Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Cintai Cinta
Suka
Favorit
Bagikan
7. Berusaha Bangkit

38. INT. RUMAH REAN - SIANG

Terlihat Rean yang ditemani Cinta sedang bercanda di galeri. Cinta minta diajarkan melukis oleh Rean. Namun mereka malah bercanda, memperlihatkan keakrabannya.


CINTA

Ajarin dong gimana caranya bisa melukis sebagus ini?


REAN

Masa calon fashion designer minta diajarin ngelukis?


CINTA

Ya beda lah! Aku gambar sketsa baju doang di atas kertas, sedangkan kamu di atas kanvas dan bisa gambar apa aja yang kamu mau. (beat) Eh ... tapi sebenarnya aku bisa, kok! Liat aja kalau kamu nggak percaya.


Cinta mengambil kuas, lalu menggambar lingkaran dan angka di kanvas kosong sambil bernyanyi, hingga berbentuk gambar boneka beruang ala anak TK.

CINTA

(bersenandung)

Lingkaran kecil lingkaran kecil, lingkaran besar. Diberi pisang diberi pisang senyum yang lebar. Enam, enam, tiga puluh enam. Enam, enam, diberi sudut ....

Rean tergelak melihat gambar. Mereka pun tertawa bersama. Kemudian Rean mengajari Cinta memegang kuas. Tangan mereka bersentuhan membuat keduanya sejenak saling tatap dan terdiam.


CINTA (CINT'D)

(mengalihkan)

Oh ya, jadi kapan kamu masuk kuliah lagi?


REAN

Kuliah S2-ku sudah selesai sebenarnya. Tinggal nunggu wisuda aja. Makanya aku akan mulai ke kantor. Sesuai saranmu juga Pak Bim untuk ikut mengelola perusahaan Papa.


CINTA

(bernapas lega)

Syukurlah! Aku senang dengernya. Akhirnya, kamu berhasil menang melawan ketakutanmu.


REAN

Eh, kita lanjutin ngobrolnya sambil makan, yuk? Aku laper nih! Bi Anah pasti udah masakin makanan enak buat kita.


Rean membantu Cinta meraih kruknya, lalu membimbing Cinta berjalan ke ruang makan. Saat Rean mau memegang tangannya, Cinta menepis secara halus.


CUT TO:


39. INT. RUMAH REAN. RUANG MAKAN – SIANG

Rean membantu menarik kursi untuk diduduki Cinta. Tampak masakan berupa nasi liwet cumi petai, sambal, dsb. Kemudian mereka menikmati hidangan di meja makan. Setelah selesai makan, Rean melanjutkan kembali obrolannya.


REAN

Aku paling suka masakan ini. Dulu Mama selalu masakin kalau aku pulang kuliah dari Amrik.

(menelan ludah, sedih)

Sekarang, kalau aku kangen Mama, aku minta Bi Anah buat masakin.


CINTA

Aku paham, Re. Meski kamu kenyang makan roti, pizza, tapi pastinya lebih kangen masakan mamamu.


REAN

(mengalihkan)

Oh iya, kamu sendiri? Kapan lanjut kuliah?


Cinta terdiam. Wajahnya tampak murung. Cinta tampak menghela napas.


CINTA

Belum tau. Kakiku belum pulih betul. Aku juga sudah terlanjur ajukan cuti setahun dari sebelum kecelakaan. Niatnya kan waktu itu mau ke Paris.


REAN

Ah, aku suka lupa kalau mau nanyain gimana cerita terjadinya kecelakaan yang menimpamu? Kapan dan di mana?


CINTA

Kejadiannya Minggu malam tanggal 12 Juni di persimpangan Bukit Dago. Saat itu hujan deras dan aku hilang kendali saat belok di persimpangan, tiba-tiba ditabrak mobil yang samar-samar kulihat sedan hitam, tapi aku nggak sempat liat plat nomornya karena aku langsung pingsan.


TENSION BUILDS UP:

 

Rean tersentak. Ia seperti tersengat aliran listrik setelah mendengar cerita Cinta. Wajahnya berubah pucat dan berkeringat disertai tangan yang gemetaran. Cinta kaget melihat perubahan Rean.


CINTA (CONT’D)

Re, Rean! Kamu kenapa? Apa ceritaku bikin kamu mengingat kejadian yang menimpamu? Sorry, Re. Aku nggak bermaksud ...


REAN

Nggak, Cin! Aku nggak apa-apa. Beneran!


CINTA

Aku nggak tau ceritaku aja bisa bikin trigger trauma kamu. Ya udah, sebaiknya kita nggak usah ceritakan lagi kejadian ini. Baik itu yang terjadi padaku atau kamu. Deal?


Rean mengangguk dengan gugup. Ia berusaha menyembunyikan kegelisahannya.


CUT TO:


40. INT. RUMAH REAN. KAMAR – MALAM

Rean terbaring di tempat tidurnya dengan gelisah. Ia mengingat kembali setelah kejadian tragis yang menimpanya, juga menimpa Cinta.


FLASHES : kilasan scene #7 dan #8


CUT TO FLASHBACK:

 

41. INT. RUMAH SAKIT - SIANG

Rean membuka mata perlahan. Pandangan Rean masih tampak kabur melihat sekitar ruangan rumah sakit serta beberapa sosok yang mengelilinginya. Rean mengerang saat ingin menggerakkan tubuhnya. Rean meringis merasakan sakit. Tampak beberapa luka di tangan dan mukanya.


REAN

(merintih)

Mama ... papa ... mana?


Di sekeliling Rean tampak Pak Bim, Tante Vina dan Om Tomy, om dan tante Rean. Wajah mereka terlihat kebingungan. Mereka saling tatap.


REAN (CONT’D)

Pak Bim, Om, Tante ... gimana keadaan Mama sama Papa? Mereka baik-baik aja, kan?


Pak Bim tersentak. Begitu pun om dan tantenya. Mereka semakin panik. Tante Vina mulai tak bisa menahan tangisan. Tante Vina menyembunyikan mukanya dari tatapan Rean.


PAK BIM

Iya, iya Den. Anu ... mama dan papa Aden di rumah. Mereka baik-baik saja!


REAN

Aku mau ketemu mereka. Sambungkan video call, Pak Bim!


PAK BIM

(gugup)

Sa-sabar, Den. Den Rean masih sakit. Belum boleh banyak bergerak!


Pertahanan Tante Vina jebol. Akhirnya ia menangis keras membuat Rean curiga.


REAN

Tante, katakan! Mama papa masih hidup, kan? Kecelakaan itu nggak bikin mereka kenapa-napa, kan? Jawab, Tante ... Om!


Tangis tante Vina semakin meledak. Om Tomy menyentuh kepala Rean dengan mata berkaca-kaca. Sementara Pak Bim, ia sudah sesenggukan dengan wajah ditutupi telapak tangannya.


REAN

Om?! Katakan yang sebenarnya! Mama papaku masih hidup, kan?


Tatapan Rean menunggu jawaban omnya yang kemudian dijawab dengan gelengan kepala secara perlahan.


Rean sontak bangkit tanpa memedulikan rasa sakit. Ia berteriak, melepas jarum infus dan mengamuk membanting tiang infusan serta barang-barang di dekatnya.


CUT TO:


42. INT. RUMAH REAN - MALAM

Rean sudah berada di rumah kembali. Rean berjalan tertatih-tatih menuju kasur dibantu Pak Bim. Rean meneliti luka-lukanya yang sudah hampir sembuh. Hanya saja kondisi kejiwaannya menjadi terganggu. Ia tampak depresi, trauma dan kerjanya hanya melamun, kemudian berteriak-teriak tak jelas. Setiap Rean melihat foto orang tuanya, sudah pasti ia akan mengamuk. Ia akan melempar benda apa saja di dekatnya. Pak Bim tampak buru-buru menyembunyikan foto-foto dan barang-barang yang biasa digunakan orang tua Rean.

SFX: suara klakson dan deru mesin mobil di depan rumah Rean.

Rean menutup telinga sambil meringis seolah menahan sakit.


REAN

(berteriak)

Pak Bim! Hentikan suara mobil! Aku nggak tahan!


PAK BIM

(gugup)

Iy ... Iya, Den! Saya bilang Pak Diman biar gak hidupin mobil di sekitar sini.


Pak Bim bergegas menuju halaman dengan wajah kebingungan.


PAK BIM

(bergumam)

Lah, si aden. Kumaha ari geus kieu? Pulang dari rumah sakit bukannya sembuh. Malah trauma sama suara mobil.


Pak Bim menepuk jidatnya lalu menggeleng-gelengkan kepalanya terlihat pusing.


CUT TO:


43. INT. RUMAH REAN - MALAM

Malam itu, Pak Bim masuk ke ruang makan, langsung terkejut. Ia melihat Rean terkulai di kursi makan dengan tangan berlumuran darah. Di dekatnya, tergeletak sebuah apel dan pisau buah yang berlumuran darah.


PAK BIM

Den! Den Rean! Kenapa tanganmu? Ya Allah, istighfar, Den!


Pak Bim memanggil-manggil Rean sambil menepuk-nepuk pipi dan menggoyang-goyangkan tubuhnya, naun Rean tak bergerak.


PAK BIM (CONT’D)

Sekuritii!! Pak Diman! Telepon ambulan! Cepat!


Petugas keamanan, sopir, dan para ART semua terlihat panik. Sekuriti langsung menelepon ambulan.


CUT TO:

 

44. INT. RUMAH SAKIT – MALAM

Sebuah mobil ambulan diiringi suara serine yang membuat getir memasuki halaman rumah sakit. Tampak beberapa nakes memindahkan dan mendorong pasien (Rean) yang berlumuran darah dari lengan kirinya. Mereka sibuk menangani pasien di ruang IGD.


CUT TO:


45. INT. RUMAH SAKIT. RUANG IGD - MALAM

Terlihat Pak Bim duduk bersandar di kursi ruang tunggu IGD dengan wajah sedih dan lesu.


PAK BIM

(bergumam lirih)

Den Rean ... kenapa jadi begini, Den? Aden harus kuat! Aden tidak sendiri. Masih ada saya yang sudah mengabdi pada keluarga Den Rean dari sebelum Den Rean lahir, juga keluarga Aden yang akan menemani hidup Den Rean.


Pak Bim menyusut air mata di sudut matanya.


PAK BIM (CONT’D)

Mengakhiri hidup bukan cara yang benar untuk menebus penyesalan dan rasa bersalah. Ya Tuhan, sadarkanlah. Jangan sampai Den Rean nekat lagi mencoba bunuh diri.


Pak Bim menyender di sandaran kursi dengan wajah letih.


CUT BACK TO PRSENT:


46. INT. RUMAH REAN. KAMAR – MALAM

Rean tengah berbaring telentang dengan mata terpejam, mendadak bangun terduduk dengan terhentak seperti terbangun dari mimpi. Keringat mengucur deras dari keningnya. Matanya nanar melihat cermin di depan tempat tidur yang langsung melihat bayangan dirinya.


REAN (VO)

Rasa bersalahku akan makin membesar seperti putaran bola salju jika aku tak segera menghentikannya. Aku harus berbuat sesuatu untuk Cinta, sebagai penebus dosa-dosaku. Tanpa dia tau. Kalau tau, dia akan membenciku!


Rean bangkit berjalan menuju cermin. Ia menatap dalam-dalam wajahnya di cermin. Kemudian ia meninju kaca di depannya sampai hancur berkeping-keping. Rean terbahak-bahak melihat cermin hancur.


REAN (CONT’D)

Dasar Pengecut! Kamu layaknya hancur seperti cermin itu, wahai Pecundang!


Terdengar suara pintu digedor-gedor dari luar kamar.


PAK BIM (OS)

(teriak cemas)

Den? Den Rean? Aden nggak kenapa-napa?


REAN

Nggak apa-apa, Pak Bim! Aku nggak akan bunuh diri lagi karena ada yang harus segera kuselesaikan di dunia ini!


Ia kembali tertawa-tawa yang disertai gurat kesedihan, sambil meninju-ninju dinding kamar.


CUT TO:


Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar