Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Sandyakala Payodanagari "Gardajita"
Suka
Favorit
Bagikan
1. BAB 1

TEASER:

Potongan adegan pertarungan beberapa orang, peperangan besar, lalu tokoh-tokoh utama. Yada Ulung berhadapan dengan Nalendra di atas kapal. Pangeran Gentala menatap penuh ambisi singgasana raja. Laras bimbang menatap jarum akupuntur dan racun. Zhi Lan memandang kedaton dari kediaman tempatnya menjalankan perdagangan. Prameswari Pramidhita duduk dengan tatapan kosong sambil mengelus perutnya.  

MONOLOG: 

Sampai kapan ini akan berlangsung? Negara besar menguasai negara-negara lain yang lebih kecil. Pantaskah jika mereka menyebut diri mereka negara besar. Di mana letak kebesaran mereka? Kekuatan? Wilayah? Atau ambisi… Dari mana asalnya ambisi besar ini? Pemimpinnya? Atau dalam diri setiap manusia memang memilikinya. Lalu salahkah jika setiap orang memilikinya? Salahkah jika aku juga memilikinya? Mereka boleh saja menyebutku terlalu berambisi tetapi aku menyebutnya… Mimpi.

FADE OUT.

FADE IN:

1. INT. KEDATON PRAMESWARI - KAMAR – SIANG

Kamar prameswari yang luas terlihat remang-remang dengan semua pintu dan jendela yang tertutup. Hanya ada tiga orang di dalam kamar. Prameswari Pramidhita duduk di kursi, seorang tabib bernama Prawara bersujud di hadapannya. Dayang kepercayaan Sang Prameswari, Parwati, duduk bersimpuh di samping junjungannya.

PRAWARA

(ragu)

Gusti Prameswari tengah mengandung…
Tiga minggu.

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Enam minggu.

CU: Wajah Prawara dari samping. Keningnya berkerut.

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Sudah berapa lama kau mengabdi untuk kedaton ini, Prawara?

Prawara mendongak dan tatapannya bertemu dengan mata prameswari. Prawara kembali menunduk khawatir.

PRAWARA

Ampun Gusti Prameswari, sudah tiga puluh tahun.

Prameswari Pramidhita bangkit dari kursinya, berjalan menuju salah satu jendela di belakang Prawara, lalu membukanya. Cahaya dari luar mulai menerangi kamar itu.

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Kau menghabiskan lebih dari separuh usiamu di kedaton ini. Kau pasti merindukan kehidupan bebas di luar sana.

PRAWARA

(masih dalam posisinya)

Ampun Gusti Prameswari, hamba seorang tabib yang tidak menginginkan kehidupan bebas seperti seorang pendekar. Tidak pernah sekalipun terlintas di benak hamba untuk meninggalkan tugas mulia ini. 

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Tugas mulia?

(memandang langit)

Seperti yang kita tahu, saat ini wabah demam tengah menyerang wilayah selatan Payoda.

Prawara segera berbalik menghadap prameswari dengan posisi tetap bersujud.

PRAWARA

Ampun Gusti Prameswari, hamba, apakah hamba melakukan kesalahan?

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Kesalahan? Apa kau diam-diam berbuat salah?

CU: Keringat mulai menetes dari kening Prawara.

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Kau banyak berjasa pada keluarga ini dan sejujurnya aku masih membutuhkanmu. Tetapi sebagai prameswari negeri ini aku tidak boleh memikirkan diriku sendiri. Aku harus memikirkan rakyatku yang sedang menderita di luar sana.

PAUSE

Pergilah ke wilayah selatan untuk menyelamatkan orang-orang itu dan mencegah meluasnya wabah ke wilayah lain. Ini adalah tugas negara dan kau akan berangkat malam ini juga.

Prawara mendongak, memperhatikan Prameswari dengan penuh kewaspadaan. 

CUT TO:

2. INT. KEDATON PRABU DHANANJAYA – KAMAR – MALAM

Para prajurit berjaga di setiap sudut kediaman Prabu Dhananjaya. Di depan gapura, di semua sisi halaman, di balai utama, dan di depan pintu kamar. Di dalam kamar, Prabu Dhananjaya terbaring tak sadarkan diri di atas ranjangnya. Mahapatih Danadyaksa berdiri di samping ranjang. Seorang tabib bernama Widarpa duduk di samping Prabu Dhananjaya memeriksa nadinya.

CAMERA FOLLOW: Langkah Prameswari Pramidhita dan para dayang di belakangnya memasuki kediaman Prabu Dhananjaya mulai dari gapura, halaman, balai utama, hingga pintu kamar. 

Prameswari masuk dan para dayang menunggu di luar. Widarpa menjauh dari ranjang, menunduk memberi hormat pada prameswari. Mahapatih turut memberi hormat.

Mahapatih Danadyaksa memberi isyarat pada Widarpa untuk keluar. Widarpa berjalan keluar. Prameswari berjalan mendekat menuju ranjang. Keduanya berpapasan.

CU: Mata Widarpa yang melirik diam-diam ke arah prameswari. Perut Prameswari yang diliriknya.

Prameswari duduk di sisi ranjang, meraih tangan suaminya dalam genggaman.

MAHAPATIH DANADYAKSA

(setelah melihat pintu kamar tertutup)

Gusti Prameswari, 

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Segera umumkan, Prameswari negeri ini tengah mengandung selama enam minggu.

Mahapatih terkejut segera bersujud.

MAHAPATIH DANADYAKSA

(setengah berbisik)

Ampun Gusti,

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Kau tidak perlu memikirkan hal lain. Pikirkan anak ini akan menjadi pewaris tahta Payoda

(memegang perutnya).

MAHAPATIH DANADYAKSA

(resah)

Bagaimana dengan tabib itu?

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Tabib Prawara akan melaksanakan tugas negara.

CUT TO:

3. EXT. SUNGAI BANYUBIRU – PAGI

Sungai Banyubiru mengalir membelah hutan di luar Payodapura. Sungainya dangkal penuh bebatuan dengan air yang mengalir deras.

Sesosok tubuh manusia hanyut mengikuti aliran air sungai. Lalu berhenti tersangkut bebatuan.

CU: Ujung kaki bergerak ke badan bagian atas hingga kepala. Wajah Prawara. Pucat dengan mata membelalak. 

CUT TO:

4. EXT. PAYODAPURA – PASAR – PAGI

Keramaian yang tidak biasa di pasar. Pedagang dan pembeli membentuk beberapa kerumunan, bercakap-cakap dengan tampang serius.

PEMBELI 

Apa itu masuk akal? Gusti Prabu sudah terbaring sakit beberapa minggu tetapi Gusti Prameswari kini mengandung?

PEDAGANG 

Jaga bicaramu! Jika ada prajurit yang mendengar, kau bukan hanya akan diseret ke penjara. Mereka akan membuat kepalamu lepas dari tubuhmu.

Pembeli itu merasa ngeri, langsung memegangi lehernya sendiri.

PEMBELI LAIN

Benar. Hati-hati dengan ucapanmu. Aku dengar Gusti Prameswari sudah mengandung selama enam minggu sedangkan Gusti Prabu jatuh sakit sekitar tiga minggu yang lalu. Jadi itu bisa saja terjadi.

Pada kerumunan lain.

PEMBELI

Memang kau melihatnya sendiri?

PEDAGANG

Istriku dan temannya yang pertama kali melihatnya.

PEMBELI LAIN

Lalu?

PEDAGANG 

Mereka pergi untuk memanggil bantuan tetapi saat kembali ke sungai, jasadnya sudah menghilang.

PEMBELI

Mungkin saja istrimu berbohong.

PEDAGANG

Dia tidak pernah berbohong.

Seorang perempuan keturunan Tionghoa bernama Zhi Lan berjalan-jalan dengan telinga awas pada percakapan para pedagang dan pembeli di setiap kerumunan. Sebuah pedang panjang terkait di pinggangnya. Di sampingnya, seorang perempuan Jawa tetapi berpakaian tertutup seperti Zhi Lan. Perempuan bertubuh kekar bernama Tantri itu juga menggenggam pedang panjang di tangan kanannya.

ZHI LAN

Bayangkan jika informasi bisa diperjualbelikan secara terbuka seperti ini. Berapa banyak yang bisa kuhasilkan? Aku bisa mendapat banyak keuntungan.

(tertawa)

Aku tidak hanya akan menjadi saudagar yang menguasai tanah Jawa ini. Aku juga akan menguasai seluruh perdagangan hingga Sunda, Semenanjung Malaya, Sriwijaya, bahkan India.

(tertawa lagi mengkhayal)

TANTRI

Benar. Nona memiliki berbagai informasi dari seluruh penjuru negeri ini. Sayang, Nona hanya menyimpannya untuk diri sendiri. Haruskah kita mulai memperdagangkannya?

ZHI LAN

Bagaimana kita akan memperdagangkannya? Dengan menulisnya di selembar lontar? Orang-orang ini tidak akan mengeluarkan sepeserpun untuk selembar lontar yang berisi berita kematian seorang tabib kedaton. 

TANTRI

Benar. Tetapi Nona masih bisa menjual informasi rahasia pada orang-orang yang berkepentingan.

ZHI LAN

(berdeham, setengah berbisik bicara pada diri sendiri)

Aku masih mempertimbangkan itu.

Zhi Lan dan Tantri berhenti di depan sebuah bangunan luas nan mencolok bertulis “Kediaman Saudagar Zhi” di atas pintu gerbangnya. Sebuah bangunan berisi paviliun-paviliun bergaya Tionghoa di dalamnya. Bangunan itu berpagar dinding batu yang tinggi dan terdapat sebuah bangunan bertingkat yang terbuka di tengah areanya.

Zhi Lan dan Tantri menghampiri rombongan yang sudah menunggu mereka. Dua kereta barang, beberapa kuda, dan beberapa prajurit pribadi. Seorang prajurit melapor pada tuannya.

PRAJURIT

Semua sudah siap, Nona.

ZHI LAN

Baiklah. Ayo kita berangkat.

Zhi Lan dan Tantri naik ke punggung kuda masing-masing diikuti kelima prajuritnya. Rombongan itu meninggalkan kediaman Zhi Lan mengawal kedua kereta barang yang tertutup layaknya kereta berpenumpang manusia. 

CUT TO:

5. INT. KEDATON PRABU DHANANJAYA – KAMAR – SIANG

Prameswari Pramidhita memasuki kamar. Seorang tabib dan pelayannya baru saja selesai merawat Prabu Dhananjaya. Keduanya memberi hormat sebelum undur diri. Prameswari sempat meilirik ke arah keduanya.

Prameswari duduk di samping Prabu Dhananjaya yang belum sadarkan diri. Tangannya merapikan letak selimut lalu terhenti tiba-tiba.

CU: Wajah prameswari berubah tegang.

CUT TO:

6. INT. KEDATON PRAMESWARI PRAMIDHITA – BALAI UTAMA – SIANG

Prameswari mondar mandir di balai utama. Mahapatih Danadyaksa datang menghadap dan memberi hormat. Prameswari tergesa-gesa menghampirinya.

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Di mana tabib itu?

MAHAPATIH DANADYAKSA

Ampun Gusti Prameswari, siapa gerangan tabib yang Gusti tanyakan?

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Tabib yang merawat Gusti Prabu sebelumnya.

MAHAPATIH DANADYAKSA

Gusti Prameswari, tabib Widarpa memohon ijin untuk pulang selama beberapa hari.

PRAMESWARI PRAMIDHITA

(curiga)

Secara mendadak?

MAHAPATIH DANADYAKSA

Ampun Gusti, tabib Widarpa mendapat kabar duka dari kampung halamannya. Hamba tidak bisa mengabaikannya. Jadi hamba memberinya ijin untuk mengebumikan istrinya.

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Dia memiliki istri? Aku tidak pernah mendengar tentang istrinya. Bukankah sudah cukup lama dia mengabdi di kedaton ini?

Mahapatih Danadyaksa mendongak pelan. Wajahnya yang bingung tampak ingin menanyakan sesuatu. Melihat kilat kecurigaan di wajah Mahapatih, prameswari segera mengubah raut wajahnya.

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Aku hanya sedikit terkejut, dia meninggalkan tugas penting merawat Gusti Prabu. Di mana kampung halamannya? Aku harus mengirim seseorang untuk menyampaikan belasungkawaku.

MAHAPATIH DANADYAKSA

(Ragu)

Desa Tlatar, Gusti.

CUT TO:

7. EXT. KEDATON PANGERAN GENTALA – TAMAN SARI – SORE

Pangeran Gentala berjalan-jalan didampingi istrinya, Putri Danastri. Seorang prajurit menghadap dan memberi hormat. Pangeran melirik istrinya yang mengangguk lalu berjalan menjauh diikuti prajurit itu.

Prajurit itu melaporkan sesuatu yang membuat Sang Pangeran mengernyitkan kening. Pangeran mengangguk lalu pajurit itu undur diri.

Pangeran Gentala menghampiri Putri Danastri dan melanjutkan berjalan-jalan di sekitar taman. 

CUT TO:

8. INT. KEDATON PRAMESWARI PRAMIDHITA – TAMAN SARI – MALAM

Beberapa dayang berjaga di taman sari yang remang-remang diterangi obor di setiap sudutnya. Prameswari Pramidhita berjalan-jalan sendiri menjauhi para dayangnya. Sampai pada sebuah tanaman mawar yang rimbun, prameswari berhenti. Prameswari mendekat ke pagar dinding yang tingginya tidak sampai kepala.

PRAMESWARI PRAMIDHITA

(meraba tanaman mawar pelan)

Kau menjadi simbol bukan karena kecantikanmu melainkan durimu.

SOUND EFFECT: Suara burung hantu pelan.

Seorang lelaki mengenakan pakaian serba hitam dan penutup wajah dalam posisi memberi hormat meski tidak terlihat oleh tuannya. Nalendra, seorang pembunuh bayaran.

PRAMESWARI PRAMIDHITA

Desa Tlatar. Sampaikan mawar merah ini sebagai ucapan terima kasihku pada tabib Widarpa.

PAUSE

Lakukan dengan bersih. Jangan mengulangi kesalahan yang sama seperti terakhir kali.

SOUND EFFECT: Suara burung hantu lagi.

CUT TO:

9. INT. PASAR PAYODAPURA - MARKAS MAHAWIRA – MALAM

Pangeran Gentala menunjukkan sebuah lempengan emas berbentuk persegi dengan simbol awan yang mengelilingi garuda.

PANGERAN GENTALA

Aku belum memiliki bukti saat ini.

PAUSE

Jadi, aku bertindak atas nama ayahku, raja kerajaan ini, pemimpin negeri ini, Gusti Prabu Dhananjaya, yang telah memberiku kewenangan atas pasukan Mahawira, para prajurit khusus Kerajaan Payoda. Aku memerintahkan pada kalian untuk membawakanku bukti.

Di depan Pangeran Gentala berdiri beberapa pria bertubuh kekar berpakaian tertutup serba abu-abu tanpa aksesoris apapun selain pedang di tangan mereka. Secara serempak mereka menunduk mematuhi perintah. 

Pangeran Gentala mendekat pada prajurit paling depan, pemimpin pasukan, Yada Ulung. Pangeran memegang salah satu pundaknya.

PANGERAN GENTALA

Misi ini sangat penting. Tetapi tidak begitu berbahaya, jadi jangan ada yang mati.

Yada tidak berkata apa-apa. Hanya mengangguk mantap.

CUT TO:

10. EXT. MARKAS MAHAWIRA – KANDANG KUDA – MALAM

CU: Tiga pasang kaki kuda berlari meninggalkan kandang bersama penunggangnya masing-masing. 

Mereka meninggalkan wilayah Payodapura dan melintasi hutan dalam gelapnya malam.

CUT TO:


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar