Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cintai Cinta
Suka
Favorit
Bagikan
2. Perkenalan Lewat Tutup Botol

09. INT. RUMAH SAKIT — MALAM

Terlihat suasana kesibukan di ruang IGD rumah sakit. Seorang laki-laki muda (REAN) mengamuk. Para nakes kewalahan menenangkan Rean. Di sebelahnya hanya dibatasi kain gorden, Cinta sedang dipindahkan dari kursi roda ke tempat tidur, lalu dibaringkan suster dalam keadaan kedua kaki dibalut perban.


SUSTER

Sementara belum dapat kamar kosong, Cinta nunggu di sini dulu, ya. Kamar rawat inap masih full! Oh ya, jadwal operasi tulangnya pagi-pagi. Jadi puasa dari sekarang, ya.


Cinta mengangguk sambil tersenyum. Sementara di ranjang sisi lain beberapa perawat sedang melakukan tindakan pada pasien serangan jantung. Beberapa perawat terlihat membantu pernapasan dengan oksigen.

 

REAN(OS)

Aargh! Lepaskan! Biarkan gue mati! Gak ada gunanya lagi gue hidup! Lepaskan! Mana pisau gue, mana!?


Cinta menutup kupingnya mendengar keributan di sebelahnya.


PERAWAT LAKI-LAKI (OS)

Dok, pasien ngamuk terus. Gimana ni? Kita kewalahan!


DOKTER (OS)

Kita kasih suntik penenang. Biarkan pasien istirahat setelah luka-lukanya dijahit.


PERAWAT LAKI-LAKI (OS)

Ini sudah yang ketiga kalinya pasien melakukan percobaan bunuh diri.


Cinta mendengarkan percakapan perawat dan dokter yang menangani pasien di sebelahnya sambil meringis.


CINTA

(menggerutu)

Huh! Lama-lama aku ikutan sekarat juga kalau di sini terus


Tak berapa lama, suasana ruangan sepi. Tampak dokter ke luar didampingi beberapa perawat laki-laki dan perempuan. Rean terlelap setelah disuntik penenang. Di sampingnya tiang infus tergantung kantung darah dan kantung infus.


CUT TO:


10. INT. RUMAH SAKIT — PAGI

Pagi-pagi Cinta membuka mata setelah tertidur lelap. Ia merasa ruangan jadi sepi dan membosankan. Apalagi saat pasien jantung di sebelahnya didorong perawat meninggalkan ruangan. Cinta iseng mengintip dari celah kain gorden yang tersingkap. Dua perawat sedang membersihkan tempat tidur yang ditinggalkan pasien tadi.


CINTA

Suster, itu pasien dibawa ke ruang operasi juga? Apa pindah ke ruang rawat inap atau ICU?


SUSTER

Ke kamar jenazah!


Cinta terbeliak karena kaget. Perawat meninggalkan ruangan yang kini kosong. Cinta menutup mukanya dengan selimut karena ketakutan. Namun beberapa saat kemudian dibukanya kembali seketika dengan tersengal-sengal karena kehabisan napas. Cinta benar-benar stress. Kemudian ia iseng mengintip ranjang sebelah yang ditempati Rean. Rean tampak mulai sadar terlihat dari gerakkan tubuhnya yang menggeliat dan terbatuk-batuk meski dalam posisi memunggungi. Cinta menyingkap gorden lebih lebar.


CINTA

Sstt!! Sstt!!


Cinta niat menyapa namun dicuekin Rean.


CINTA (CONT’D)

Sstt! Hai! Kamu denger suaraku?


Rean tak bereaksi. Cinta kembali memanggil Rean tetapi sudah mulai kesal.


CINTA (CONT’D)

Hai! Lo tuli, ya?


Rean menoleh ke arah Cinta, menatap sejenak dengan wajah tak sedap, lalu kembali memunggungi sambil menutup mukanya dengan selimut.


CINTA (CONT’D)

Mau mati aja sombong! Masih muda, sehat, bisa-bisanya mau ngilangin nyawa sendiri. Gue, yang jelas-jelas cacat, kehilangan masa depan karena kecelakaan, masih berjuang untuk bertahan hidup. Sayang, dunia terlalu indah untuk ditinggalkan sebelum waktunya!


Rean menurunkan selimut yang menutupi mukanya, kemudian menatap Cinta beberapa saat. Cinta tampak menahan napas karena tegang dan berharap-harap cemas menunggu reaksi Rean. Akan tetapi ...


REAN

(membentak)

Berisik!


Rean kembali memunggungi sambil menyelimuti seluruh tubuhnya. Cinta langsung gemas. Namun Cinta tak putus asa. Ia meraih botol air mineral di atas nakas, membuka tutupnya, lalu melemparkan ke tubuh Rean mengenai punggungnya. Rean tampak tersentak namun ia tak melayani lagi keisengan Cinta.


CUT TO:


11. INT. RUMAH SAKIT. RUANG INAP CINTA — PAGI

Dua hari kemudian. Suasana di ruang rawat inap Cinta. Cinta baru selesai operasi. Dia tampak semakin bersedih memandangi kedua kakinya yang tak bisa digerakkan masih dipasang pen. Cinta menangisi nasibnya yang malang. Ia kembali teringat kejadian setelah kecelakaan yang menimpanya malam itu.


CUT TO FLASHBACK:


12. INT. RUMAH SAKIT. RUANG INAP CINTA — SIANG

Cinta perlahan membuka mata baru siuman dari pengaruh obat bius. Cinta merasa linglung tak tahu keberadaannya. Saat ia ingin buang air, ia bangkit namun tubuhnya berat dan sakit luar biasa. Cinta baru sadar ketika tangan kiri dan kedua kakinya tak bisa digerakkan karena dipasang pen. Kakinya patah parah, kepalanya berat terbalut perban. Cinta menangis histeris tak bisa menerima kenyataan yang dialaminya. Hanya Rani, ibunya yang membuat Cinta sedikit tegar.


CINTA

(histeris)

Bu, aku di mana? Kenapa kepala dan tubuhku berat dan sakit sekali?


RANI

Sabar, Nak! Kamu di rumah sakit. Ada yang menolong dan membawamu ke sini. Kamu mengalami kecelakaan kemarin malam, Sayang. Jangan banyak bergerak dulu.


CINTA

Tanganku, kakiku? Kenapa nggak bisa bergerak, Bu? Apa aku cacat ... atau lumpuh? Kakiku masih ada kan, Bu?


RANI

(terisak)

Tulang kakimu patah, Nak. Dokter sudah memasang pen, juga di tangan kirimu. Tapi kata dokter kamu akan pulih, kok. Ibu janji akan berusaha semaksimal mungkin demi kesembuhanmu.


CINTA

Tapi ... kuliahku, dan beasiswa ke Paris gimana? Minggu besok aku kan harus berangkat!


RANI

Jangan terlalu dipikirkan, mungkin masih ada kesempatan di lain waktu.


CINTA

(teriak)

Enggak, Bu! Kesempatan itu nggak datang lagi. Aku harus pergi, Bu! Tolong bilang dokter biar aku cepat sembuh! Jangan biarin aku lumpuh!


Rani berusaha menenangkan Cinta yang menangis keras. Ia memeluknya meski Cinta meronta-ronta. Sampai akhirnya Cinta kelelahan dan terkulai lemas sambil terisak-isak.


CINTA (VO)

Lihat saja... Aku akan cari orang yang tega menabrakku dan lari dari tanggung jawab. Ke mana pun, akan kucari!


Sorot mata dan raut wajah Cinta terlihat menyimpan penuh dendam saat di pelukan Ibunya.


CUT TO:


13. INT. RUMAH SAKIT. RUANG INAP CINTA — PAGI

Cinta merasa bosan ingin mengalihkan kesedihannya dengan ke luar kamar sekalian berjemur. Ia memanggil Suster yang baru selesai mengganti sprei dan selimut Cinta.


CINTA

Suster, boleh minta tolong?


SUSTER

Iya, Teh Cinta. Ada apa? Mau telepon lagi Ibunya? Kan baru aja pulang mau ganti baju katanya.


CINTA

Bukan, Sus. Aku mau ke luar kamar. Bosan tiduran terus.


SUSTER

Oh iya! Memang kebetulan waktunya berjemur. Biar tulangnya cepet pulih, dan mumpung matahari lagi cerah ceria, seperti wajah Teh Cinta!


CINTA

(tersipu)

Suster bisa aja. Mana ada wajahku cerah ceria, yang ada mendung mulu kebanyakan nangis.


Suster tertawa sambil membantu Cinta duduk di kursi roda. Tiang infusan dipasang, lalu mendorongnya ke luar kamar.


CUT TO:


14. EXT. RUMAH SAKIT – SIANG

Cinta berjalan menuju taman ditemani suster yang mendorong kursi rodanya. Setelah sampai di taman, ponsel suster berbunyi.


SUSTER

Teh Cinta, saya tinggal dulu sebentar, ya. Ada pasien butuh bantuan segera! Tunggu di sini, jangan ke mana-mana, ya!


Suster bergegas meninggalkan Cinta di taman. Cinta berjemur sambil memandangi beberapa pasien yang sama-sama berjemur. Tiba-tiba, dari arah kamar khusus atau VVIP yang lokasinya di seberang taman, terdengar suara erangan kesakitan serta memanggil-manggil suster dan nama seseorang. Suara laki-laki yang tak lain, Rean.


REAN (OS)

Suster!! Pak Bim!


Cinta memasang kuping untuk lebih jelas mendengar teriakan tersebut.


REAN (OS)(CONT’D)

Tolooong! Tolooong!


Cinta penasaran dan tergerak hatinya untuk mendatangi sumber suara. Ia menggerakkan kursi rodanya sendiri menuju koridor kamar seberang taman yang tak jauh dari Cinta.


CUT TO:


15. INT/ EXT. RUMAH SAKIT. KORIDOR – PAGI

Cinta sampai di sebuah pintu kamar yang sedikit terbuka. Cinta mengintip ke dalam kamar arah suara itu diam-diam. Di dalam tampak Rean masih memanggil-manggil nama Pak Bim, tapi kali ini semakin melemah dan lirih.


CINTA

Ah, rupanya si Tengil itu masih hidup.


Cinta baru saja mau bergerak meninggalkan koridor, namun ia terhenti saat mendengar kembali suara Rean yang lirih memnaggil-manggil.


REAN

Suster ... Pak Bim ...


Cinta kembali menengok ke dalam kamar. Tampak wajah Rean pucat berkeringat serta tangannya yang berbalut kain perban gemetar dan lemah, tangan satunya tersambung selang infusan. Anehnya, tak ada perawat yang datang melayaninya. Di ruangan hanya Rean sendirian.


CUT TO:


16. INT. RUMAH SAKIT. KAMAR REAN – PAGI

Cinta memberanikan diri masuk karena kasihan. Rean terkejut dengan raut marah saat melihat Cinta masuk. Namun Rean perlahan melunak saat Cinta menempelkan telunjuk di bibirnya. Cinta menawarkan diri untuk membantu.


CINTA

Ada apa sih berisik amat! Panggil petugas kan ada tombol tinggal pencet, tuh di atas kepala lo!


Rean tidak menjawab. Ia menunjukkan kedua tangannya yang sakit bekas sayatan dan tidak bisa diangkat. Cinta tampak baru memahami kesulitan Rean.


CINTA (CONT’D)

Trus, sekarang mau lo apa? Mau gue panggilin suster?


Rean menunjuk ke arah meja dengan mata dan dagunya yang diangkat. Di atas meja hanya ada makanan dan minuman sarapan yang disiapkan rumah sakit.


CINTA (CONT’D)

Ooh, lo mau makan? Pantesan lemes keringetan sampe pucet gitu. Ternyata lo kelaperan ... kasian banget, sih? Tangan lo sakit ya? By the way, nggak ada keluarga yang nungguin?


Rean menggelengkan kepala. Cinta meraih semangkuk bubur ayam, lalu menyuapkan ke mulut Rean. Awalnya Rean ragu-ragu karena malu. Tetapi ia tak bisa menahan lapar. Rean menurut saat Cinta menyapinya sendok demi sendok sampai habis.


CINTA (CONT’D)

Bener kan, lo tuh kelaperan! Tega banget sih orang ninggalin lo sendiri, udah tau tangannya kesakitan.

 

Selesai Rean makan, Cinta menggerakkan rodanya ke luar kamar. Namun Rean mencegahnya.


CINTA (CONT’D)

Udah nggak laper lagi, kan? Lain kali, pencet tombol panggilan itu. Udah gue dekatin ke tangan lo biar gampang. Gue balik ke kamar gue!


REAN

Tunggu!


CINTA

(tertegun)

Ada apa lagi?


REAN

Bisa minta tolong sambungin telepon ke Pak Bim? HP-ku ada di laci meja.


Cinta membuka laci lalu mengambil ponsel. Ia mencari-cari nama kontak Pak Bim. Namun sebelumnya, Cinta mengetikkan nomor ponselnya untuk mencuri nomor ponsel Rean dengan melakukan miss call ke nomor Cinta, kemudian segera dihapusnnya. Setelah tersambung dengan Pak Bim, Cinta meninggalkan kamar Rean.


REAN

Tunggu!


CINTA

Ya Tuhan, dari tadi disuruh nunggu melulu.


REAN

Aku Rean. Nama ... kamu?


CINTA

Panggil gue Cinta!


Setelah itu, Cinta menggerakkan kursi rodanya menuju pintu ke luar.


CUT TO:


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
🤣 Cinta kesal, baru mau beranjak, malah disuruh nunggu melulu sama Rean
2 tahun 2 bulan lalu