Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
El Jamal : Kota, Darah, & Kejahatan Di Dalamnya
Suka
Favorit
Bagikan
15. BAB VI : MAGIS (PART II)

INT. RUMAH MBAH IYAT - SORE

Mbah Iyat muncul dari dalam kamarnya dengan membawa peti kayu, dan berjalan menghampiri El Jamal yang tengah duduk di dipan. 

MBAH IYAT

Semalam sebelum ayahmu mati, aku sudah mengetahuinya di dalam mimpiku. Dulu, ketika ayahmu masih seumuran-mu dulu, sempat aku tawari ilmu-ilmu magis padanya. Dan sama sepertimu, dia menjawab, "orang-orang yang memakai jimat dan kesaktian apa pun itu, adalah orang-orang yang tidak percaya diri pada dirinya sendiri!" Itu ada benarnya. Tapi, hidup ini keras, Bung! Orang-orang saling siku-saling tendang, dan hanya orang-orang kuatlah yang jadi pemenang! Jika kau ingin menjadi pemenang, apalagi ingin menjadi penerus... siapa, Cobra?

El Jamal terheran mengapa bisa Mbah-nya itu mengetahui tentang rencananya.

EL JAMAL

Sebentar, Mbah! Jelaskan kepadaku kenapa Mbah bisa tahu sejarahku, dan semua hal tentangku, yang padahal aku sama sekali tidak pernah bercerita pada Mbah sebelumnya.

Mbah Iyat tersenyum.

MBAH IYAT

Tanpa sesuatu yang magis dalam diriku, Anak Muda, aku tidak akan mungkin hidup sampai serenta ini. Oleh karena itu jugalah aku bisa bertahan hidup ketika perang, juga selamat ketika tragedi '65.

EL JAMAL

Jadi Mbah punya ilmu semacam kesaktian yang dapat membaca pikiran seseorang? Dan juga, ue... tubuh yang kebal terhadap senjata apa pun?

MBAH IYAT

Itu sebab Mbah menujukan ini (peti) padamu.

Mbah Iyat membuka peti tersebut dihadapan El Jamal. Ada banyak jimat di dalamnya. 

MBAH IYAT

Nih, kau ingin tau ini apa? 

Ia mengambil jimat dari bahan kuningan yang bergambar perempuan telanjang. Ada lubang kecil pada kemaluan jimat tersebut. 

MBAH IYAT

Kau tahu ini apa? Ini untuk perempuan. Kau hanya perlu mengambil sehelai rambut dan memasukkan rambut itu ke dalam lubang kecil di kemaluannya. Dan percayalah, perempuan yang kau ambil rambutnya itu akan tergila-gila padamu. 

El Jamal tersenyum lebar. 

EL JAMAL

Wih! Boleh juga tuh, Mbah! 

MBAH IYAT 

Tapi wajahmu sudah tampan. Kau tak perlu yang satu ini. 

EL JAMAL 

Perlu kok, Mbah! Perlu banget malah! 

MBAH IYAT 

Anak Mesum! 

EL JAMAL 

(sembari menunjuk ke arah badik) )

Kalau yang ini, Mbah? 

Mbah Iyat mengeluarkan Badik Bugis berukuran kecil dari peti. 

MBAH IYAT 

Kalau yang satu ini, El Jamal, ini untuk bertarung. Kau tak perlu menggunakannya untuk menusuk seseorang. Cukup hanya di selipkan saja di celanamu, dan kau akan kebal terhadap senjata apa pun. Tapi sebelum itu, kau harus berpuasa dan ... 

(Mbah Iyat teringat sesuatu)

Sebentar, aku ingin menunjukkanmu sesuatu. 

Mbah Iyat beranjak masuk ke dalam kamarnya, dan kembali membawa "sesuatu" itu yang di lapis oleh kain. Di hadapan El Jamal, Mbah Iyat menyingkap kain itu perlahan. Dan kita melihat sebuah pistol buatan Jepang, Nambu tipe 14.

EL JAMAL 

(takjub)

Pistol Belanda ini, Mbah? 

MBAH IYAT 

Bukan! Jepang punya ini. Nambu 14. Aku mendapatkannya ketika menjadi prajurit dulu. Nah, sebelum aku di penjara di Pulau Buru, aku menguburnya di belakang rumahku yang dulu. Kini, rumah itu telah di tempati oleh seorang tentara. Mereka mengambilnya dariku. Tapi nasib baik, aku masih bisa mendapatkan senjata ini kembali. 

EL JAMAL 

Boleh aku pegang, Mbah? 

MBAH IYAT 

(sembari memberikannya)

Silahkan... 

Dengan takjub El Jamal menilik pistol tersebut. 

EL JAMAL 

Telah berapa nyawa yang Mbah renggut dengan pistol ini? 

MBAH IYAT 

Banyak! 

EL JAMAL 

Lebih dari seratus? 

MBAH IYAT 

(tertawa dan mengangguk-angguk) )

Ya, mungkin lebih dari seratus. 

Mbah Iyat beranjak mengambil peti yang lain. Peti yang berisi bako dan pahpir. 

EL JAMAL 

Mbah akan mewariskannya kepadaku, kan? 

MBAH IYAT 

Tentu saja, El Jamal, semua yang aku punya boleh kau miliki. Aku akan mewariskannya padamu, termasuk jimat-jimat dan -- 

EL JAMAL 

Termasuk pelet untuk perempuan juga kan, Mbah? 

MBAH IYAT 

Ya, semuanya. Tapi nanti setelah aku mati... 

(sembari melinting)

Entahlah, El Jamal, aku sudah bosan hidup. Kau tau, sebelumnya, aku tak ingin mati sebelum Si Jendral Tua itu mati. Setidaknya aku bisa mengalahkan dia dalam umur. Tapi, setelah menyaksikan keruntuhannya, itu semua sudah cukup. Sekarang, keinginanku cuman satu, menjumpai Hayati di surga. 

El Jamal ketawa. 

EL JAMAL 

Memangnya Mbah akan masuk surga? 

MBAH IYAT 

Tentu saja, El Jamal, aku akan masuk surga. Perlu kau tahu, dari sepanjang hidupku, kebahagiaanku cuman hanya tiga. Pertama, adalah ketika negeri ini merdeka, yang kedua adalah ketika aku menikahi Hayati, dan yang terakhir, yang ketiga, adalah ketika aku menyaksikan runtuhnya rezim keparat si Jenderal Tua itu. Sementara sisanya hanya penderitaan dan penderitaan. 

El Jamal mengangguk dan menghela nafas panjang setelahnya. Mbah Iyat menyulut lintingannya.

DISSOLVE TO:

EXT. RUMAH MBAH IYAT - HALAMAN BELAKANG - SORE

EL JAMAL

Mbah bilang kalau aku hanya perlu berpuasa. Tapi mengapa sekarang aku harus di kubur hidup-hidup!? 

El Jamal di kubur sampai tersisa hanya bagian kepala. Mbah Iyat berdiri tak jauh di hadapannya. 

MBAH IYAT 

Semua itu agar kau menyatu dengan alam... dengan bumi! Itu sebabnya kau harus di kubur. Menjadi bagian darinya. Sudahlah, El Jamal, jalani saja apa yang kukatakan. 

EL JAMAL 

Ya! Tapi sampai kapan? 

MBAH IYAT 

44 hari! 

Mbah Iyat masuk ke dalam rumah. 

EL JAMAL 

Apa!? 44 hari!? Jangan bercanda, Mbah! Mbah ke mana? Jangan pergi! Jangan tinggalkan aku sendirian di sini. Aku bisa mati di makan ajak, Mbah! Lepaskan aku, Mbah! Nggak apa-apa aku nggak kebal juga...

INT. RUMAH MBAH IYAT - CONTINUOUS

Di dalam rumah, Mbah Iyat mengintip El Jamal melalui jendela. Ia tersenyum dan menghisap lintingannya.

EXT. RUMAH MBAH IYAT - HALAMAN BELAKANG - MALAM

El Jamal menangis. Ia tampak lemas dan pasrah. 

EL JAMAL

(dengan lemas)

Angkat aku kembali, Mbah... Lepaskan aku dari sini... 

Perlahan, El Jamal terlelap. 

Pada tengah malam. Seekor ULAR PITON berukuran besar tiba-tiba muncul dari arah semak-semak. Ular itu bergerak dan berhenti di hadapan El Jamal. Mukanya berhadap-hadapan langsung dengannya. 

El Jamal terbangun. Ia terkejut dan ketakutan. 

EL JAMAL

(terkejut)

Bua.. Buaa... Buanggsaaatttt! Tolonggg! Mbah! Tolong aku! Ada ular! Tolong aku, Mbah! Toloongg!

Ular itu menatap El Jamal dengan tenang. Perlahan, ketakutannya mengendur. 

EL JAMAL 

Ngapain kau disini? Plis! Aku mohon, jangan makan aku...

TIME LAPSE: dari siang sampai malam. Berkali-kali.

MINGGU KE I.

El Jamal begitu lemas. Bibirnya kering. Rambutnya mulai menggimbal dan wajahnya telah mengumal. 

Di dahan pohon mangga pada malam hari, kita melihat KERA PUTIH berdiri sambil melihat ke arah El Jamal. Kera putih itu turun menghampirinya dan memegang kepala El Jamal. Setengah tersadar, El Jamal melihat wujud kera putih tersebut.

MINGGU KE II

TIME LAPSE dari siang dan malam. Berkali-kali.

Di antara time lapse itu, kita berhenti sejenak. Hujan turun dan El Jamal menengadahkan wajahnya dengan mulut yang menganga.

Pada malam harinya, seekor HARIMAU datang dan berdiri di hadapan El Jamal. 

EL JAMAL 

(dengan lemas & pasrah)

Kau ingin memakanku? Makanlah. Aku tidak peduli. 

Harimau itu duduk di hadapan El Jamal.

MINGGU KE III

TIME LAPSE dari siang dan malam. Berkali-kali.

Pada malam harinya, di hari terakhir, beratus-ratus ribu kunang-kunang berdatangan. Mengelilingi El Jamal. El Jamal takjub menyaksikan itu semua terjadi.

EXT. RUMAH MBAH IYAT - HALAMAN BELAKANG - PAGI

Mbah Iyat keluar dari rumah dan membangunkan El Jamal. 

MBAH IYAT 

(sembari menampar-namparnya)

Hei, hei! Bangun, Anak Muda! 

EL JAMAL 

(dengan selemas mungkin)

Apa? 

El Jamal kembali tak sadarkan diri.

Setelah di angkatnya dari kubur, Mbah Iyat memapah El Jamal yang begitu lemas dalam keadaan telanjang ke sumur. 

INT. RUMAH MBAH IYAT - CONTINUOUS 

Mbah Iyat memandikannya. Setelah memandikannya, dengan diselimuti handuk, ia memapah El Jamal ke ruang tengah. 

El Jamal duduk di dipan dengan menggigil.

Mbah Iyat memberikannya segelas teh hangat. 

MBAH IYAT 

Seperti bayi, kini kau terlahir kembali. Suci dan murni!

DISSOLVE TO:

INT. RUMAH MBAH IYAT - KAMAR - MALAM

Di atas ranjangnya, Mbah Iyat dengan tenang tengah bersemedi. Telanjang bulat. Tak lama dari, dari punggung, tangan, dan seluruh tubuhnya, mengeluarkan cahaya kecil berwarna kuning. Beterbangan ke langit. 

EL JAMAL (V.O.) 

Hari itu, ia memutuskan untuk melepas semua kesaktian dan hal magis yang tertanam di dalam tumbuhnya... yang selama ini telah menghambatnya dari kematian.

INT. RUMAH MBAH IYAT - KAMAR - AWAL PAGI

El Jamal tengah menyeduh teh hangat. Ketika mengocekkan tehnya itu, ia terheran sebab biasanya Mbah Iyat telah bangun lebih dulu.

El Jamal pun masuk ke kamar Mbah Iyat. Ketika menyingkap tirainya, ia mendapati Mbah Iyat tengah tertidur. El Jamal menghampiri Mbah Iyat dan membangunkannya. Namun ketika ia menyentuh tangan Mbah Iyat, kulitnya terasa dingin sedingin es. El Jamal terkesiap. Ia mundur selangkah ke sudut ruangan dengan mulut yang menganga. Matanya berkaca-kaca sambil memandang Mbah Iyat yang ternyata kini telah tiada.

EXT. PEMAKAMAN MBAH IYAT - SORE

El Jamal berdiri dengan tubuh kotor dilumuri lumpur memandang papan nisan. Di tangannya terdapat cangkul. Ia baru saja selesai menguburkan Mbah Iyat. Kita bergerak ke arah papan nisan yang tengah dipandangi oleh El Jamal. Papan nisan itu bertuliskan:

"BERSEMAYAM DI SINI

RUHIYAT

1929 - 1999

SUKARNOIS" 

EL JAMAL (V.O.) 

Hidup terasing seorang diri di negeri di mana kau terlibat langsung ketika memperjuangkan kemerdekaannya, pada akhirnya harus mati dengan cukup mengerikan sebagai eks-tapol yang dicap komunis. Tak ada seorang pun yang sudi hadir dalam pemakaman-mu, bahkan hanya sekedar membantu menguburkannya. Semoga kau tenang dan damai di alam sana, Mbah. Dan pasti!

INT. RUMAH MBAH IYAT - SIANG

El Jamal memandang Nambu 14 tersebut di genggamannya. Cukup lama. Sebelum akhirnya ia masukan ke dalam tas gendongnya.

DISSOLVE TO:

INT. RUMAH PAMAN ALEK - MALAM

Dengan hati-hati Marselano menyeduh kopi dengan proses V60. Setelah selesai, kopinya itu ia bawa ke teras depan. Sebelum ke teras, di ruang tengah, Marselano mengambil buku "One Hundred Years of Solitude - Gabriel Garcia Marquez".

EXT. RUMAH PAMAN ALEK - TERAS - CONTINUOUS

Di teras, Marselano menyeruput kopinya dan menyulut sebatang rokok. Setelah itu, ia mulai membaca bukunya. 

Tak lama kemudian, DATSUN-620 tiba. Paman Alek turun. Di tangannya, ia membawa koran. 

PAMAN ALEK 

Kau sudah membaca koran hari ini, Marselano? 

Koran itu dibanting tepat di hadapan Marselano. Sementara Paman Alek masuk ke rumah, Marselano mengambil koran tersebut dan membacanya. Di bahwa headline berita yang bertuliskan, "PERANG ANTAR KAMPUNG KEMBALI TERULANG DI KOTA RAMUNDA", terdapat sebuah gambar kerusuhan massa. Pada gambar tersebut, di antara banyak orang, kita melihat El Jamal sedang berteriak sambil mengepalkan tangan.

FADE TO BLACK.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar