Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Akhirnya aku bisa lulus SD. Umur 13 tahun aku bisa merasakan bangku SMP yang letaknya kurang lebih 4 kilo. Setiap hari aku mesti jalan kaki dan Simbah wedok memberi bekal sayur mayor untuk dijual di pasar dekat sekolah. Begitu hampir setiap hari, ketika sampai rumah Simbah Lanang sudah memberi pekerjaan, mencari rumput di tegalan sebelah desa. Hari Minggu bersama Kakek menyusuri pematang, lembah ngarai, jurang tinggi, jalanan terjal mencari kayu di lereng hutan sampai masuk ke dalamnya. Lama – lama terbiasa dan menikmati perjalanan menyusur lembah tersebut. Tubuhku meskipun tidak tinggi tapi kakiku tampak kokoh, dengan tulang- tulang kuat menopang tubuh. Kulit tentu saja jangan digambarkan seperti orang – orang kota yang rajin mandi dan jarang kena matahari. Kulitku coklat, otot- ototku tampak mulai menonjol, tapak kaki melebar (njeber istilahnya) karena sering tidak memakai sepatu. Karena hanya ikut Simbah maka aku harus ikut aturan yang diberikan simbah. Begitulah cara simbah mendidikku. Kalau di sekolah aku belajar tentang cara membaca, menghitung, menghapal, berbicara didepan banyak orang, bersama simbah aku belajar kehidupan, tantangan sebenarnya dari perjalanan hidup yang penuh misteri.
“Jangan kau anggap enteng apa yang dilakukan olehmu sekarang ini Tur. Kau akan merasakan nanti saat kamu harus berjuang untuk meraih apa yang kamu impikan. Tidak perlu membanding- bandingkan, setiap orang punya jalan sendiri. Masmu juga berbakat menggambar, tapi kamu lebih lagi. Dalam pelajaran masmu lebih pintar tapi keberuntungan hidup siapa yang tahu. Setiap kehidupan itu ada seratnya. Kau mesti tahu dan mesti belajar bagaimana menangklukkan kesulitan dengan mengenal seratnya, dengan mengenal alurnya. Kalau sudah mengenal alurnyanya pekerjaan jauh lebih mudah.”
PADA ADEGAN INI GENTUR MULAI BELAJAR BANYAK HAL TENTANG KEARIFAN LOKAL, TENTANG RITUAL YANG SERING IA LIHAT DI KEBANYAKAN KEBUDAYAAN JAWA. MISALNYA ADEGAN CERITA WAYANG ORANG DI PADEPOKAN DEKAT RUMAH GENTUR
Dalam menggambar kamu sudah mulai tahu banyak hal, bukan hanya sekedar membuat coretan dan kemudian selesai. Kamu juga harus bertanya apa maksud dari menggambar itu, apa isi sebenarnya dari goresan. Apakah hanya sekedar gambarnya bagus atau ternyata selain bagus, goresannya lugas ternyata ada makna dibalik gambar itu. Itu yang harus kamu gali.”
“Simbah kenapa tahu banyak tentang kebudayaan?”
“Sebab simbah sering ngobrol dengan siapa saja. Terkadang pohon saja saya ajak ngobrol, sungai saya ajang bincang- bincang. Di alam semua petunjuk tersedia, Kalau rajin bertanya, rajin menyusuri alam kamu akan menjadi lebih pintar dalam memandang kehidupan.”
Terkadang orang sekolah harus belajar pada orang – orang yang kenyang pengalaman. Apalagi seperti Simbah yang hampir setiap hari hidup di alam bebas. Ia seperti terlindungi dan menyatu dengan kehidupan alam sekitarnya.
“Mbah, apa tidak dianggap gila bila mengajak bincang- bincang dengan batu, pohon, sungai.”
“Kalau simbah tidak masalah dianggap gila. Lama- lama orang tahu bahwa Simbah ini bukan orang gila, simbah ini hanya menunjukkan bagaimana bisa menyatu dengan alam. Alam juga senang diajak ngobrol, jangan salah. Ia akan banyak memberi lebih bila kita mencintainya sepenuh hati. Maka lihat saja simbah ini sampai setua ini jarang sakit. Itu karena alam itu adalah penyembuh. Orang gampang sakit karena pikirannya, karena jiwanya yang tidak semeleh (pasrah).”
Tidak terasa tiga tahun berlalu dan akhirnya Aku bisa lulus SMP. Aku sendiri tidak tega ketika semakin tahun simbah yang sepuh harus bekerja untuk membiayai hidup cucu- cucunya. Aku memutuskan tidak sekolah selepas SMP. Aku ingin kerja dulu, mencari ilmu bekal sebagai seniman. Aku bertekad memutuskan menjadi seniman maka mau tidak mau aku harus mencari orang yang bisa mengajari aku bagaimana hidup sebagai seniman.
“Mbah, aku tidak mau sekolah lagi, kasihan simbah yang harus banting tulang membiayai sekolahku.”
“Yo tidak apa – apa Gentur, Sudah kewajiban simbah, jangan dipikirkan. “
“Tidak aku mau kerja dulu, apa saja serabutan tidak apa - apa.”
“Kamu harus sekolah biar tidak diremehkan seperti bapakmu itu?”
“Tidak, Mbah aku sudah memilih bahwa sekolah bukan satu- satunya yang membuat aku menjadi “orang”, aku akan ngenger, bekerja dan nyantrik pada seniman.
“Oh, Begitu tekadmu. Kalau tekadmu bulat Simbah tidak bisa berbuat apa-apa selain ngasih doa agar kamu sukses. Ingat bahwa gemblengan dari simbah bisa membuat kamu menjadi kuat menghadapi tantangan hidup.”