Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
El Jamal : Kota, Darah, & Kejahatan Di Dalamnya
Suka
Favorit
Bagikan
14. BAB VI : MAGIS (PART I)

EXT - DI SEBUAH PEDALAMAN DESA DI PULAU JAWA - PERSAWAHAN - PAGI

Kita melihat beberapa landscape persawahan yang indah dan asri.

JOSE (V.O.) (SINGING)

Tak mungkin hilang

Irama dan lagu

Bagaikan kembang

Senantiasa bermadu

Andai dipisah

Lagu dan irama

Lemah tiada berjiwa, hampa...

EXT. RUMAH SAUNG - PAGI

Kita mengikuti langkah kaki sepatu boots. Langkah kaki itu menaiki tangga dan berhenti di depan sebuah pintu. Terdengar suara gembok yang di buka. Kemudian, barulah kini kita dapat melihat El Jamal masuk ke dalam rumah-saung tersebut.

INT. RUMAH SAUNG - CONTINUOUS

Di dalam, El Jamal menyiapkan alat tangki semprot. Ia memasukkan sederigen cairan pembasmi hama ke dalamnya. Selepas itu, ia kenakan tangki tersebut dan berjalan keluar.

EXT. PESAWAHAN - CONTINUOUS

El Jamal berjalan menyusuri pematang. Di persimpangan ia turun ke sawah dan mulai menyemprot.

DISSOLVE TO:

EXT. DI SEBUAH DESA DATARAN TINGGI - JALAN - PAGI

Halimun menyelimuti jalanan yang berkelok dan menanjak. Di ujung sana, kita dapat melihat sebuah gunung yang sebagiannya diselimuti kabut. Tak lama dari itu, sebuah mobil pick-up DATSUN-620 warna kuning melintas.

EXT. DATSUN-620 - CONTINUOUS

Di dalam mobil Marselano tengah mengendarai sambil merokok. Di sebelahnya, ada PAMAN ALEK, 48 tahun, tengah duduk manis mengamati jalan.

EXT. SAUNG - CONTINUOUS

Di antara pepohonan tinggi menjulang, kita melihat dari kejauhan DATSUN-620 berhenti di depan saung. Marselano dan Paman Alek turun dan masuk kedalam saung.

INT. SAUNG - CONTINUOUS

Di dalam saung, keduanya mempersiapkan diri; mengenakan sepatu boots, sarung tangan, dan perbekalan.

EXT. KEBUN KOPI - CONTINUOUS

Marselano berjalan di antara kebun kopi. Di ujung pedalaman kebun kopi, ia mulai melakukan pemangkasan tunas kipas.

EXT. KEBUN KOPI - LATER

Di bawah pohon Lamtoro, Marselano beristirahat. Ia meminum kopi yang dibawanya dengan termos, dan menyulut sebatang rokok. Ia tampak kelelahan. Area kepalannya dikucuri oleh keringat.

E/I. TEMPAT PENCUCIAN & PENJEMURAN KOPI - SIANG

Kita mengikuti Marselano yang sedang melihat-lihat bagaimana proses pengolahan ceri merah kopi sampai menjadi biji kopi.

Di mulai dari pemilihan ceri kopi merah yang di rendam dengan air. Ceri kopi merah yang mengapung, oleh seorang pegawai, dipisahkan dengan ceri kopi merah yang tenggelam.

Maju lagi sedikit, di tempat penggilingan basah, Marselano melihat seseorang tengah menuangkan ceri kopi merah (yang sudah di pilih) ke dalam mesin pengupas kulit dan daging kopi. Di bawah mesin tersebut terdapat bak penampung, dan seseorang telah menunggu di sana untuk meratakan biji kopi yang akan di rendam di dalam bak tersebut.

Selanjutnya, seorang dari dalam gedung melewati Marselano sambil membawa dua keranjang kopi dengan troli menuju ke penjemuran. Di penjemuran, kita melihat beberapa pegawai tengah menjemur biji kopi. Marselano menoleh ke arah gedung di mana munculnya orang itu. Dan masuk ke dalam. 

Di dalam, kita melihat sebuah mesin penggilingan kering. Dua orang pegawai tengah memasukkan biji kopi di dalam karung ke dalam mesin tersebut. Marselano mengamati mereka. Kemudian, pandangannya berpaling ke arah seseorang yang tengah menadah kopi yang telah digiling tersebut dengan karung goni. 

Selepas itu, Marselano melihat dua orang tengah menaikkan 4 karung kopi ke troli dan membawanya ke penjemuran yang lain. Marselano mengikuti mereka.

Di lapang, Marselano mengamati beberapa pegawai yang tengah menjemur kopi. Lalu ia bergerak ke arah kopi yang sedang di jemur. Duduk di sana dan mengambil segenggam kopi, lalu menciumnya.

Tak lama dari itu, Paman Alek memanggil. 

PAMAN ALEK 

Marselannooo! 

Marselano menoleh ke arah Paman Alek yang berdiri di ambang pintu. Paman Alek memberi gerakan tangan: Kemari!

Marselano menghampirinya. 

Setibanya di sana, Marselano mendapati Paman Alek tengah memberikan uang kepada pemilik tempat tersebut.

PAMAN ALEK 

(kepada Marselano)

Angkut ini ke mobil. 

Terdapat dua buah karung goni berukuran besar. Paman Alek membantu menaikkan karung tersebut ke pundak Marselano. Satu karungnya lagi, yang di bantu oleh pemilik tempat tersebut, di bawa oleh Paman Alek.

EXT. PESAWAHAN - SIANG

Dari kejauhan kita melihat El Jamal masih melakukan pekerjaannya menyemprot hama. Tak lama dari, munculah MBAH IYAT, 80, dan berseru memanggilnya. 

MBAH IYAT 

JAMAALL! 

El Jamal berhenti dan menoleh ke arah Mbah Iyat. 

EL JAMAL 

APAAA? 

MBAH IYAT 

KEMARI!!! 

EL JAMAL 

KENAPA??? 

MBAH IYAT 

Kita makan siang! 

EL JAMAL 

OKE! 

Mbah Iyat berlalu.

EXT. SAUNG - DIPAN - CONTINUOUS

Mbah Iyat membawa dua buah piring dari dalam saung ketika El Jamal datang setelah membersihkan dirinya di saluran air. Lauk pauk berupa ayam goreng, tahu-tempe, lalapan, sambal bawang, dan sebakul nasi ukuran kecil telah tersaji di hadapan mereka. Semua masih dalam keadaan hangat. 

EL JAMAL 

Widih... makan ayam nih, kita. 

El Jamal mengambil tempat. 

MBAH IYAT 

(sembari memberikan piring kepada El Jamal) )

Hari ini hari yang baik untuk makan ayam, El Jamal. 

EL JAMAL 

Bah! Kenapa? Menurutku semua hari, baik untuk makan ayam! 

El Jamal dan Mbah Iyat bergantian mengambil nasi. 

MBAH IYAT 

Kau ingin tahu kenapa? 

EL JAMAL 

Kenapa? 

MBAH IYAT 

Sebab tak setiap hari orang dapat membeli ayam. Mereka, atau kita, harus menunggu hari yang "baik" untuk membelinya. Maksudku, hari di mana kita memiliki uang yang lebih.

El Jamal mengangguk. Ia mengambil ayam, sambal, dan lalapan ke dalam piringnya. Begitu juga dengan Mbah Iyat. Selepas itu mereka mulai menyantap makanannya. Dengan lahap. 

MBAH IYAT 

(sambil makan)

Jadi bagaimana setelah 8 bulan lebih tinggal di sini, kau betah? 

El Jamal tak langsung menjawab. Ia menelan terlebih dahulu makanan yang ada di mulutnya. 

EL JAMAL 

Betah... Cuman ya, kadang-kadang aku merindukan kotaku, Mbah. Terutama sahabatku, Marselano. 

MBAH IYAT 

Terus, mengapa kau tak juga kembali ke kota-mu itu? 

El Jamal tersendak mendengar pertanyaan tersebut. Buru-buru ia minum teh tawarnya.

EL JAMAL 

Mbah mengusirku?

MBAH IYAT 

Aku tidak mengusirmu, Anak Muda. Aku hanya bertanya! 

El Jamal melanjutkan makan. 

MBAH IYAT

Sebenarnya di hari pertama kau datang aku sudah tahu apa yang membawamu kemari. 

EL JAMAL 

Apa? 

MBAH IYAT 

Kau sedang dalam pelarian kan? 

El Jamal ketawa. 

EL JAMAL 

Pelarian apa, Mbah? Jangan ngaco!

MBAH IYAT 

Sudahlah, Anak Muda. Stop tipu-tipu. Aku ini sudah hidup di berbagai jaman - GENERASI. Dari mulai jaman penjajahan Belanda, Jepang, kemudian Revolusi dan pasca revolusi. Dari mulainya kepemimpinan Bung Besar... demokrasi terpimpin... sampai lahirnya tragedi mengerikan tahun '65, yang memberi jalan pada ke bangkitan Orde Baru yang tiran... 

Mbah Iyat terdiam sejenak. Ia mengunyah pelan sisa-sisa makanan di mulutnya, dengan pandangan yang lurus dan hampa. Terkenang di dalam pikirannya masa-masa di tahun '65.

MBAH IYAT 

Anak Muda, perlu kau tahu, tahun-tahun itu - tahun '65, banyak dari kawan-kawanku yang mati dibunuh. Sebagian ada yang diasingkan di Pulau Buru-- Ya, termasuk aku inilah... terpenjara selama 14 tahun sebagai Tahanan Politik!

Kita melihat El Jamal tertegun memandang Mbah Iyat. Ia menelan makanan di dalam mulutnya. 

EL JAMAL 

(dengan ragu)

Jadi, Mbah, um... PKI? 

MBAH IYAT 

PKI atau bukan, hal itu tidak bisa dijadikan alasan untuk mereka, tentara-tentara itu, bertindak sewenang-wenang menangkap, menyiksa, memperkosa, mengadili dan membunuh lebih-kurang dari 3 juta nyawa manusia tanpa sama sekali keterlibatan proses hukum, hanya karena dia seorang PKI. Lagi pula, El Jamal, banyak orang-orang pada jaman itu yang jelas-jelas bukan seorang PKI di bunuh hanya karna ia mendapatkan beras! 

EL JAMAL 

Aku tidak tahu, Mbah, mana yang benar dan mana yang keliru. Sebab pelajaran yang kudapat dari sekolah PKI di isi oleh orang-orang yang bengis dan kejam. 

MBAH IYAT 

Omong kosong! Apa yang kau dapat dari sekolah adalah hasil manipulasi sejarah dari rezim keparat si Jenderal Tua itu. Kau jangan percaya, El Jamal! Kita lihat saja nanti, setelah tumbangnya si Jenderal Tua itu, aku percaya kebenaran yang sesungguhnya akan terungkap. Singkatnya, aku percaya bahwa sejarah akan membersihkan namaku!

Mbah Iyat melanjutkan makan. Begitu pun El Jamal. 

MBAH IYAT 

O-yah! Sampai mana tadi?

EL JAMAL 

Aish... Sudahlah, Mbah! Mengapa kita tidak selesaikan makanan kita dulu, baru membicarakannya! 

MBAH IYAT 

(setengah ketawa)

Tidak-tidak-tidak-tidak... tidak bisa, Anak Muda. Kita harus membicarakannya sekarang... Nah, sekarang kau pilih saja, mau aku sendiri yang membeberkan semua perbuatanmu, atau kau sendiri yang mengakuinya? 

Kita melihat El Jamal menjadi kesal. Dan itu membuatnya tak lagi nafsu makan. 

EL JAMAL 

(dengan kesal)

Pengakuan apa sih, Mbah? Sudahlah... 

MBAH IYAT 

Stop tipu-tipu, Anak Muda, stop tipu-tipu! 

Mbah iyat menggeleng-gelengkan kepala. Ia melahap makanannya sesuap. 

EL JAMAL 

(dengan kesal) )

Oke, oke, oke, OKE! Aku akan membuat pengakuan di sini. 

Mbah Iyat tersenyum. 

EL JAMAL 

Jadi benar apa yang Mbah bilang, aku kemari karena sedang dalam pelarian. 

(selanjutnya dengan pelan)

Karena aku membunuh seseorang. 

MBAH IYAT 

Dua orang! 

El Jamal terkejut. Keheranan.

EL JAMAL

Sebentar! Bagaimana Mbah tau? 

Mbah Iyat mengangkat kedua bahunya dengan kedua sudut bibir yang di tarik ke bawah.

MBAH IYAT

Kau tahu, El Jamal, dua orang kakak-beradik yang kau bunuh itu. Dia sama sepertimu, seorang bandit. Dan mobil Kijang yang kau jual kepada rekanmu yang memiliki istri muda adalah mobil hasil curian.

EL JAMAL 

Iya, tapi bagaimana Mbah bisa tau semuanya? 

MBAH IYAT

Kau ingin tahu caranya? Nanti akan aku ajarkan ilmunya. 

Mbah Iyat melahap makanannya. Sementara El Jamal memandang Mbah Iyat dengan mulut yang mengangga. Terheran-heran.

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar