Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Fade in
9. Ext-Tepi danau- Depan Rumah-Sore
Tania berdiri di tepi danau. Ekspresinya riang.
Di belakang Tania terlihat rumah tua.
Tania
(Berteriak)
Hallo danau! Namaku Tania, anaknya Pak Menteri!
Mamah yang sedang mengawasi Mbak Siti dan Supir membawa dus-dus ke dalam rumah. Dengan ekspresi kesal, ia memandang Tania.
Mamah
(Berteriak)
Tania! Bantuin Mbak Siti sini!
Tania berekspresi lemas, menarik nafas panjang kemudian berjalan ke rumah.
Cut to :
10. Ext/Int. Dalam rumah - ruang tamu - sore
Tania berjalan pelan sambil memperhatikan rumah tersebut.
Ia berjalan menuju sebuah kamar di mana Siti sedang merapikan semua pakaian Tania.
Cut to :
11. Ext/Int. Dalam kamar - sore
Siti sedang melipat pakaian-pakaian Tania di lantai.
Tania duduk di ranjang, menarik nafas sambil memperhatikan kondisi kamar barunya.
Siti
Ndak baik kalau terlalu sering narik nafas panjang kayak gitu.
Tania
Mamah suka narik nafas kayak gini. Kalau menurut Mbak Siti yah, berapa lama kita akan tinggal di sini? Aku kan masih waktu-waktunya sekolah padahal.
Siti
Seru toh. Ndak ada PR. Ndak ada tes. Ndak perlu bangun pagi-pagi juga buat berangkat sekolah.
Tania
Iya sih. Tapi kan jadinya gak ada Astrid dan Marsya juga.
Mbak Siti tersenyum mendengarnya
Siti
Tania bisa bantu Mbak dikit? Tolong bongkar kardus kecil yang ada di dekat kaki Tania.
Tania membongkar dus, sedang Mbak Siti yang melipat kemudian menyusunnya di lemari. Keduanya lebih tampak seperti kakak beradik. Apalagi ditambah dengan potongan rambut mereka yang serupa.
Cut to :
Tania
Kalau menurut Mbak Siti, semua ini bagaimana?
Siti
Semua ini bagaimana? Tadi kata papah di telepon bagaimana loh?
Sopir tiba-tiba datang membawa dus-dus yang terakhir. Ia menyusunnya di sebelah Mbak Siti yang berterima kasih dengan menunjukkan senyumnya. Supir tersebut diam sambil terus memandangi Mbak Siti yang lanjut meneruskan pekerjaannya.
Tania
Bapak masih ada perlu apa lagi ya?
Supir tersebut pergi keluar dari kamar.
Mbak Siti tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.
Tania
Kata papah tadi, kita harus sementara mengungsi di sini. Kenapa harus ke sini ya? Kenapa gak di rumah nenek saja? Kenapa gak ke apartement kita saja? Lagian berapa lama sih, Mbak, bersihin rumah dari virus tuh?
Mbak Siti
Virus?
Tania
Iya, virus. Ya ampun. Jadi Mbak belum tahu ya? Jadi yang kemarin lusa ke rumah itu, orang-orang dari Dinas Kesehatan. Kata mereka, rumah kita tuh ada virusnya. Jadinya, kita harus keluar dari rumah sampai virusnya pergi. Tapi kenapa kita harus pindah sejauh ini ya, Mbak?
Ekspresi Mbak Siti yang sedang berpikir kemudian mengangguk-anggukan kepalanya.
Siti
Papahkan orang pintar. Pasti punya alasan yang tepat kenapa Tania harus ke sini. Mungkin saja, papah khawatir kalau virusnya bukan hanya ada di rumah, tapi juga sudah ada di rumah-rumah lainnya di Jakarta.
Tania mengernyitkan alisnya.
Tania
Wah gawat dong, Mbak. Jangan-jangan malah kita yang jadi penyebar virusnya.
Siti membelai pipi Tania yang sebelah kiri.
Tania masih tampak begitu penasaran.
Siti
Tenang saja Tania. Orang-orang dinas kesehatan itu kan pasti pintar-pintar juga. Lagian ini kan hanya sementara saja.
Tania
Mas Randi sudah tahu belum ya?
Siti
Pasti Mamah sudah kasih tahu.
Tania
Apa Nenek juga bakal ikut ke sini?
Siti memandang keluar kamar sejenak.
Siti
(Berbisik)
Nenek akan tinggal di sini sama Mamah? Mbak kira itu ndak mungkin Tania.
Tiba-tiba terdengar suara menderit. Tania berlari keluar kamar, mencari tahu suara apa itu.
Cut to :
12. Int. Ruang semi terbuka- ruang tengah rumah - sore
Mamah sedang duduk di dinding tepi sebuah sumur sambil memainkan tali timbanya. Wajahnya seperti seseorang yang baru saja selesai menangis. Tania datang berlari karena penasaran atas apa yang baru didengarnya barusan.
Tania
Mah, ini apa?
Mamah
(Lirih)
Inilah yang namanya sumur, Nak. Di sini tidak ada keran air apalagi shower. Jadi kita harus ambil air dari sini.
Tania menyentuh tepiannya dan berjalan mengelilingi sumur tersebut. Menarik-narik tali timbanya kemudian melongok ke dalam sumur untuk melihat dasarnya. Mbak Siti menarik tubuh Tania dengan cepat. Mamah sudah menghilang dari sana.
Siti
(Berseru)
Tania! Jangan main di sini ya, kalau ndak ada siapa-siapa?
Tania membalasnya dengan ekspresi dan gestur ingin tahu. Kemudian sambil tersenyum gemas, Mbak Siti menimba seember air. Tania segera membasuh wajahnya dengan air tersebut yang berlanjut dengan keusilan Tania kepada Mbak Siti untuk bermain air.
Cut to :
13. Int/Ext. Teras depan rumah - sore
Mamah sedang melakukan sambungan telepon dengan seseorang.
Mamah
(Membentak)
Apa maksudmu tidak akan ada yang mau bertanggung jawab?
Kita tidak bisa seperti ini. Memangnya siapa saja yang terlibat?
(Lirih)
Dengar ya, kalau kau menyayangiku, Tania dan juga Randi, kau harus....
(Membentak)
Ah, jangan dulu kau menghubungi Randi. Anak itu pasti bakal ngamuk nanti.
Fade out
Fade in
14. Ext. Tepi danau - depan rumah - pagi
Tania duduk di sebuah kursi lipat. Mamah merokok di teras depan rumah. Ekspresi Tania terlihat begitu kesal.
Cut to :
15. Ext. Area sekeliling rumah - pagi
Di seberang danau dari rumah sementara Tania. Terlihat sebuah rumah berlantai dua. Hanya rumah itulah yang menjadi tetangganya di sini.
Cut to :
16. Int. Ruang tengah semi terbuka - meja makan - siang
Mamah dan Tania duduk di meja makan, saling berhadapan. Mbak Siti menyajikan menu makan siang hari ini. Tania cukup terkejut saat Mamah mengisyaratkan Mbak Siti untuk ikut makan bersama mereka berdua.
Mamah
Saya dan Tania sudah jelas tidak suka pindah ke sini. Bagaimana dengan kamu? Kamu suka pindah ke sini?
Siti
Saya lebih suka pasar di Jakarta, Bu. Lebih lengkap dari pada di sini ternyata tadi.
Mamah
Masa sih? Aneh ya? Bukannya kalau di kampung seperti ini harusnya lebih lengkap daripada di kota?
Siti
Ndak kok, Bu. Lebih murah saja.
Tania memperhatikan cara makan Mbak Siti yang hampir mirip dengan cara makan Mamah. Sama-sama elegan kelihatannya.
Siti
Tadi pagi, saya lihat pasar di sini, variasi panganan hewaninya sedikit sekali, Bu.
Mamah
Begitu rupanya, ya. Apalagi kalau ikan laut kalau begitu. Pasti gak akan ada. Tapi kamu pasti bakal betah di sini. Mengingatkan sama kampungmu mungkin. Kamu kan sudah lama juga tidak pulang kampung, kan? Di mana sih kampungmu itu? Saya sudah lupa lagi.
Siti
(Mengangguk)
Di Krian, Bu.
Mamah
Saya sepertinya tidak bisa tahan untuk tinggal lama di sini.
(Termenung)
Kalau saja papahnya Tania dapat berpikir jernih, pasti kita masih berada di Jakarta sekarang.
Tania
Berpikir jernih itu apa Mah?
Mamah
Tania. Apa yang mamah bilang kalau ada orang dewasa yang sedang bicara?
Tania menundukkan wajahnya karena telah melanggar salah satu aturan dari Mamah. Ia sedikit menoleh ke arah Mbak Siti kemudian pelan ke arah mamah. Tiba-tiba terdengar suara mobil yang tak lama disusul dengan sebuah salam dari depan rumah.
Mamah
(Berteriak)
Masuk saja!
Pak Setiono berdiri di sebelah mamah dengan gestur tubuh yang gugup. Mamah melanjutkan makannya tanpa terlihat peduli.
Mamah
Jadi bagaimana? Kondusif?
Pak Setiono
Semuanya baik-baik saja, Bu.
Mamah
Baik-baik saja dari mana!
Mamah membanting sendok dan garpunya. Menarik nafas panjang, minum kemudian berjalan ke teras depan rumah. Pak Setiono mengikuti dari belakang, sebelum lebih dulu meletakkan sekotak kue untuk Tania dari papah di meja makan.
Siti
(Berbisik)
Tania. Maafin mbak ya. Gara-gara Mbak, Tania jadi kena marah mamah barusan.
Tania seperti sedang meniru cara menatap mamah yang sinis. Lalu tak lama kembali menunjukkan senyum cerianya.
Tania
Gak apa-apa kok, Mbak. Sudah biasa. Makannya cepetan yuk. Kita main di luar cari burung.
Cut to:
17. Ext. Tepi danau - depan rumah dua lantai - sore
Tania berdiri di depan rumah. Ia membawa beberapa potong kue, sebagian dari yang dibawa Pak Setiono siang tadi. Menghela nafas kemudian memberanikan diri untuk mengetuk pintu.
Omah (O.S)
Siapa? Joyo? Kamukah itu?
Tania terdiam sejenak, kemudian mengetuk pintunya lagi. Sampai pada akhirnya kali kedua ini, omah membuka pintu rumahnya.
Tania
Selamat sore Omah Ellies. Namaku Tania. Untuk sementara, aku tinggal di rumah yang ada di sana. Aku ke sini untuk menyampaikan makanan ringan dari mamah untuk omah.
Omah
Tania itu cantik dan pintar sekali. Mari masuk dulu Tania.
Tania terdiam lagi, menggaruk-garuk lehernya terlihat ragu.
Omah
Ayolah sayang. Temani omah sebentar. Nanti akan omah siapkan secangkir teh melati untuk Tania, yang pastinya akan sedap sekali disandingkan dengan kue ini.
Tania sejenak menoleh ke arah rumahnya dari sini. Lalu ia menerima ajakan tersebut.
Cut to :
18. Ext/Int. Ruang tamu - sofa - sore
Tania duduk sambil memandangi takjub interior rumah omah yang sangat klasik.
Omah
Tania tunggu di sini sebentar ya.
Omah meninggalkan Tania sejenak menuju dapur sambil bersenandung. Sedang Tania terkesima saat menemukan ada sebuah piano di sudut rumah tersebut. Terdengar suara radio dari lantai dua. Tak lama, omah kembali membawa dua cangkir teh melati.
Omah
Jadi Tania ini, umur berapa sekarang? 12 tahun?
Tania
Salah Omah. Umurku masih 10 tahun.
Tania menyeruput tehnya. Terdengar derap kaki kecil dari lantai dua. Tapi Tania memilih untuk tidak menghiraukannya.
Omah
Wah, Tania sudah cantik dan pintar sekali soalnya. Jadi omah pikir sudah 12 belas tahun.
Tania tersipu sambil mulai memilin ujung roknya.
Omah
Jadi ini rupanya. Tania yang anaknya pak menteri itu?
Tania kaget. Sedang omah meresponnya dengan tertawa. Ia membelai rambut Tania.
Omah
Sepertinya, omah kemarin mendengar ada anak yang berteriak di seberang sana. Katanya, namanya itu Tania dan dia itu anaknya pak menteri.
Tania tertawa puas.
Omah
Ayahnya Tania itu menteri apa?
Tania
Menterinya presiden omah. Kantornya papah itu keren banget. Dan aku pernah loh ketemu presiden di istana negara.
Omah
Tuh kan benar. Kalau Tania ini anak yang hebat. Terus kenapa Tania pindah ke sini?
Tania
Oh kalau itu, karena rumahku ada virusnya. Jadi anggap saja ini liburan dadakan kalau kata papah kemarin.
Omah
Virus?
Tania
Iya. Virus. Tapi aku juga tidak begitu mengerti. Urusan orang dewasa kalau kata mamah sih.
Omah mengambil beberapa lembar tisue dan memberikannya kepada Tania yang mulai lahap menyantap kuenya sendiri. Tiba-tiba suara radio dari lantai dua mati.
Tania
Omah, apa ada orang di atas?
Omah
Namanya juga radio tua. Sudah rusak, suka mati-mati sendiri. Bagaimana kalau kita main piano saja sekarang?
Tania sumringah.
Cut to :
19. Int. Ruang tamu - piano - sore
Omah memainkan piano sambil bernyanyi. Tania mengamati dengan kagum. Tapi seketika, Tania mendengar suara perempuan lain yang ikut bernyanyi.
Tania
Omah. Ada yang ikut nyanyi di dapur!
Omah
Omah kan hanya tinggal sendiri di sini sayang.
Tania
Tapi aku bisa dengar suara lain tadi. Sekarang sih sudah hilang.
Tania mengernyitkan dahinya. Omah mencoba untuk ikut mendengarkan suara yang dimaksud oleh Tania tadi.
Omah
Oh iya. Ternyata memang ada suara lain. Suara mamahnya Tania ini. Tania dipanggil agar segera pulang rupanya. Coba Tania keluar sebentar, pasti terdengar panggilannya.
Dengan gestur tidak yakin, Tania berjalan keluar rumah.
Cut to :
20. Int/Ext. Depan pintu rumah omah - sore
Tania melongok dari pintu rumah. Omah berdiri di belakangnya. Tania menutup kedua matanya. Ia malu karena sayup-sayup suara mamah yang memanggil-manggil namanya.
Tania
Omah. Aku pamit pulang ya. Terima kasih banyak atas teh melati dan permainan pianonya.
Omah
Oh sayang. Omah yang harusnya berterima kasih. Tania sudah mau menemani dan dengan baik sekali membawakan kue mahal dari kota.
Tania kembali salah tingkah. Kembali memilin ujung roknya. Tanpa sadar, intonasi panggilan mamah yang semakin meninggi.
Omah
Sebaiknya Tania segera pulang ya. Besok Tania boleh kemari lagi. Dah Tania.
Omah menutup pintu rumahnya.
Tania
(Berteriak)
Iya mah!
Tania berlari pulang sekencang-kencangnya.
Cut to :