Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
48. INT. KEDIAMAN ZHI LAN – SERAMBI LANTAI DUA - MALAM
Zhi Lan tampak menanti seseorang di serambi atas seorang diri tanpa ditemani Tantri seperti biasa. Kediaman Zhi sudah tutup sejak malam semakin larut dan para pelayan sudah sibuk dengan urusan pribadi masing-masing.
Damar muncul dengan langkah ragu. Zhi Lan yang membelakanginya tidak menanyakan maksud kedatangan Damar karena jelas dia sudah tahu.
DAMAR
Damar meletakkan sebuah kotak peralatan akupuntur sementara Zhi Lan masih memandangi purnama penuh di atas langit kedaton.
ZHI LAN
DAMAR
ZHI LAN
Damar tak berkutik.
ZHI LAN
Damar menyalakan matanya seperti yang seringkali dia lakukan jika seseorang memancingnya.
DAMAR
Mata Damar berkeliaran mencoba mengingat-ingat. Lalu menyadari sesuatu.
DAMAR
ZHI LAN
DAMAR
(menuduh)
ZHI LAN
DAMAR
Zhi Lan baru membalikkan tubuhnya. Mata Damar sudah berapi-api menantangnya. Tetapi Zhi Lan masih santai menanggapinya.
ZHI LAN
Zhi Lan tersenyum. Bagi Damar itu bagai ejekan. Zhi Lan yang dia kenal selama beberapa pekan adalah perempuan yang sering mempermainkan perasaan orang lain dengan sikapnya. Dia selalu memasang wajah tenang dan senyum cerah tetapi tidak ada yang tahu apa yang ada di balik sorot matanya. Damar muak melihat wajah tersenyum itu.
ZHI LAN
Zhi Lan mencengkeram erat lengan Damar untuk meyakinkan ucapan berikutnya.
ZHI LAN
Damar gentar melihat kesungguhan di wajah Zhi Lan. Tetapi dia tidak butuh waktu untuk berpikir. Sesuai dugaan Zhi Lan.
DAMAR
(mantap)
Zhi Lan tersenyum puas, melepaskan cengkeraman tangannya dari lengan Damar.
CUT TO:
49. INT. KEDAI MAKAN – PAGI
Yada, Wira, dan Giriputra berkumpul di kedai makan markas Mahawira yang tidak pernah ramai di siang hari.
WIRA
YADA
WIRA
YADA
(pada Giriputra)
GIRIPUTRA
YADA
(khawatir)
GIRIPUTRA
YADA
GIRIPUTRA
WIRA
YADA
GIRIPUTRA
YADA
Wira dan Giriputra mengangguk.
CUT TO:
50. INT. KEDATON PRAMESWARI PRAMIDHITA – BALAI – PAGI
Beberapa pejabat tinggi kedaton menghadap Prameswari Pramidhita tanpa Pangeran Gentala dan Mahapatih Danadyaksa. Mereka duduk bersila di depan Sang Prameswari. Beberapa prajurit berjaga mengelilingi balai.
Salah seorang prajurit tampak memasang telinganya awas.
SENOPATI
Sebelum sempat melanjutkan ucapannya, Prameswari Pramidhita mengangkat telapak tangannya memberi tanda untuk berhenti.
PRAMESWARI PRAMIDHITA
Parwati yang bersimpuh di belakang junjungannya mengangguk patuh. Dia berjalan keluar balai dan menyampaikan perintah Sang Prameswari. Salah seorang prajurit merasa enggan pergi.
Begitu para prajurit menjauh, prameswari mempersilakan siapapun untuk bicara.
PRAMESWARI PRAMIDHITA
CUT TO:
51. INT. KEDATON PRABU DHANANJAYA - KAMAR – SIANG
Pangeran Gentala menggenggam tangan ayahnya. Di samping ranjang, mahapatih yang tak berhenti menjaga junjungannya, merasa prihatin.
Seorang prajurit datang menghadap. Pangeran Gentala yang mengenali prajuritnya, secara pribadi menghampirinya. Prajurit itu memberi laporan lalu undur diri. Mahapatih menyaksikan dari sisi ranjang Prabu Dhananjaya.
MAHAPATIH DANADYAKSA
PANGERAN GENTALA
(menghela napas berat)
CUT TO:
52. INT. KEDIAMAN SAUDAGAR ZHI – KAMAR ZHI LAN – MALAM
Selama beberapa malam, saat para pelayan di kediaman Zhi Lan sudah beristirahat, Damar justru harus begadang. Ditemani Zhi Lan dan Tantri, Damar berlatih teknik akupuntur di kamar Zhi Lan. Bahkan terkadang, Damar tertidur di kamar Zhi Lan bersama Tantri yang menjadi alat percobaannya.
Meski seringkali mendapat pelototan dari Tantri karena salah menusuk, Damar tidak gentar. Keinginannya untuk menguasai teknik itu bukan semata-mata demi mimpi lamanya menolong banyak orang. Tetapi menjadi pintu berikutnya untuk membalaskan kematian kakeknya.
Zhi Lan bukan hanya memberinya kesempatan untuk mempelajari teknik itu. Dia bahkan mengijinkan Damar untuk menggunakan tanaman herbal dan obat-obatan demi penelitiannya. Damar pun secara bebas dan tetap melapor dapat keluar masuk paviliun obat dan gudang.
CUT TO:
53. EXT. HUTAN PAYODAPURA – MALAM
Lewat tengah malam di pinggiran hutan yang masih di dalam wilayah Payodapura. Yada, Wira, dan Giriputra berjalan tanpa suara bagai tidak menginjak tanah mendekati titik dimana prajurit pengintai berada. Bersama mereka tak kurang dari sepuluh prajurit Mahawira lain yang berpakaian serba abu-abu.
Prajurit pengintai memberi isyarat aman. Rumah yang berada tak jauh dari pengintaian mereka tampak tenang. Obor menyala di keempat sudut halaman. Penerangan di dalam rumah pun hanya tampak remang-remang.
Yada memberi isyarat untuk membagi menjadi tiga kelompok yang masing-masing dipimpin olehnya sendiri, Wira ke kanan, dan Giriputra ke kiri. Mereka pun mengangguk dan mulai berpencar mengikuti pimpinan masing-masing.
Ketiga pasukan mengendap-endap mengepung rumah itu. Setiap prajurit siaga dengan tangan menggenggam gagang pedang di pinggang masing-masing. Begitu mencapai halaman rumah, tiba-tiba terdengar suara lolongan anjing hutan.
Para Mahawira terkejut bukan karena suara lolongan anjing hutan, melainkan menyadari itu adalah isyarat yang digunakan musuh. Untuk sesaat mereka berpikir masuk ke dalam jebakan namun nyatanya tidak. Isyarat itu hanya digunakan seseorang dari luar untuk membangunkan kawanannya yang ada di dalam.
Empat orang keluar dari rumah bersenjata pedang dengan mata awas kesana kemari mencari persembunyian musuh mereka. Tetapi mereka tidak berencana menantang berkelahi. Dua orang berlari mengambil kuda di halaman rumah dan dua orang lainnya mengambil obor dan melemparkannya ke dalam rumah.
Di saat yang sama Yada memberi perintah menyerbu karena menyadari tujuan mereka adalah untuk melarikan diri dan memusnahkan apa yang mereka miliki di dalam rumah.
YADA
Dua pasukan menyerbu keempat lelaki yang berusaha kabur dengan kuda mereka. Mereka menjegal dua kuda hingga penunggangnya terpelanting ke depan. Dua lainnya terkapar setelah mendapat tendangan dari prajurit Mahawira. Empat orang itu tak berdiam diri dan bergegas bangkit melayani dua pasukan yang mengeroyok mereka.
Satu pasukan berusaha memadamkan api yang mulai merembet ke dalam rumah menggunakan air yang ada di genthong luar dan sumur di halaman belakang.
YADA
Yada memperingatkan pasukannya dan peringatan itu malah menjadi undangan bagi yang dibicarakan. Nalendra meloncat dari balik pepohonan tempatnya mengamati, tiga meter di depan Yada.
Yada terkejut bukan main. Begitu juga dengan Wira dan Giriputra yang berhenti sejenak untuk memastikan lelaki berpakaian hitam dengan penutup wajah kain hitam pula. Mereka yakin lelaki itu adalah lelaki yang sama dengan yang mereka hadapi saat berusaha menyelamatkan tabib Widarpa. Tetapi wajah mereka menunjukkan rasa tidak percaya.
WIRA
Pertanyaan yang sama dengan Giriputra dan Yada. Mereka baru membicarakannya pagi tadi dan bagaimana bisa perkiraan mereka meleset.
GIRIPUTRA
Hanya ada satu kemungkinan yang bisa terpikir oleh Yada. Pesan yang mereka terima palsu dan Yada tidak ingin memikirkan alasannya.
YADA
Mendengar perintah Yada, keduanya kembali berkonsentrasi pada pertarungan di depan masing-masing. Sedangkan Yada bersiap melawan lelaki yang disebut tampan oleh Zhi Lan itu.
YADA
Nalendra mengernyitkan kening.
FLASHBACK:
Yada, Wira, dan Giriputra mengumpulkan informasi dari berbagai sumber. Mereka mendapat gambar wajah dari ingatan prajurit pengintai diperjelas dengan kesaksian Zhi Lan yang mulai mengikuti Nalendra setiap berjalan-jalan di pasar. Mereka pun mendapat catatan dari pejabat penjaga pelabuhan dan penjaga perbatasan darat. Siapa saja yang keluar masuk wilayah Payoda melalui jalur laut dan darat, mereka memiliki catatannya. Zhi Lan pun sudah memberikan informasi penting mengenai jurus-jurus yang kemungkinan dimiliki targetnya.
YADA
Yada pun menyerang tanpa basa basi lagi dengan mengingat pesan Zhi Lan untuk menghadapi Nalendra.
ZHI LAN
Nalendra dengan cekatan menghunus pedangnya dan menangkis serangan membabi buta dari Yada. Lelaki itu tampak santai menghadapi Yada untuk yang kedua kalinya. Dengan mudah Nalendra memberi tendangan pada titik sama yang pernah disayat oleh Nalendra pada pertarungan pertama mereka. Yada terhempas ke belakang keras dan cepat bagai tersapu badai yang hanya terpusat padanya. Punggungnya menubruk batang pohon hingga menimbulkan suara berdebum.
NALENDRA
(tenang)
Untuk pertama kalinya Nalendra bicara. Membuat Yada tampak antusias dan segera bangkit.
YADA
Ucapan Yada berbanding terbalik dengan napasnya yang memburu. Tetapi dia berusaha menata pernapasan dan mengulur waktu dengan bicara.
NALENDRA
Kali ini Nalendra menyerang. Dia tidak sabar menghadapi lelaki lemah yang bersikap sok kuat dan banyak bicara. Jadi dia memutuskan mengakhirinya dalam serangan berikutnya.
Nalendra mengayunkan pedang pada Yada yang sudah siap menangkis dengan pedangnya. Kedua pedang berbenturan menghasilkan bunyi dan percikan api. Bunyi benturan pertama memiliki jeda sebelum benturan-benturan berikutnya yang membentuk irama.
Empat orang kawanan Nalendra sudah terikat menjadi satu di sisi halaman. Sebagian rumah sudah hangus dan sebagian berhasil diselamatkan. Wira, Giriputra, dan pasukannya kini mengamati pertarungan Yada dan Nalendra sambil terus bersiaga jika mereka dibutuhkan.
Pertarungan tampak tidak imbang dimana Yada terus bertahan dan Nalendra terus menyerang. Nalendra memiliki gerakan yang ringan dan lincah. Serangannya tampak lambat dan tak bertenaga. Tetapi begitu mengenai sasarannya, ujung bagian tubuhnya bagai mengeluarkan tenaga yang luar biasa.
Yada terhempas lagi ke belakang. Ucapan lain Zhi Lan terlintas olehnya.
ZHI LAN
Yada bangkit dan tersenyum seraya bergumam sendiri.
YADA
(bergumam)
Yada meloncat melancarkan serangannya lagi. Baik dengan pedang di tangan kanan, tangan kiri yang kosong, maupun tendangan dari kedua kaki, Yada mengeluarkan semua untuk menyasar semua bagian tubuh dari lawannya.
Nalendra sempat mengernyitkan kening. Lawannya mencoba membingungkannya dengan serangan tak menentu dari segala arah. Hingga pada suatu titik, Nalendra melihat kelemahan Yada yang tanpa pertahanan, Nalendra menyayat di sana. Tetapi Yada bergeming dan membuat Nalendra membeku pada satu detik. Pada detik itu juga, tenaga dalam Yada sudah terkumpul di tangan kiri yang menyerang tepat mengenai dada lawannya.
Nalendra membelalak. Tak sempat memahami gerakan lawannya, tubuhnya terhempas jauh dan keras ke belakang hingga keluar dari arena pertarungan. Terdengar bunyi gemersak yang membuat Yada segera mengejar. Wira pun mengikuti bersama pasukannya.
Yada meloncat ke dalam hutan dan dalam beberapa loncatan dia sudah berdiri di tepi jurang yang di bawahnya mengalir sungai. Wira dan pasukannya ikut terhenti dengan mulut menganga. Pukulan Yada begitu kuat hingga mengirim lawannya masuk ke jurang.
Mereka melongok ke bawah yang tak terlihat dalam keadaan gelap. Tetapi mereka sempat mendengar bunyi sesuatu yang tercebur ke sungai.
YADA
CUT TO:
54. EXT. HUTAN PAYODAPURA – PAGI
Dua pasukan dipimpin Wira meninggalkan hutan kembali ke kedaton membawa keempat kawanan Nalendra. Sementara Yada dan Giriputra bersama satu pasukannya menyusuri sungai mencari tubuh Nalendra. Matahari sudah tinggi tetapi pencarian mereka belum membuahkan hasil.
GIRIPUTRA
YADA
(ragu)
GIRIPUTRA
YADA
(bergumam)
Tak jauh dari Yada dan pasukannya mencari, sudah terlewati dan tertutupi di dalam rerimbunan hutan, Damar menyeret pemuda yang pernah ditubruknya di pasar. Nalendra yang penutup wajahnya sudah menghilang entah kemana. Damar menyandarkan tubuhnya pada akar batang sebuah pohon.
Damar memeriksa nadi di pergelangan dan leher Nalendra. Wajahnya panik saat sulit untuk merasakan detaknya. Damar membuka pakaian atas Nalendra. Matanya membulat tegang menemukan cap telapak tangan menghitam di dada pemuda itu.
Damar bergegas membongkar isi keranjang yang biasa dia bawa untuk mencari tanaman obat di hutan. Dia tidak memiliki waktu untuk berpikir selain menyembuhkan pemuda yang jantungnya hampir tidak berdetak itu. Damar sangat bersyukur menemukan peralatan akupuntur di balik tanaman obat di dalam keranjangnya.
Tetapi Damar menjadi ragu dan mulai bicara melantur pada pemuda yang kehilangan kesadaran itu.
DAMAR
(panik)
NALENDRA
Damar bagai tersengat lebah. Pemuda di depannya jelas mengatakan sesuatu. Bibirnya bergerak dan matanya mulai terbuka perlahan.
CU: Wajah Damar yang pertama kali dilihat begitu membuka mata.
NALENDRA
Nalendra kehilangan kesadaran lagi. Damar menggoyangkan tubuhnya yang tidak bereaksi. Damar ketakutan, panik, dan gusar. Tetapi kata-kata terakhir kakeknya terngiang di telinga. Damar menarik napas panjang tiga kali lalu seolah ingatannya kembali, tangannya mulai membuka peralatan akupunturnya.
Damar menusuk titik-titik vital di tubuh Nalendra sesuai catatan yang telah dia pelajari. Dia melakukannya dengan tenang dan penuh kesadaran. Setelah semua jarum habis terpasang, Damar tidak diam menunggu. Dia menggunakan tanaman yang ada di keranjangnya dan pergi sebentar mencari tanaman obat lain. Damar membuat racikan obat dengan bahan seadanya yang bisa dia temukan. Saat obat itu siap, Damar memeriksa nadi Nalendra. Awalnya dia merasa gugup karena belum bisa merasakannya. Tetapi perlahan mata Damar bersinar seolah baru saja menghidupkan kakeknya yang sudah mati.
Damar bisa merasakan kembali denyut nadi pemuda itu meski masih lemah. Damar merasa sangat bahagia dan bersemangat untuk melakukan perawatan lanjutannya.
CUT TO:
55. INT. KEDIAMAN SAUDAGAR ZHI - SORE
Zhi Lan memainkan jari-jari tangannya di atas meja di serambi atas. Jarang dia melakukan hal itu yang menjadi pertanda jika dia sedang mencemaskan sesuatu. Meski wajahnya dan sikapnya masih tenang, isi kepalanya terus berputar.
Tantri muncul dari tangga dan Zhi Lan segera menghentikan permainan jarinya. Wajah Tantri memerah kesal.
TANTRI
ZHI LAN
TANTRI
ZHI LAN
(yakin)
TANTRI
ZHI LAN
Tantri mengembangkan senyuman lebar mendengar kata berburu. Zhi Lan memandang ke arah kedaton. Langit yang berwarna keemasan perlahan tetapi pasti berubah menjadi gelap.
Zhi Lan bangkit setelah menunggu dengan sabar. Tantri yang sejak tadi tidak meninggalkan tuannya ikut bangkit.
ZHI LAN
Tantri mengangguk patuh. Dia pun segera memberi isyarat dari atas pada prajurit penjaga untuk menutup pintu gerbang. Namun sebelum itu terjadi Damar sudah muncul dengan tergesa-gesa.
Zhi Lan dan Damar saling bertatapan dari kejauhan.
ZHI LAN
(tersenyum)
TANTRI
(mengelak)
Zhi Lan berjalan turun meninggalkan Tantri yang melongo.
CUT TO: