihat berdiri sembari menelepon Adi, adik paling bungsu yang berumur 45 tahun, menggunakan handphonenya. Setelah lama tak diangkat-angkat, akhirnya Adi mengangkat teleponnya.
ADI
Halo Ceu, maaf tadi lagi meeting.
Ratna sedikit terkejut mendengar alasannya.
RATNA
Loh kamu gak jadi kemari?
INTERCUT:
9. INT. DEPAN RUANG MEETING - SIANG
Adi tidak bisa menutup ekspresinya yang lupa memberitahu kakaknya.
ADI
Maaf ceu tadi aku lupa ngabarin.
Aku juga lupa kalau ada meeting.
RATNA
Astaga Di,
Ibu habis kena musibah masa kamu gak dateng jenguk,
itu Bapak juga nanyain kamu mulu Di.
ADI
Iya Ceu maaf banget, maaf, soalnya meetingnya penting banget ceu dan gak bisa di undur.
Nanti kalau udah free aku telepon bapak deh Ceu,
oiya sama nanti kasih tau aja total biayanya ceu.
Ratna menarik nafas mencoba menahan kekesalannya.
RATNA
Kalau soal biaya udah gampang,
udah eceu lunasin, gak mahal kok.
yang penting kamu usahain dateng, besok kek, lusa kek,
yang penting dateng,
jangan kelamaan kasian bapak nanyain kamu mulu.
ADI
Iya Ceu siap,
nanti coba aku jadwalkan biar gak bentrok.
RATNA
Iya, usahain ya, soalnya ada yang mau kita omongin juga dan ini penting,
mungkin nanti nih mau langsung di omongin.
ADI
Soal apa tuh ceu?
CUT TO:
10. INT. DEPAN RUANG 312 - SIANG
Dinda, Agus, Sugandi dan Hendra masih duduk di bangkunya yang sama.
HENDRA
Gus, saya denger kamu pensiun ya tahun ini?
AGUS
Iya kang, baru seminggu yang lalu pensiunnya.
HENDRA
Wah kalo gitu kamu siap-siap beradaptasi
dengan pola hidup yang baru Gus,
yang biasanya tiap hari kerja sekarang di rumah aja,
kalau nggak di nikmati, nggak di bawa santai,
lama-lama bisa stress.
AGUS
Iya kang
Sugandi tiba-tiba masuk ke obrolan.
SUGANDI
Dapat pesangon gede dong Gus.
Agus tertawa malu.
AGUS
Yaa lumayan lah kang,
yg penting bisa buat biaya kuliah Anak dulu,
dikit lagi selesai soalnya,
eh udah keburu pensiun bapaknya haha.
HENDRA
Emang anak kamu ada yang masih kuliah?
AGUS
Gita kang, udah semester akhir.
HENDRA
Oo. Gita belum kelar ya kuliahnya, kalau Adit udah?
AGUS
Adit mah udah lama kang lulusnya.
Dila hanya diam, ekspresinya tampak cemas.
HENDRA
Oiya ya,
dia sekarang kerja dimana Gus?
AGUS
Freelance aja dia kang, kerja di rumah,
ya sambil coba bikin production house sendiri bareng temen-temennya.
HENDRA
Oiya pas lah sama jurusan dia.
Tapi yang penting si Gita teh lulus dulu aja, jangan kaya ibunya tuh.
Mahasiswa abadi
Hendra dan Agus tertawa, Dila pun tersenyum malu. Tiba-tiba Sugandi masuk ke obrolan dengan topik yang beda.
SUGANDI
Gus, saran saya kamu coba buka usaha deh,
atau investasi, biar keputer uang nya.
Pesangon gede sayang kalo cuma habis gitu aja kan?
Dila melihat sinis ke arah Sugandi.
SUGANDI
Ya saya walaupun punya usaha kecil tapi ya bisa untuk ngehidupin keluarga loh.
walaupun pensiun tapi tetap ada penghasilan.
DILA
Iya, walaupun nyari modalnya sampai jual tanah bapak?
Dila tiba-tiba bertanya dengan sinis ke Sugandi. semuanya langsung kaget mendengar pertanyaan Dila. Agus langsung melihat ke arah Dila dengan ekspresi marah lalu berbisik.
AGUS
Mah, udah, jangan di ungkit lagi.
Dila langsung mengalihkan pandangannya. Hendra melihat ke arah Dila yang terlihat kesal. Sugandi tampak menghembuskan nafasnya dan dia merasa malu.
tiba-tiba Ratna datang menghampiri mereka.
RATNA
Adi tidak bisa dateng karena ada urusan kantor.
Hendra kesal lalu berbisik seakan ngomong sendiri.
HENDRA
Kebiasaan.
RATNA
Tapi, kita harus membicarakan hal ini sekarang,
soalnya ibu biar bisa pulang besok pagi,
kasian bapak,
biar dia bisa segera istirahat dirumah.
HENDRA
Ya boleh.
Ratna duduk di samping Sugandi, ekspresinya berubah sedikit cemas.
RATNA
Tadi aku udah bicara sama bapak,
dia tetep keukeuh pengen tinggal di rumahnya.
Semuanya terdiam serius mendengarkan.
RATNA
Jadi untuk sementara waktu harus ada yang tinggal dulu sama bapak dirumah.
Ekpresi semuanya tampak bingung.
SUGANDI
Sementara sampai kapan Na?
RATNA
Ya gak tau?
Masa Saya harus bilang “sementara sampai bapak kita titipin ke panti jompo?”
SUGANDI
Ya mungkin kita harus carikan bapak pembantu?
RATNA
Dulu kan pernah dirumah Bapak ada pembantu,
sampai 3 kali ganti loh,
karena gak ada yang kuat, ya kan Dil?
Dila menganggukan kepala.
DILA
Soalnya Ibu galak banget kalau sama pembantu.
Mereka berlima terdiam sejenak. Ratna memulai pembicaraan kembali.
RATNA
Mungkin kita bisa coba untuk saling bergantian.
Kira-kira untuk besok ada yang bisa?
SUGANDI
Jujur, Saya gak bisa kalau harus tinggal sama bapak,
usaha saya bisa kacau nanti.
RATNA
Memang usahanya gak bisa di pegang dulu
sama istri akang?
SUGANDI
Tambah kacau nanti,
Kalau gitu kenapa gak kamu aja Na?
RATNA
Ya akang kan tau aku teh masih kerja.
SUGANDI
Adi gimana?
RATNA
Adi kan akang tau sendiri gimana.
Tiba-tiba Hendra masuk ke pembicaraan.
HENDRA
Kalau gitu biar saya aja,
toh saya gak ngerjain apa-apa dirumah,
nanti saya telepon istri buat ngabarin.
DILA
Jangan kang,
akang kan gak lama ini habis operasi prostat.
Nanti yang ada istri akang yang cemas.
Hendra terdiam.
DILA
Dila aja Ceu.
Suaminya terkejut mendengar pengajuan diri Dila.
DILA
Anak Dila kan udah pada gede, udah bisa mandiri,
jadi aman kalau ditinggal ibunya dulu.
Tiba-tiba Agus tersenyum.
RATNA
Gak apa-apa Dil?
Agus gmn?
AGUS
Santai, saya kan sudah pensiun,
jadinya dirumah mulu,
urusan rumah gampang lah haha.
Ratna tersenyum kepada Agus dan Dila, namun Hendra merasa tidak enak kepada Dila.