Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Sandyakala Payodanagari "Gardajita"
Suka
Favorit
Bagikan
8. BAB 8

55. INT. KEDATON PRABU DHANANJAYA – KAMAR – PAGI

Lima orang berada di dalam kamar termasuk Prabu Dhananjaya sendiri, keempat lainnya adalah Damar, Pangeran Gentala, Mahapatih Danadyaksa, dan Zhi Lan. Damar duduk di sisi ranjang memeriksa Prabu Dhananjaya. Di sisi ranjang yang lain Pangeran Gentala mengawasi dengan mata awas. Dan tak jauh dari ranjang, Zhi Lan berdiri tenang di samping Mahapatih Danadyaksa. 

Ketika Zhi Lan memperhatikan dengan seksama apa yang yang dilakukan Damar, Mahapatih juga dengan seksama memperhatikan Zhi Lan. 

ZHI LAN

Gusti Prabu sepertinya lebih membutuhkan perhatian dari Gusti Mahapatih ketimbang hamba.

Zhi Lan menyadari jika dirinya terus diperhatikan oleh Sang Mahapatih.

MAHAPATIH DANADYAKSA

(curiga)

Aku sungguh ingin tahu bagaimana Gusti Pangeran bisa mempercayaimu. Kau hanya seorang saudagar sama seperti ayahmu. Yang kalian tahu hanya bagaimana mendapatkan keuntungan. Apa yang kau inginkan dengan membawa anak asing ini menyentuh Gusti Prabu?

ZHI LAN

Gusti Mahapatih benar, hamba hanyalah seorang saudagar yang hidup untuk mencari keuntungan. Mengenai kepercayaan Gusti Pangeran, Gusti Mahapatih dapat menanyakan hal itu pada beliau sendiri. Tetapi anak itu bukanlah anak asing.

Zhi Lan tidak sekalipun mengalihkan pandangannya dari Damar meski Mahapatih mengganggu pusat perhatiannya. Hidupnya juga tengah dipertaruhkan di sini. Jika salah sedikit saja yang dilakukan Damar, dia yang paling menanggung akibatnya.

CUT TO:

56. INT. KEDATON PRAMESWARI PRAMIDHITA – SIANG

Prameswari Pramidhita setengah berbaring di kursi panjang di dalam kamarnya. Matanya terpejam tetapi kesadarannya masih terjaga. Dua dayang bersimpuh di sampingnya memberi pijatan ringan di kaki dan tangannya. Parwati datang menghadap, memberi hormat meski tuannya tidak terlihat menanggapi.

PARWATI

Ampun Gusti Prameswari, hamba membawa kabar dari kedaton Gusti Prabu.

Prameswari Pramidhita bergeming.

PARWATI

Seorang tabib muda dari luar telah dipanggil ke kedaton untuk merawat Gusti Prabu.

Prameswari Pramidhita membuka mata. Memberi isyarat pada kedua dayangnya untuk berhenti memijat dan pergi meninggalkan mereka berdua.

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Tabib dari luar? Siapa yang memberi ijin?

PARWATI

Ampun Gusti Prameswari, Gusti Pangeran sendiri yang memanggilnya dan mendapat persetujuan dari Mahapatih Danadyaksa.

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Dia sangat mengkhawatirkan posisinya lantas melakukan segala cara untuk membuat Gusti Prabu tetap hidup. Tetapi berani sekali dia mengambil keputusan itu sendiri tanpa persetujuan dariku. 

PAUSE

Mahapatih Danadyaksa…

Parwati tampak ketakutan dan ragu untuk menyampaikan sesuatu yang lain.

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Ada apa? Mengapa kau gugup? Ada hal lain yang ingin kau katakan?

PARWATI

Ampun Gusti, Nalendra dan rekan-rekannya tertangkap prajurit Mahawira.

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Apa katamu??? Bagaimana bisa mereka tertangkap??? Kapan mereka tertangkap? Mengapa kau baru mengatakannya sekarang?

(memalingkan wajah)

Ceroboh! Tidak berguna!

PARWATI

(ketakutan)

Empat orang dibawa ke penjara kedaton pagi ini. Tetapi Nalendra tidak ada diantara mereka yang tertangkap.

PRAMESWARI PRAMIDHITA

(menatap tajam)

Kau yakin? Lalu dimana dia berada sekarang?

PARWATI

Ampun Gusti Prameswari, hamba belum mengetahuinya.

Prameswari Pramidhita mendadak memegang perutnya, merintih. Parwati hendak memapah prameswari tetapi tuannya menolak.

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Aku baik-baik saja. Aku hanya butuh istirahat.

Parwati mengikuti prameswari bangkit untuk pindah ke ranjangnya.

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Cari Nalendra di pasar dan selidiki latar belakang tabib itu.

PARWATI

Hamba, Gusti. Bagaimana dengan empat rekan Nalendra?

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Biarkan saja selama mereka tidak menangkap Nalendra. Mereka menangkap orang yang salah.

CUT TO:

57. INT. KEDATON PAYODA - PENJARA – SIANG

LELAKI 1

Sudah kukatakan, aku hanya seorang pedagang. Aku tidak mengerti yang kau tuduhkan.

Salah satu dari empat orang yang ditangkap prajurit Mahawira terus mengomel di dalam penjara.

Wira berkacak pinggang di depan mereka menyiapkan tendangan dan pukulan kapan saja dibutuhkan. 

Pangeran Gentala muncul dan menghentikan penyelidikan. Wira memberi hormat. Pangeran Gentala memperhatikan wajah-wajah tahanan itu.

PANGERAN GENTALA

Mereka pembunuh bayaran itu?

Wira mengangguk membenarkan tetapi para tahanan membantah.

LELAKI 2

Sudah kami katakan kami bukan pembunuh bayaran. Kami hanya pedagang biasa.

WIRA

Tunjukkan rasa hormatmu! Beliau adalah Gusti Pangeran Gentala, pangeran di negeri ini, satu-satunya putra Gusti Prabu Dhananjaya.

PANGERAN GENTALA

Cukup, Wira. Kalau kalian hanya pedagang biasa, mengapa kalian lari saat prajurit datang. Kalian bahkan membakar rumah persembunyian kalian.

LELAKI 1

Kami, kami hanya pedagang. Kenapa kami harus menjadi pembunuh bayaran saat ilmu kanuragan kami tidak seberapa?

Pangeran Gentala melirik meminta jawaban dari Wira.

WIRA

Ampun Gusti, jika hamba ingat sekali lagi memang benar jika semalam penyergapan tidak sesulit yang kami perkirakan. Empat orang ini langsung roboh dalam dua tiga kali serangan. Tetapi mungkin saja itu hanya siasat mereka.

LELAKI 2

Mengapa kami ingin menggunakan siasat untuk masuk ke dalam penjara?

LEKAKI 3

Sudah katakan saja yang sebenarnya.

Pangeran Gentala dan Wira sontak menoleh pada lelaki lain yang diam sejak tadi.

PANGERAN GENTALA

Benar, katakan saja yang sebenarnya dan aku mungkin bisa mengurangi hukuman kalian.

LELAKI 1

Kami sudah mengatakan yang sebenarnya. Kami hanya pedagang biasa.

LELAKI 3

Kami pedagang gelap!

Wira tercengang. Mereka hanya menangkap umpan?

LELAKI 3

Kami membuat surat ijin palsu untuk berdagang di pasar Payodapura.

Lelaki satu dan dua mengeluh kesal menyalahkan rekannya.

PANGERAN GENTALA

Lalu pemuda bernama Nalendra itu?

LELAKI 3

Kami tidak mengenal pemuda bernama Nalendra. Pemuda itu mengatakan namanya adalah Anggara. Dia membayar kami untuk mengikutinya ke kedaton Gusti Prameswari. Awalnya kami tidak bersedia karena takut ketahuan prajurit penjaga tetapi ternyata kami berhasil lolos dan keluar masuk kedaton dengan aman. 

WIRA

Kalian tidak punya surat ijin, darimana kalian mendapatkan barang-barang yang kalian jual?

LELAKI 3

Pasar gelap. Barang-barang itu hasil rompakan kapal-kapal dagang yang berlayar ke Payoda.

PANGERAN GENTALA

Zhi Lan…

Wira menoleh penasaran mengapa Pangeran Gentala menyebut nama saudagar muda itu.

PANGERAN GENTALA

Bagaimana dengan Yada dan Giriputra? Mereka masih belum menemukan pemuda bernama Nalendra itu?

WIRA

Ampun Gusti, belum ada kabar dari mereka.

PANGERAN GENTALA

Melapor padaku begitu ada kabar dari mereka.

WIRA

Bagaimana dengan mereka, Gusti?

PANGERAN GENTALA

Kurung mereka sampai aku mengesahkan peraturan yang baru. Aku tidak mau ada yang mengeluh padaku tentang para pencuri ini.

Empat tahanan itu memanggil-manggil Pangeran Gentala memohon keringanan dan menepati janjinya tadi tetapi Pangeran Gentala tidak ingin mengecewakan seseorang. 

CUT TO:

58. INT. KEDATON PRAMESWARI PRAMESWARI – KAMAR – MALAM

Prameswari Pramidhita belum bangun dari ranjang sejak siang hari berbaring. Sesekali perempuan itu memijit keningnya, sesekali memegangi perutnya. Terkadang merintih, bukan kesakitan, tetapi khawatir akan jabang bayi di perutnya.

Parwati mendekat melihat junjungannya tampak kesakitan.

PARWATI

Ampun Gusti, haruskah hamba memanggil tabib lagi?

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Tidak. Mereka tidak bisa menghilangkan sumber kecemasanku. Bagaimana dengan tugas yang kuberikan?

PARWATI

Ampun Gusti Prameswari, hamba datang ke tempat biasa tetapi belum ada tanda-tanda dari Nalendra. Hamba sudah meninggalkan pesan, jika dia datang dia akan mengetahuinya.

PRAMESWARI PRAMIDHITA

(kesal)

Kemana perginya lelaki itu? Apa jangan-jangan dia sudah mati? Dasar tidak berguna!

PAUSE

Bagaimana jika dia tertangkap dan ditahan di tempat lain?

Prameswari Pramidhita memegangi perutnya lagi.

PARWATI

Ampun Gusti, ijinkan hamba memanggil tabib lagi.

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Aku tidak butuh tabib sekarang!

PAUSE

Bagaimana dengan tabib dari luar itu? Apa kau sudah menyelidikinya?

PARWATI

Sudah, Gusti. Nama tabib itu Damar. Dia masih sangat muda dan usianya belum genap dua puluh warsa. Dia adalah salah satu pelayan saudagar Zhi.

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Pelayan? Pangeran Gentala membawa seorang pelayan untuk mengobati Gusti Prabu? Apa dia kehilangan akalnya atau dia ingin membunuh Gusti Prabu?

PARWATI

Ampun Gusti Prameswari, tetapi hamba mendapat kabar jika kondisi Gusti Prabu membaik.

Prameswari menoleh dengan tatapan tidak percaya.

CUT TO:

59. EXT. HUTAN – MALAM

Yada dan pasukannya belum berhenti mencari jejak Nalendra. Pemuda itu bagai ditelan bumi. 

GIRIPUTRA

Sebaiknya kita kembali, Yada. Dia sudah terluka parah, meski kita tidak tahu keberadaannya sekarang, aku yakin dia sekarat atau sudah mati.

YADA

(ragu)

Dia memang terluka parah, jadi seharusnya dia tidak akan bisa bergerak jauh dari tempatnya jatuh.

GIRIPUTRA

Yada, kita harus kembali. Kita harus melapor pada Gusti Pangeran dan menunggu perintah selanjutnya.

Yada akhirnya mengalah. Benar jika mereka harus melapor pada Pangeran Gentala yang mungkin sudah menunggu kabar dari mereka.

CUT TO:

60. EXT. PAYODAPURA - PASAR – PAGI

Pagi di pasar Payodapura. Parwati kembali berkeliling pasar bersikap seperti pembeli pada umumnya yang menawar dari satu penjual ke penjual lain. Langkahnya mulai menjauh dari keramaian menuju seorang pemuda bercaping yang menggelar selembar kain untuk menawarkan sayuran dan buah-buahan yang dia jual.

Parwati berjongkok dan memilih-milih sayuran.

PARWATI

Sepertinya kisanak tidak mujur dalam berdagang. Berhentilah berdagang, Kisanak. Bagaimana jika ikut ke kebun saya untuk menebang pohon. Kisanak terlihat kuat dan memiliki tenaga yang besar.

Pemuda bercaping itu mengangkat kepalanya perlahan.

CU: Sebagian wajahnya yang terlihat cukup untuk menunjukkan pemuda itu adalah Nalendra.

CUT TO:

61. INT. KEDATON PRABU DHANANJAYA – KAMAR – SORE

Damar hampir tidak pernah meninggalkan sisi Prabu Dhananjaya yang dijaga ketat oleh Mahapatih Danadyaksa sendiri. Hanya sesekali Damar keluar untuk membuat ramuan obat dan urusan pribadi. Tidur pun dia bersimpuh dengan kepala tersandar sisi ranjang Prabu Dhananjaya. Sedangkan Mahapatih Danadyaksa tidak beranjak dari duduk bersilanya di depan ranjang. Dia tidak mempercayai Damar dan tidak akan meninggalkan tuannya sendirian bersama tabib asing itu.

Damar masih terkantuk-kantuk saat suara lirih dan serak memanggil suatu nama.

PRABU DHANANJAYA

Gentala…

Meski lirih dan serak, suara itu mampu membangunkan Damar dan Mahapatih Danadyaksa. Keduanya segera bangkit menghampiri Prabu Dhananjaya. Damar memeriksa denyut nadi Prabu Dhananjaya saat perlahan raja Payoda itu membuka mata.

Damar dan Mahapatih Danadyaksa saling berpandangan memancarkan kebahagiaan.

CUT TO:

62. INT. KEDIAMAN PRAMESWARI – MALAM

Parwati yang baru saja kembali dari luar kedaton segera menghadap prameswari. 

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Kemana saja kau, Parwati?

PARWATI

Ampun Gusti, hamba ke pasar Payodapura dan menemukan Nalendra. Hamba membawanya ke tempat yang aman sesuai perintah Gusti.

PRAMESWARI PRAMIDHITA

(mengambang)

Jadi dia masih hidup. 

PAUSE

Gusti Prabu Dhananjaya sudah membuka matanya sore ini. Tetapi aku tidak bisa menemuinya dengan kondisiku sekarang. Jadi, kau pergilah ke kedaton Gusti Prabu menyampaikan suka citaku dan, bawa tabib muda itu menemuiku.

CUT TO:


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar