Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Terjal
Suka
Favorit
Bagikan
8. Chapter 8

ADEGAN: KEKUATAN GAMBAR DI SINI ADALAH KESEDERHANAAN PEREMPUAN DESA. ADA KILATAN CINTA DI MATANYA YANG DIWUJUDKAN DENGAN SEDERHANA DENGAN MENCURI PANDANG DARI KEJAUHAN, MENUNDUK MALU KETIKA SEMPAT ADU PANDANG.

Ternyata ada seorang cewek yang memperhatikanku sejak aku pulang dari Bali. Ia gadis pemalu. Ia sering memperhatikanku ketika aku lewat di depan rumahnya. Kebetulan aku sering datang ke Mas Sitras untuk diskusi dan membantunya membuat lukisan di panggung wayang orangnya. Perempuan itu sering duduk di depan rumah dan mencuri pandang.

Akhirnya suatu hari aku memberanikan diri untuk menyapanya.

DIALOG ANTAR GENTUR DAN ISTIRAH DENGAN ROMAN SEDERHANA NAMUN MEMBUAT PENONTON ANTARA TERHARU DAN TERTAWA.

“Kelihatannya kamu selalu memperhatikan aku. Setiap kali aku lewat kau duduk dan mencuri pandang, naksir ya….”

Tentu saja merah padam muka gadis itu.

“Ia hanya melengos dan kemudian masuk ke rumah.”

Semakin penasaran aku dengan tingkahnya. Maka keesokan harinya aku sengaja lewat lagi dan lagi – lagi kebetulan ia sedang duduk di depan rumahnya.

Kepalanya tertunduk namun matanya sempat melihatku.

“Namaku, Gentur, boleh tahu namamu siapa?”

“Is….”Jawabnya pelan sekali.

Aku mendekat ke mukanya dan bertanya,” siapa namamu, manis.”

“Istirah.”

“Boleh aku duduk di dekatmu.”

Ia mengangguk pelan sambil tetap menunduk.

Itulah awal perkenalanku.

Akhirnya Istirah menjadi pacarku, setahun kemudian kami memutuskan menikah. Sejak awal kuberitahu dia bahwa menjadi seniman seperti dia harus bisa melewati jalan terjal bersama- sama, kadang harus puasa karena tidak ada penghasilan, sekali dapat hasil tidak mencukupi. Kadang harus tahan mendapat cibiran dari tetangganya.

Kadang, pula ia mesti sadar tingkah nyeleneh dan rada- rada gila sering aku lakukan, itu semata- mata karena sebagai seniman aku harus tahan mental, tahan godaan dan kadang malu – maluin, karena seniman itu identik dengan kebebasan, identik dengan kemerdekaan berpikir. Dalam hal kepercayaan pun bisa mampu lintas keyakinan, meyakini bahwa semua ajaran itu baik, semua agama mengajarkan kebajikan. Ada Dharma ada, kepercayaan tentang moksha, ritual yang diwariskan nenek moyang yang mesti dilestarikan. Bukan tidak percaya Tuhan tapi kepercayaan lintas agama itu seperti ilmu transenden yang melewati batas pemikiran manusia normal.

Istirah manggut- manggut, ia orangnya pendiam, tidak banyak protes. Ia ikut apapun yang kulakukan, meskipun kadang rewel tapi ia sangat mengerti dunia seniman seperti yang aku idam- idamkan sejak semula.

Bertahun tahun melewati krisis kepercayaan, hingga hampir putus asa, aku akhirnya menemukan jalan bahwa mematung adalah jalan hidupku. Bahkan aku sempat tersandung ketika tergoda dengan Tumirah gadis cantik satu dusun.

“Mas, Aku takut ketahuan mbak Istirah. Ia baik banget denganku.”

”Aku juga bingung Tum, bagaimana kalau tahu bahwa aku selingkuh denganmu.”

“Habis kamu menggoda sih.”

“Menggoda bagaimana wong kamu sering ngintip aku mandi di pancuran Barat desa.”

“Sekarang yang dipikirkan bagaimana tidak ketahuan oleh Mbak Istirah.”

“Iya, aku sendiri bingung.”

Tidak terasa tiga tahun aku selingkuh sama Tumirah. Sampai ia melahirkan tiga anak. Sedangkan sama Istirah aku belum dikaruniai anak.

Perselingkuhan yang aku lakukan itu mulus tanpa diketahui oleh Istirah Istriku yang setia mendampingiku saat suka maupun duka.

***

SETIAP KEHIDUPAN SELALU ADA RIAK, KERIKIL DAN GODAAN GODAAN. SEBAGAI MANUSIA GENTUR PERNAH TERPEROSOK KARENA SEMPAT BERPALING PADA ISTIRAH YANG SEDERHANA, LUGU DAN SETIA, IA PERNAH KEPINCUT CEWEK, MASIH SATU KAMPUNG. KISAH CINTANYA TERSIMPAN RAPAT DAN LAMA TIDAK KETAHUAN OLEH ISTIRAH. TAPI SEPANDAI – PANDAI MENYEMBUNYIKAN SESUATU AKHIRNYA TERUNGKAP JUGA.

Kesetiaan Istirah patut diacungi jempol, ketika ada gelagat perselingkuhan antara aku dan Tumirah ia hanya diam, mungkin. Tidak berusaha mengungkit. Tapi aku tahu ia pasti sakit hati apalagi sudah bertahun – tahun ia belum juga punya anak. Ke rumah Simbah kami hanya berdua, ia menemani lembur membuat patung, membuatkan kopi, menyuguhkan kudapan bila ada temannya yang datang, tidak banyak suara yang terdengar. Ke manapun bila diajak selalu ikut. Dari naik ojek, menyusur pematang sawah untuk bertemu seseorang. Kalau aku kebetulan pergi ke jogja atau keluar kota karena diundang pameran atau membuat dekorasi Istirah setia menunggu pulang. Kadang ia pulang ke rumah orang tuanya karena di kampungku aku masih tinggal bersama Simbah.

Istirah itu istri yang paling jempolan, namun sebagai seniman kadang – kadang mataku sering nakal juga, kalau tidak sedang bersama Istirah kadang sering menggoda Tumirah yang genit dan suka membuat aku pengin mencoleknya sesekali.

“kalau dilihat lama – lama kamu ternyata cantik juga Tum.”

“Itu, rayuan gombal amoh, Tur, tur, hayo kamu mau menggoda aku khan?”

“Wilih, bukannya kamu yang menggoda aku?”

“Eh, la dalah, kamu itu yang sok kegenitan bila lihat cewek melek sedikit.”

“Padahal aku melihatmu khan pas merem, membayangkan kamu tengah pak pung (mandi) di pancuran itu (Mataku melirik ke jauh ke tempat pancuran Timur desa.”

“We, jangan jangan kamu ngintip aku waktu mandi ya…”

“sedikit” kataku sambil melirik Tumirah yang mulai berani genit. Sontak Tumirah mendekat dan mencubit punggung belakangku, cubitannya kecil namun sakitnya minta ampun.

“Auwwwww. Edan ini nyubit atau menyiksa.”

“Habis, kamu Nakal Tur, pasti kamu pasti beberapa kali ngintip aku mandi.”

“Memang pekerjaanku ngintip orang mandi.apa”

“Dasar laki – laki tidak bisa melihat barang yang bikin ngowoh, kalau mau lihat beneran besok malam ke rumahku mau.”

Edann. Tumirah kentir apa, suruh melihat dia.

Aku penasaran dengan undangannya. Tanpa sepengetahuan Istirah aku datangi rumahnya. Dengan mengendap – endap aku mengetok kamarnya.

“Sssst, Tum, aku tagih janjimu, katanya kamu mau anu seperti tadi.”

“Beneran kau mau melihat Tur?”

“Iya, nih, nggak sabar nih, pasti cleguk.”

“Dasar laki – laki mata keranjang. Tunggu kamu silahkan ke belakang aku akan ke sana.”

Dengan mengendap – endap aku ke belakang rumahnya. Di situ ada kandang kerbau, kebetulan Cuma ada satu kerbau betina di situ.

“Sssst mana, katanya kamu pengin memperlihatkan anumu.”

“Itu yang didepanmu!”

“La itu kerbau.”

“Ya itu yang mau kutunjukkan padamu.”

“We ladalah Bajingseng. Tiwas sudah munduk – munduk dan jantung deg- degan. Kerbau memang telanjang semua orang tahu.”

Tumirah tertawa ngakak, tak sengaja ia menginjak ranting kayu cukup besar yang diletaknya di dekat kandang kerbau, tiba – tiba tubuhnya oleng dan secara refleks aku menangkap. Kemudian ia jatuh dengan memeluk tubuhku. Cukup lama ia memelukku hingga tiba – tiba muncul perasaan lain. Deg- degan rasanya ketika tengah memeluknya. Dan wajahnya amat dekat dengan dengan wajahku. Tiba – tiba saja aku merasa dorongan kelelakianku mengalir spontan. Ia tampak pasrah, dan akhirnya kami secara sembunyi sembunyi tanpa diketahui istirah melakukan perselingkuhan yang dilarang agama.

Begitulah sejarahnya ketika aku terjatuh dan sempat sembunyi sembunyi melakukan cinta terlarang hingga diam – diam mempunyai tiga anak hasil hubungan gelap.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar