Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Setelah seminggu di Bandung, Indira kembali ke Jakarta dijemput oleh Wisesa.
Tiga bulan setelah acara syukuran di Bandung, tepat saat usia kandungan Indira memasuki bulan ke 7, sebuah kejadian menyedihkan menimpa Indira.
47. INT. KAMAR WISESA - MALAM
Wisesa baru selesai mandi, ia sudah selesai makan malam dan hendak melaksanakan sholat Isya berjamaah dengan Indira, karena sudah jam 9 malam.
Ia sudah siap dengan sarung berwarna coklat kotak-kotak besar dan baju kokonya yang berwarna putih.
Indira sudah memakai mukena warna hitam berbahan katun rayon yang lembut bercorak bunga tulip warna ungu.
Namun Wisesa merasa pusing dan agak sesak nafas. Ia duduk sebentar di tepi ranjang dan meminta Indira mengambilkan air hangat sebelum mulai sholat berjamaah.
INDIRA
(Indira terlihat cemas dan mendekati suaminya yang kini ia panggil Abi )
WISESA
(Wisesa menjawab dan mencoba mengatur nafasnya)
INDIRA
(Indira memijat-mijat bahu suaminya)
WISESA
(Wisesa terus mengatur nafasnya dengan tangan kanan memegang dadanya)
INDIRA
(Indira segera mengambilkan air hangat dari dispenser dan menyerahkannya pada Wisesa)
WISESA
(Wisesa meneguk air hangat itu perlahan)
INDIRA
(Indira mengambil gelas yang disodorkan Wisesa)
WISESA
Indira kemudian menyimpan gelas itu di meja dan kembali duduk disamping suaminya.
WISESA
(Wisesa mengusap perut buncit Indira yang tersembunyi di dalam mukenanya tapi tetap terlihat menonjol karena sudah 7 bulan)
INDIRA
(Indira menjawab selalu terlihat manja pada suaminya)
WISESA
(Wisesa mengelus kepala Indira dan menatapnya dalam sekali seperti tatapan kosong dan sedikit tertegun)
INDIRA
(Indira bertanya-tanya dalam hati dari tadi pulang bekerja, suaminya terlihat agak pucat dan sering diam seperti melamun)
WISESA
Wisesa kemudian berdiri dan menggelar sajadah, begitu juga Indira menggelar sajadah dibelakang suaminya.
Mereka segera melakukan sholat berjamaah dengan khusyu. Namun di saat sujud terakhir, Indira merasa sudah sangat lama, tapi Wisesa tidak terdengar mengucap takbir. Indira berpikir mungkin ia tidak mendengar, akhirnya ia bangkit dari sujud. Tapi melihat Wisesa masih sujud tak ada suara, Indira merasa ada yang aneh, dalam kecemasannya ia melanjutkan membaca tasyahud akhir lalu salam.
INDIRA
(Indira menoleh ke kanan dan ke kiri)
Ia segera menyentuh suaminya yang masih bersujud, berpikir mungkin kelelahan dan tertidur. Namun saat di sentuh dan menepuk tubuh suaminya. Tubuh itu tersungkur lemah, wajahnya pucat tapi terlihat terpejam dan tersenyum manis,seluruh tubuhnya terasa dingin.
INDIRA
(Indira mengguncang tubuh suaminya yang sudah tak bernafas dengan deraian air mata)
Ustadz Abdurrahman dan istrinya yang baru saja memasuki kamar mereka seketika keluar mendengar teriakan Indira dan langsung memasuki kamar Wisesa yang tak terkunci.
USTADZ ABDURRAHMAN
(Ustadz Abdurrahman terlihat panik melihat Indira memeluk suaminya sambil menangis )
INDIRA
(Indira tetap memeluk suaminya sambil menangis)
FX: Cinta by Melly Goeslaw
INSERT LYRICS
"Cinta tegarkan hatiku
Tak mau sesuatu merenggut engkau
Naluriku berkata
Tak ingin terulang lagi
Kehilangan cinta hati
Bagai raga tak bernyawa"
Ustadz Abdurrahman segera memeriksa denyut nadi anaknya yang sudah terkulai dipelukan Indira.
USTADZ ABDURRAHMAN
(Ustadz Abdurrahman tak kuasa menahan tangis dan mencium kening putra kesayangannya)
INDIRA
(Indira kembali menangis)
IBU IRMA
(Ia memeluk anaknya yang sudah tak bernyawa)
IBU IRMA (CONT'D)
Bangun nak!!Bangun!!Ini Ibu..
(Ibu Irma memeluk jenazah anaknya sambil terus menangis dan mengguncang-guncangkan tubuh anaknya)
USTADZ ABDURRAHMAN
(Ustadz Abdurrahman memeluk istrinya dan mencoba menenangkan istrinya dengan membaca sebuah hadits)
Ustadz Abdurrahman segera menelpon dokter untuk datang memeriksa anaknya, memastikan keadaannya apa betul sudah tiada. Dan ternyata memang sudah tiada karena serangan jantung.
Setelah dipastikan Wisesa meninggal, Ustadz Abdurrahman langsung mengabari keluarga Indira dan keluarga yang ada di Jakarta juga kepada Pak RT. Ustadz Abdurrahman segera mengurus jenazah Wisesa agar besok bisa segera di makamkan.
FADE TO BLACK.
48. EXT. PEMAKAMAN - PAGI
Terlihat Indira bersama keluarganya dan keluarga Wisesa masih di samping makam Wisesa yang bertabur bunga. Abah Sidiq dan Umi endah yang ada disamping kanan dan kiri Indira berusaha menguatkan anaknya.
ABAH SIDIQ
(Abah Sidiq memeluk putrinya sambil menitikkan air mata, merasa pilu melihat anak sulungnya yang sedang hamil kini tanpa suami disisinya. )
UMI ENDAH
(Umi Endah terus mengelus-elus punggung Indira juga tak kuasa menahan air matanya)
Indira mengangguk tanpa bersuara, kemudian dipeluk oleh Ibunya yang ikut terisak.
Indira sangat shock dengan kematian Wisesa yang mendadak. Ia tak tahu bagaimana nasibnya ke depan membesarkan anaknya tanpa ayah. Jika bukan karena keimanan, rasanya ia ingin menangis meraung-raung meratapi kepergian suaminya. Namun ia selalu ingat pesan Abah Sidiq, bahwa seorang wanita tak boleh terlarut meratapi kematian orang yang di cinta.
INSERT
Disudut lain terlihat Askara di pemakaman, namun tak berani menemui Indira. Ia hanya menatap dari kejauhan, memperhatikan perempuan yang sebenarnya masih ia harapkan. Ia ingin menguatkan, namun tak mungkin rasanya. Akhirnya ia hanya bisa mendoakan semoga Indira diberikan kekuatan dan kesabaran dalam menghadapi ujiannya.
Setelah Wisesa meninggal, Indira memohon ijin pada mertuanya untuk kembali ke rumah orangtuanya di Bandung. Karena ingin melahirkan disana.
FADE OUT