Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
BEGIN OF MORTAGE
21. Int - ruang tengah - meja makan - pagi hujan
Tania sarapan sambil memandangi Siti yang menimba air, mencuci baju, dan pekerjaan rumah tangga lainnya.
22. Int - ruang tamu - siang - hujan
Pak Setiono dan supir datang membawakan televisi. Televisi tersebut dipasang di kamar Mamah.
23. Ext - Teras depan - sore - hujan
Mamah duduk sambil merokok. Tania duduk di pijakan teras memandangi danau.
24. Ext/Int - kamar mamah - malam - hujan
Tania mengintip tayangan berita televisi dari luar kamar. Tak lama, mamah menutup pintu kamarnya. Tania menghela nafas panjang.
End of Montage
Cut to:
25. Ext. Teras depan rumah Tania - Hujan deras - sore
Tania duduk di pijakan teras. Memandangi rumah omah dari kejauhan. Terlihat begitu sedih, dan tanpa sadar mulai meneteskan air matanya.
Mamah
Kok nangis? Papah lusa datang kok. Tadi Papah telepon mengabari.
Tania segera menerima bungkus tissue yang diberikan oleh mamah. Mamah ikut duduk di sebelah Tania. Tania memandang mamah aneh, karena biasanya mamah tidak akan mau duduk di lantai seperti ini.
Mamah
Jadi kemarin lusa nyanyi apa sama Omah Ellies?
Tania
Gak tau, Mah. Lagu bahasa inggris.
Mamah
Lagu bahasa Inggris? Kamu kan sudah bisa berbahasa inggris. Lain kali tanya judulnya ya sama Omah.
Mamah tersenyum dengan anggun sambil ikut memandangi rumah omah.
Mamah
Nanti kalau hujannya reda, kamu temani Mamah ke sana ya? Mamah juga jadi ingin bertemu dengan Omah. Tapi kamu tidak nakal kan kalau di sana?
Kedua alis Tania terangkat tinggi-tinggi karena bingung.
Tania
Aku gak nakal kok kalau di sana. Mamah pasti suka sama omah. Omah Ellies baik banget. Terus cantik. Kayaknya sih lebih cantik dari nenek.
Mamah
Lebih cantik dari nenek?
Mamah tersenyum puas, seperti sedang merayakan sebuah kemenangan kecil.
Mamah
Kamu kangen tidak sama teman-teman?
Tania
(Menganggukkan kepala)
Mah, boleh tidak aku telepon Marshya dan Astrid? Sebentar saja.
Mamah
(Menarik nafas)
Nanti saja ya? Karena mereka juga pasti sedang mengungsi seperti kita.
Menarik nafas panjang sekali lagi lalu menaikkan resleting jaketnya sampai ke leher.
Mamah
Kita berdua harus kuat Tania. Tidak boleh sedih-sedihan lagi. Kita harus tenang bahkan dalam kondisi seperti ini.
Mamah masih terus saja memandang ke depan seperti sedang memikirkan sesuatu. Tania pun ikut menaikan resleting jaket sampai ke leher dan ikutan memandang kembali ke depan.
Tania
Aku gak sedih kok. Aku cuman lagi bosen saja. Hujan sih, aku jadi gak bisa maen di luar. Sudah dua hari loh hujannya.
Mamah
Kamu itu tidak suka main boneka sih, main Ipadnya Mamah juga tidak mau. Sukanya main di luar. Main air, main tanah. Sukanya kotor-kotoran. Punya anak dua, dua-duanya tidak ada yang betah di rumah.
Tania
Aku suka piano. Kalau main piano kan gak mungkin di luar rumah.
Mamah
Kan di ipadnya Mamah ada mainan pianonya?
Tania
Ya beda dong, mah.
Mamah tertawa sambil mengusap-usap wajah Tania dengan telapak tangan kanannya.
Mamah
Nanti ya kalau semua ini sudah beres, Mamah belikan piano untuk kamu.
Tania
Beneran, Mah?
Mamah memandang Tania dalam, tersenyum, lalu menganggukan kepalanya dua kali sebagai tanda bahwa ia sedang tidak bercanda.
Mamah
Kalau kamunya mau itu juga.
Detik itu juga, Tania memeluknya erat sebagai tanda terima kasih. Mamah balas merangkul masuk ke dekapan dadanya. Dan tak lama, Mamah mencium kepala Tania yang sudah tiga hari belum keramas.
Cut to :
26. Ext. Halaman depan rumah - hujan - sore
Tiba-tiba, ada sebuah motor yang berhenti di depan rumah. Tania memicingkan mata, mencari tahu siapa itu yang datang, karena baik yang mengemudikan maupun penumpang motor tersebut sama-sama memakai jas hujan yang bertudung. Wajah mamah yang sedang tersenyum melihat ke arah motor, tampaknya ia sudah tahu dan sudah menunggu kedatangan orang ini.
Tania memilih untuk berdiri, mencoba mengamati kembali dengan lebih jelas. Alangkah terkejut dan senangnya Tania saat orang yang duduk di kursi belakang motor tersebut membuka tudung jas hujannya.
Ternyata ia adalah Mas Randi. Saking semangatnya, Tania segera berlari menyambutnya, menembus hujan, berlari di atas tanah yang becek, tanpa peduli ada Mamah yang berteriak dari belakang dengan murka.
Cut to:
27.Int. Ruang semi terbuka rumah - meja makan - hujan - sore
Tania duduk di sebelah Mas Randi yang sedang menyantap mie instan. Mbak Siti mengeringkan rambut Tania yang baru saja selesai mandi. Mamah menatap Tania dengan kesal.
Mamah
Baru saja tadi kamu jadi anak yang manis. Eh sudah jadi anak nakal lagi.
Randi
Gak apa-apalah Mah.
Mamah mendecakkan lidahnya.
Tania memperhatikan setiap jengkal dari tubuh kakaknya. Mulai dari rambut panjangnya, kulit legamnya sampai kumis dan janggut yang dibiarkan tumbuh berantakan.
Randi selesai menyantap mienya, mengacak-acak rambut Tania gemas. Lalu menyalakan sebatang rokok.
Siti mengambil mangkuk mie, lalu melangkah ke dapur.
Tania
(Berbisik)
Mas Randi sudah gila, ya?
Randi
(Berbisik)
Kenapa memangnya?
Tania
Itu.
Tania menunjuk ke arah rokok yang sedang dihisap oleh kakak lelakinya. Mereka sempat bertatapan tanpa suara untuk beberapa saat.
Randi
Gak akan apa-apa. Mas kan sudah gede.
Tania menganggukan kepala lalu menatap sinis kepada Mamah yang juga ikut merokok.
Tania
Kalau papah tahu, mamah dan mas merokok di dekatku. Bahaya loh mas?
Mamah melirik ke arah Tania.
Randi tertawa, kemudian mengeluarkan sesuatu dari tas punggungnya.
Randi
Papah kan gak ada di sini. Dan Tania tahu gak. Mas punya hadiah untuk Tania.
Randi memberikan sebuah binokular kepada adiknya. Tania berteriak heboh yang kemudian dihentikan oleh dehaman mamah. Randi kembali tertawa lalu mulai menjelaskan bagaimana menggunakan binokular tersebut kepada Tania.
Randi
Sudah mengerti belum?
Tania
Sudah dong. Lagian aku ini sudah bukan anak kecil lagi tahu.
Tania meneropong ke segala arah. Sampai akhirnya mamah berdeham untuk kedua kalinya. Tanda bahwa Tania harus segera meninggalkan mamah dan mas Randi.
Fade out
Fade in
28.Ext. Teras depan rumah - gerimis - sore mulai gelap
Matahari sudah mulai terbenam, Tania kembali berdiri di teras depan. Menggenggam binocular tersebut dan memandang jauh ke danau, lalu tak lama terdengar dalam kicau burung. Segera digunakannya alat itu untuk melihat ke arah pepohonan yang ia duga di sanalah posisi burung itu hinggap.
Tania mengatur lensanya berkali-kali agar mendapat pandangan yang lebih jelas. Lalu berteriak takjub saat melihat bayangan pepohonan itu dengan sangat jelas. Walau sayangnya cahaya matahari sudah semakin surut di bawah derasnya hujan.
Menurunkan binocular itu, melihat langit dan berharap bahwa besok tidak lagi hujan. Memandang jauh ke arah pepohonan itu lagi, lalu kemudian menemukan sesuatu. Tania menemukan sebuah titik cahaya dari balik pepohonan tersebut. Kembali menggunakan binocular, titik cahaya itu kembali terlihat lebih jelas dan semakin jelas karena titik itu sepertinya bergerak mendekat keluar dari pepohonan itu.
Tania
(Berteriak)
Omah Ellies!
Terlihat bayangan seorang nenek yang sedang memakai payung berjalan menuju rumah kayu di ujung danau. Tidak tertangkap jelas sosok itu, hanya sebuah bayangan samar seorang wanita yang sedang membawa senter dengan perawakan sama persis seperti Omah.
Lama kelamaan yang terlihat bukan hanya menemukan bayangan Omah Ellies, tapi juga terlihat bahwa bayangan itu sedang menuntun bayangan yang seorang anak kecil. Berjalan lalu masuk ke rumah.
Tania tertegun sebentar. Tania berlari ke dalam rumah dan ingin sekali untuk memeluk siapa pun orang pertama yang kutemui.
Cut to :