Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
11. INT. DESA TLATAR - RUMAH WIDARPA – PAGI
Rumah Widarpa sangat sederhana berupa gubuk dari anyaman bambu. Dibangun jauh dari rumah-rumah lain, lebih dekat dengan hutan dan sungai. Menjorok ke dalam dari jalan utama dan tertutupi rerimbunan pohon bambu.
Laras tengah menulis di atas selembar lontar saat terdengar ringkikan kuda di luar. Dia berhenti untuk membuka pintu. Terlihat Widarpa, kakeknya meloncat turun dari kuda lalu berjalan masuk dengan tergesa-gesa. Melewati Laras di ambang pintu yang tidak diberi kesempatan menyapa.
WIDARPA
LARAS
(menyusul masuk)
WIDARPA
(serius)
Melihat tatapan kakeknya, Laras tidak bertanya lagi. Gadis itu masuk ke biliknya, mengambil selembar kain, membentangkannya di atas dipan. Laras merogoh kantong kecil berisi koin uang di bawah tumpukan pakaian, sebuah peti kecil di atas meja, dan sepotong pakaian. Laras keluar membereskan lembaran lontar yang dia tulis tadi. Masuk ke dalam bilik lagi dan membungkusnya bersama barang-barang lain.
Laras keluar dari bilik. Kakeknya juga sudah bersiap dengan bungkusan kain di pundaknya.
WIDARPA
Laras mengangguk. Widarpa menyeret lengan Laras membawanya keluar menuju kudanya.
WIDARPA
LARAS
(cemas)
WIDARPA
Laras sudah bersiap pergi tetapi kakeknya berpesan lagi.
WIDARPA
Laras mengangguk khawatir mendengar ucapan kakeknya.
CUT TO:
12. INT. KEDATON PRABU DHANANJAYA – KAMAR – PAGI
Pangeran Gentala masuk ke dalam kamar dimana Mahapatih Danadyaksa duduk bersila di depan ranjang. Mengetahui kedatangan pangeran, mahapatih memberikan hormat.
PANGERAN GENTALA
MAHAPATIH DANASYAKSA
Pangeran Gentala menarik napas berat, berjalan mendekati jendela diikuti oleh mahapatih. Menatap langit di luar sambil memikirkan sesuatu yang lain.
PANGERAN GENTALA
MAHAPATIH DANADYAKSA
PANGERAN GENTALA
MAHAPATIH DANADYAKSA
PANGERAN GENTALA
(bergumam)
Mahapatih tampak mencurigai sesuatu tentang junjungannya itu.
CUT TO:
13. INT. DESA TLATAR - RUMAH WIDARPA – SIANG
Nalendra menemukan rumah Widarpa sesuai petunjuk yang dia dapatkan. Lelaki itu turun dari kudanya dan melihat jejak kaki kuda yang meninggalkan halaman menuju jalan utama. Nalendra tetap masuk ke dalam rumah lebih dulu. Memeriksa tidak ada seorang pun yang bersembunyi di sana, Nalendra keluar. Naik ke punggung kudanya lagi lalu hendak melaju di jalan utama. Namun matanya yang jeli menangkap jejak lain menuju hutan. Setelah mengamati sejenak, Nalendra tetap mengikuti jejak kuda.
CUT TO:
14. EXT. DESA TLATAR – RUMAH WIDARPA - SORE
Yada dan kedua rekannya, Wira dan Giriputra, tiba di rumah Widarpa. Mereka turun dari kuda dan memeriksa sekitar dengan sikap waspada. Wira, yang bertubuh paling besar diantara dua rekannya, masuk ke dalam rumah. Giriputra memeriksa ke halaman samping dan belakang. Sedangkan Yada memeriksa jejak kaki manusia dan kuda di halaman rumah.
GIRIPUTRA
(kembali ke halaman depan)
WIRA
(keluar dari rumah)
GIRIPUTRA
WIRA
Yada yang mengikuti jejak kaki kuda menuju hutan diikuti kedua rekannya.
WIRA
GIRIPUTRA
(menunjuk jejak kaki kuda di jalan utama)
WIRA
YADA
WIRA
YADA
Wira dan Giri Putra mengangguk-angguk setuju. Mereka bertiga kembali naik ke kuda masing-masing dan melaju ke jalan.
CUT TO:
15. EXT. HUTAN – MALAM
Di dalam hutan, Laras setengah berlari dalam gelap malam. Dia mulai mengurangi kecepatan langkahnya karena kelelahan. Berhenti sejenak bersandar pada sebuah pohon untuk mengambil napas. Tanpa sadar dia mulai tertidur.
CUT TO:
16. EXT. PINGGIR SUNGAI – MALAM
Widarpa berhenti di dekat sungai untuk istirahat. Sementara kudanya minum dari air sungai, Widarpa tetap waspada. Kewaspadaannya beralasan. Bukan suatu kebetulan rekannya, Prawara, mati mendadak setelah mengetahui kehamilan Gusti Prameswari. Sialnya Prawara membagikan rahasia itu pada Widarpa sebelum dia meninggalkan kedaton.
WIDARPA
Tak lama kemudian, Widarpa tersentak mendengar derap kuda datang dan tiba-tiba saja seekor sudah muncul dari balik pepohonan bersama penunggangnya yang berpakaian segelap malam. Lelaki itu, Nalendra, turun dari kudanya sambil menghunus pedang. Widarpa lari ke dalam hutan lagi meninggalkan kudanya.
Dalam pelarian, Widarpa merogoh sesuatu dari dalam lilitan kain di pinggangnya, sebuah suar. Sambil berlari sambil berusaha menyalakan suar. Begitu api menyala pada sumbunya, Widarpa menembakkannya ke langit. Berharap siapapun bisa melihat dan membaca sinyal berupa pijar-pijar api yang tebentuk di langit malam itu. Nalendra yang turut membaca sinyal itu lebih mudah menemukan buruannya.
Widarpa tersungkur setelah sebuah kerikil melesat mengenai punggungnya. Bukan kerikil biasa.
Nalendra mempercepat langkahnya sambil menghunus pedang. Widarpa membalikkan badan, merogoh belati yang terselip di pinggang. Nalendra sudah mengayunkan pedang saat tiga kuda berlari mendekat. Nalendra dan Widarpa menoleh, Widarpa urung mengeluarkan belatinya. Namun Nalendra tetap menjalankan rencana. Sebuah tebasan pedang cepat.
Ketiga penunggang kuda yang datang, Yada, Wira, dan Giriputa, meloncat turun menghunus pedang masing-masing. Nalendra meloncat mundur setelah jelas melihat darah mengucur dari leher Widarpa. Wira dan Giriputra mengejar Nalendra. Yada buru-buru memeriksa Widarpa lalu menekan lehernya.
YADA
Widarpa menolak. Tersengal-sengal dan dalam sekaratnya, Widarpa mengeluarkan belati, menyerahkannya pada Yada.
WIDARPA
Yada ingin membantah tetapi suara benturan pedang mengalihkannya. Tak jauh darinya, Wira dan Giriputra bertarung melawan Nalendra. Baru sebentar kedua prajurit Mahawira itu sudah terkapar. Nalendra berencana menghabisi keduanya sekaligus, tetapi mendadak Yada sudah muncul menghadangnya. Yada dan Nalendra berhadapan.
YADA
Nalendra yang tidak berniat berbincang segera melancarkan serangan yang ditangkis oleh Yada. Giliran Yada yang menyerang dan ditangkis oleh Nalendra dengan mudah. Pertarungan berlangsung cepat. Yada dengan tenaga dalam yang besar dan serangan keras. Sedangkan Nalendra dengan gerak tubuh yang sederhana dan ringan, serta permainan pedang yang lincah. Tak butuh waktu lama Nalendra berhasil menggores tipis pinggang kanan Yada membuat pria itu terkejut dan meloncat mundur.
Baru saja menunduk melihat pinggangnya yang berdarah dan tidak memperhitungkan serangan berikutnya, Yada sudah mendapat tendangan tepat mengenai pinggangnya yang terluka. Yada terhempas ke belakang.
Nalendra yang tidak ingin memperpanjang pertarungan segera menloncat menghilang di balik kegelapan.
CUT TO:
17. EXT. DESA KALIGEDE - PAGI
Laras sampai di Desa Kaligede saat hari sudah pagi. Tiba di rumah Ki Abinawa, teman kakeknya itu menunggu di halaman bersama tiga lelaki berpakaian abu-abu. Laras mencengkeram buntalan kainnya erat.
KI ABINAWA
Laras bertanya-tanya. Merasa ragu dia mengambil satu langkah mundur.
KI ABINAWA
Meski mendengar nama itu, Laras tetap tampak curiga. Memahami raut itu, Yada pun melempar sebuah belati kecil yang jatuh tepat di depan Laras. Laras yang mengenali belati itu segera memungutnya.
LARAS
(menuduh)
KI ABINAWA
LARAS
(cemas)
KI ABINAWA
(tanpa ragu)
Dalam hati Yada dan kedua rekannya membenarkan ucapan Ki Abinawa yang tidak berbohong dalam menceritakan kondisi kakek Laras.
YADA
Laras curiga, waspada, sekaligus cemas.
CUT TO: