Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cintai Cinta
Suka
Favorit
Bagikan
13. Satu Wasiat Lagi


71. INT. KANTOR REAN - SIANG

Yura dan Rean terlihat sedang dalam pertengkaran. Mereka tampak saling tek-tok beradu mulut.


REAN

Harus dengan cara apa lagi aku kasih tahu kamu, bahwa hubungan kita sudah berakhir! Kenapa sih kamu nggak paham-paham?


Yura terdiam. Tangannya bergetar wajahnya pun berubah lemas dan pucat.


REAN (CONT’D)

Dan ingat! Kamu nggak usah ikut campur urusanku dengan Cinta! Lebih baik kamu keluar dari ruanganku. Aku mau sendiri!


Yura membalikkan tubuhnya, lalu pergi menuju pintu dengan lemas.


CUT TO:


72. INT. KANTOR REAN. TANGGA – SIANG

Yura tak langsung ke ruangannya. Ia tampak menuruni tangga menuju lantai bawah. Tangannya dengan gemetar memegangi pinggiran tangga. Yura berhenti sejenak sambil memegang dadanya dengan meringis kesakitan dan terbatuk-batuk. Saat itu Rean keluar dari ruangannya memegang map sambil memanggil office boy yang sedang menyapu di tangga dekat Yura.


REAN

Wan! Wawan! Tolong foto copykan berkas ini.


Baru saja office boy beranjak menaiki tangga untuk menghampiri Rean, tiba-tiba Yura terjatuh lemas di anak tangga. Yura pingsan, dari sudut bibinya keluar darah segar. Wawan dan Rean segera memburu ke arah Yura dan mengangkat tubuhnya untuk dibawa Yura ke rumah sakit.


CUT TO:


73. INT. RUMAH SAKIT. RUANG DOKTER - SIANG

Di rumah sakit, tepatnya di ruang dokter, Rean dan Surya ayah Yura sedang berhadapan dengan dokter. Ruangan terisi dengan patung kerangka manusia dan paru-paru. Di dinding tampak beberapa poster bergambar paru-paru. Tampak dokter mengangkat foto rontgen paru-paru.


DOKTER

Penyakit Yura sudah jelas kami temukan berdasarkan hasil laboratorium dan hasil rontgen. Kami menemukan sel kanker di paru-paru Yura. Sudah stadium 4.


Rean dan Surya terkejut saling berpandangan. Mereka sesaat termangu.


REAN

Setahuku, Yura nggak merokok, dok!


DOKTER

Bukan hanya rokok, tapi banyak faktor menjadi penyebabnya. Atau bisa saja ia terpapar asap rokok dari orang lain, bisa juga ada anggota keluarga yang mengidap penyakit yang sama.


SURYA

(menyela)

Betul, dok! Kebetulan mamanya Yura meninggal karena penyakit tersebut, lima tahun yang lalu.


Dokter dan Rean kini menatap Surya dengan kaget. Surya tampak sedih. Ia mulai mengeluarkan air matanya.


SURYA (CONT’D)

Apa dengan begitu, Yura juga akan bernasib seperti mamanya?


Tangan Rean refleks memeluk bahu Surya dan menepuk-nepuknya untuk memberi kekuatan.


DOKTER

Mudah-mudahan kami tidak terlambat menangani. Memang penyakit ini tak terlihat pada gejala awal. Tapi mungkin Bapak atau Saudara Rean selama ini tidak memperhatikan perubahan pada berat badan Yura yang menurun, atau mungkin sering terlihat batuk-batuk dan sesak napas.


Rean teringat akhir-akhir ini, Yura sering mengeluh cepat lelah dan sesak napas.


INSERT FLASHES: Cuplikan adegan saat Yura meringis memegang dadanya sambil terbatuk-batuk #scene56


CUT TO:


74. INT. RUMAH SAKIT. RUANG INAP - SIANG

Terlihat suasana di sebuah ruang rawat inap tempat Yura dirawat. Cairan infus dan tranfusi darah merah terjatuh tetes demi tetes dari kantung yang tergantung mengalir ke selang yang tersambung di lengan Yura. Yura terbaring lemah. Wajahnya terpasang masker oksigen. Di sebelah ranjang, tampak Surya dan Rean duduk termenung menunggui Yura. Tangan Yura bergerak-gerak memberi isyarat pada Rean. Yura menunjuk maskernya untuk minta tolong dibukakan. Rean menatap Surya, dan Surya mengangguk memberi persetujuan. Rean mendekat dan melepas masker oksigen.


YURA

(lemah, terbata-bata)

Pa-papi ... bolehkah ka-mi bicara ... berdua?


SURYA

Tentu, tentu saja, Sayang. Bicaralah, tapi jangan lama-lama. Kamu masih harus banyak istirahat. Papi ke luar dulu.


Surya beranjak menuju pintu. Yura beberapa kali menarik napas dengan berat an kesakitan.


YURA

Re, kumohon... kamu mau maafin aku. Aku banyak salah ...


Rean meraih tangan Yura dan menggenggamnya. Mata Rean tampak berkaca-kaca menyimpan penyesalan.


REAN

Aku sudah maafin kamu, Ra. Kamu yang harusnya maafin aku karena sudah menuduhmu sebagai penyebab kecelakaan itu. Padahal, aku yang nggak hati-hati.


Yura mengangkat tangannya dan menempelkan telunjuknya ke mulut Rean.


YURA

Syukurlah. Aku lega kamu mau maafin aku ... Tapi, ada satu hal lagi sebagai permintaan terakhir padamu.


REAN

(tersentak)

Terakhir? Maksudmu ...


YURA

Kamu harus janji dulu, kamu mau penuhi permintaanku ini. Kalau enggak, aku akan mati penasaran.


REAN

Please, Ra! Jangan ngomong gitu. Aku takut ...


YURA

(tertawa hambar)

Takut? Takut apa? Kamu nggak bakal ngerasa kehilangan kalau kutinggalkan. (menarik napas dengan sesak) berjanjilah untukku, Re!


REAN

Apa pun itu, aku janji asal kamu sembuh dan bahagia.


YURA

Berjanjilah untuk mencintai Cinta, sebelum aku berhenti bernapas. Izinkan aku menebus rasa bersalahku padanya.


Rean termangu menatap Yura. Rean hanya bisa menelan ludah terlihat ari jakunnya yang bergerak.


YURA (CONT’D)

Aku tau kalian saling Cinta. Maka, Cintailah Cinta!


Rean tak menjawab. Ia hanya mengangguk pelan sambil mengeratkan genggaman tangan Yura. Yura tersenyum bahagia.


CUT TO:


75. INT. RUMAH CINTA - MALAM

Cinta terlihat sedang mengepak barang-barang ke koper. Ia sibuk membereskan perlengkapan yang akan di bawa ke Paris.


SFX: suara dering telepon dari HP Rani yang berada di ruang tengah.


RANI (OS)

Ya, selamat malam, dengan Penjahit Pakaian Cinta. Ada yang bisa kami bantu? (beat) Betul, ini Rani. Ibunya Cinta... Hah?? Yura sakit parah? Di rumah sakit mana? Oh, ok, ok. Saya ke sana sekarang sama Cinta.


Cinta tertegun mendengarkan pembicaraan ibunya di telepon.


CINTA

(berteriak)

Bu! Siapa yang di rumah sakit?


RANI (OS)

Yura, Nak! Ayo kita ke sana sekarang. Kata papinya dia ingin bicara sama kamu!


CINTA

Ah, males! Ngapain? Belum puas menghina-hina aku, keluarga kita?


Pintu kamar terbuka. Rani masuk kamar Cinta lalu memeluk Cinta dari belakang.


RANI

Cinta, ayolah! Walau bagaimanapun, dia kakakmu. Ibu saja mau mengalah mengesampingkan dulu masalah dengan ayahmu. Ayolah, Nak! Yura sudah kritis. Belajarlah memaafkan orang yang kamu benci dan membencimu. Ibu tahu itu sulit karena ibu pun sedang mengalami hal yang sama. Kita belajar ilmu ikhlas sama-sama ya, Nak!


Cinta terdiam, namun tangannya meraih tangan Rani dan menggenggamnya ngan erat.


CUT TO:


76. INT. RUMAH SAKIT - MALAM

Cinta datang ke rumah sakit ditemani ibunya yang langsung disambut Surya. Cinta langsung menemui Yura yang tampak sudah melemah. Setelah melihat kondisi Yura, Surya memberi isyarat kepada Rani untuk meninggalkan Cinta berdua dengan Yura di kamar. Surya ke luar disusul Rani.


YURA

Cin-ta ... maafin kakak sudah ja-hat sama ka-mu. Kakak jahat! Kakak akan tenang jika kamu mau maafin kakak, juga Rean. Rean nggak salah. Dia gak mau kehilangan kamu. Rean cinta sama kamu.


Cinta terhenyak. Ia menatap nanar Yura yang terengah-engah berusaha mengucapkan kata-kata.


YURA (CONT’D)

Jangan benci Rean. Kakak mau kamu jadi pengganti kakak untuk menemani sepanjang hidupnya. Karena ... kamu sangat berharga baginya. Kamu yang sudah mengubah hidupnya. Kakak tahu, kamu pun mencintai Rean... kakak ikhlas, kok!


Cinta terpaksa mengangguk menuruti kemauan Yura. Tangan Yura menggapai-gapai untuk meraih tangan Cinta. Cinta menyambutnya meski dengan ragu-ragu.


CUT TO:


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar