Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Switch on 48 Days
Suka
Favorit
Bagikan
7. Frustrasi dan Marah

INT. KAMAR PENGINAPAN — NIGHT

Wak Anda menggelengkan kepalanya saat melihat Renji tertawa sendiri menatap layar ponselnya. Renji tidak habis pikir dengen isi ponsel Arsya yang banyak menyimpan foto-foto lucu atau meme. Ia menghentikan tawanya saat melihat folder berisikan foto dirinya dan Kartini.

WAK ANDA

(Melepas kaus) Lo dipanggil Pak Jim

Renji menaruh ponsel Arsya di nakas. Ia menatap Wak Anda.

RENJI

Kenapa?

WAK ANDA

(Melemparkan gulungan tisu ke Renji) Lo mikir, kenapa tiba-tiba lo pergi aja dari kolam renang?

Renji melemparkan gulungan tisu yang mengenai wajahnya ke tempat sampah lalu ia turun dari ranjang seraya memutar kedua bola matanya. Renji mengetuk pintu kamar Pelatih Kim. Pintu kamar pun tak lama terbuka.

PELATIH JIM

(Meregangkan kedua tangan) Sini masuk

Pelatih Jim membiarkan pintu kamar terbuka. Renji duduk di kursi rias sembari menatap ngeri sekeliling kamar yang hampir penuh dengan barang-barang yang berantakan.

PELATIH JIM

(Menyesap sisa kopi di gelas plastik) Jangan seenaknya pergi kayak tadi, Arsya! Kalau ada apa-apa cerita

RENJI

(Berdeham) Saya ingin menyampaikan sesuatu, Pak

PELATIH JIM

Iya, silakan. Ada apa? (Membuang gelas plastik ke tempat sampah)

RENJI

Saya tidak bisa melanjutkan pelatihan untuk kompetisi renang ini, Pak

Renji harus melalukan ini. Ia tidak mau berkompetisi dengan tubuh Arsya.

PELATIH JIM

(Tertawa) Jangan sembarangan bicara, Arsya! Belum mulai kompetisi kok udah mau mulai mundur

RENJI

Saya harus mengundurkan diri demi kebaikan saya.

Pelatih Jim tertohok. Jari telunjuknya menunjuk ke Renji dengan raut wajah serius.

PELATIH JIM

Apa kamu enggak kasihan dengan teman-temanmu yang tidak terpilih? Kalau kamu tidak serius, seharusnya kamu mengundurkan diri dari awal, bukan sekarang!

PELATIH JIM

(Mengetuk-ngetuk meja rias) Kamu, saya dan Agam sudah jauh-jauh datang ke kota ini demi kompetisi renang lho! 

RENJI

Saya berubah pikiran sekarang, Pak

PELATIH JIM

(Menggelengkan kepala) Enggak bisa! Kamu enggak bisa mundur! Nama kamu sudah saya daftarkan. Kita harus mengikuti kompetisi renang ini sampai selesai!

Renji menghela napas.

PELATIH JIM

Sekarang kembali ke kamar kamu! Besok kita harus latihan lagi!

Renji keluar dari kamar Pelatih Jim lalu masuk lagi ke kamar Arsya dan Wak Anda dan merebahkan tubuhnya di tempat tidur sampai tak sadar kedua mata terlelap.

INT. KOLAM RENANG UPI — DAY

Sudah tiga hari Renji maupun Arsya menolak ikut latihan. Mereka hanya menjadi penonton. Pelatih Jim dan Pelatih Huya saling bertukar cerita tentang permintaan mereka untuk mundur dari kompetisi.

PELATIH JIM

Arsya, saya tidak mengerti kenapa kamu ingin sekali tidak ikut latihan lagi!

PELATIU HUYA

Renji, kamu tidak mengingat perkataan saya, ya? 

Kedua pelatih itu tidak bisa membiarkan mereka mundur. Agam dan Wak Anda juga sampai kewalahan dengan sikap mereka.

AGAM

Arsya dan Renji itu udah saling kenal dan Pelatih Huya adalah pelatih mereka, tetapi sekarang mereka terlihat pura-pura enggak kenal.

WAK ANDA

Mereka sekarang musuhan?

AGAM

Kayaknya gitu

WAK ANDA

(Melirik Agam) Berarti lo juga udah kenal mereka dong?

AGAM

(Menggelengkan kepala) Gue baru pindah ke Bandung saat SMA.

Ketika Pelatih Jim san Pelatih Huya memantau pergerakan Agam dan Wak Anda di kolam renang, Renji dan Arsya saling berpandangan dengan kebencian. Renji mendatangj Arsya yang sedang makan biskuit.

RENJI

Sekarang gue mohon jawab gue, sampai kapan lo bisa kembalikan jiwa kita yang tertukar ini?

Arsya meremas kemasan bekas biskuit. Ia tidak terima dituduh.

ARSYA

(Mendorong bahu Renji dengan pelan) Seharusnya gue tanya itu ke lo! Gue enggak tahu kenapa bisa kayak gini!!

RENJI

(Mengacak-ngacak rambut) Jujur gue enggak sudi hidup dengan tubuh lo!

ARSYA

(Mendekatkan tubuh ke Renji) Lo pikir gue mau juga hidup di tubuh lo? Sekarang kejadian enggak masuk akal ini bikin gue pusing!

RENJI

(Menunjuk Arsya) Jujur lo melakukan apa sampai kita kayak gini?

ARSYA

(Menggelengkan kepala) Gue enggak melakukan apa pun, sumpah!

PELATIH HUYA

(Meniup peluit) Renji, Arsya! Kenapa kalian ribut? Lebih baik kalian sejak tadi ikut latihan renang!

Arsya dan Renji saling menjauhkan diri.

PELATIH JIM

Arsya ingat! Walaupun kamu mogok latihan beberapa hari ini, saya tidak akan membiarkan kamu batal mengikuti kompetisi ini!

PELATIH HUYA

Kamu juga Renji! Ingat tujuan kamu yang belum tercapai!

INT. KAMAR PENGINAPAN ARSYA DAN WAK ANDA — DAY

Keesokan harinya, tidak ada jadwal renang bersama. Maka dari itu, Wak Anda dan Renji lebih memanfaatkan waktunya untuk diam di kamar. Tiba-tiba Pak Jim membuka pintu kamar mereka tanpa permisi. 

PELATIH JIM

Arsya, lihat siapa yang datang!

Dari belakang punggung Pelatih Jim, seorang wanita paruh baya muncul. Renji langsung mengenali siapa wanita itu.

MAMA ARSYA

(Merentangkan tangan) Arsya, surprise!

Mama Arsya memeluk Renji dengan erat. Perasaan benci sebagai Renji membuat Renji tak membalas pelukan itu. Wanita ini adalah wanita yang ia benci selain anaknya.

MAMA ARSYA

Mama kangen kamu, Sya! (Mengusap kepala Renji)

Wak Anda dan Pelatih Jim ikut senang melihat interaksi kedua orang itu. Renji memaksakan senyumnya demi sebagai Arsya.

MAMA ARSYA

(Memegang pipi Renji) Kamu selama di sini enggak pernah mencoba menghubungi Mama, Sya! Tega sekali kamu! Mama kangen!

Renji menatap Mama Arsya. Pelukan hangat tadi ia teringat pelukan ibunya semasa hidup.

MAMA ARSYA

Kamu udah makan belum? (Mengacungkan tas berwarna merah) kita makan dulu yuk!

Mama Arsya mengajak Pelatih Jim dan Wak Anda untuk ikut makan bersama-sama. Setelah itu, Pelatih Jim dan Mama Arsya izin untuk berbicara berdua di luar. Sebab penasaran, diam-diam Renji mengikuti mereka yang berdiri di depan halaman penginapan. Renji bersembunyi di balik dinding tak jauh dari mereka berdiri.

MAMA ARSYA

(Mengeluarkan sebuah amplop panjang dari tas) Bantu Arsya agar juara satu, ya, Pak!

Pelatih Jim tertawa dan menolak dengan halus.

MAMA ARSYA

(Mengerutkan dahi) Pak, saya enggak bercanda, lho! Anak saya harus menang lagi!

PELATIH JIM

(Menyatukan kedua telapak tangan) Mohon maaf, Ibu. Saya masih percaya akan kemampuan Arsya. Anda sendiri sangat percaya dengan kemampuan Arsya, bukan? (Tersenyum kecil) jika Tuhan berkehendak, pasti Arsya diberikan kesempatan untuk menang

MAMA ARSYA

(Melipat kedua tangan di depan dada) Pak, Arsya kalau gagal di kompetisi ini, dia akan bikin saya malu di depan kerabat-kerabat dan teman-teman saya! Dia sewaktu SMP juara, kali ini juga dia harus juara!

Mendengar percakapan itu, Renji tersulut emosi. Ingin sekali ia mendatangi Mama Arsya. Namun, ia berusaha menenangkan diri. Ia semakin membenci Arsya. Renji segera kembali ke kamar.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar