Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
CEO Bucin (Draft 1)
Suka
Favorit
Bagikan
14. ACT III - FONDASI DI UJUNG BADAI (Part 03)

34. INT. RUMAH LIRA – DAPUR KECIL – SORE

Dapur kecil itu diterangi cahaya oranye lembut. TEKO masih hangat. Piring-piring bekas obrolan “besar” dua ibu tadi terletak rapi.


LIRA berdiri sendiri di dekat jendela, memandangi halaman belakang. Angin sore bergerak pelan, memantulkan cahaya ke wajahnya. Bayangannya telat sepersekian detik mengikuti gerakan kepalanya. Glitch kecil. Lira sadar - tapi tidak panik. Ia sudah terlalu sering melihat dunia bercanda. Lira hanya menarik napas panjang.


LIRA

(LIRIH, KE DIRI SENDIRI)

Kok hati aku ikut goyang, ya.

 

Dari ambang pintu, ARKA muncul. Tanpa suara. Tanpa niat mengejutkan.

 

ARKA

(PELAN)

Kamu baik-baik saja, Li?

 

Lira tidak langsung menjawab. Ia menatap Arka dari sudut mata. Ada teduh, tapi juga . . . takut.

 

LIRA

Serasa kayak marathon drakor, tapi di-fast forward, Ka.
Banyak banget kejadian yang ngebut hari ini.

 

Arka mendekat, tapi menjaga jarak sopan. Ia tahu Lira lagi rapuh “halus”, bukan yang dramatis.

 

ARKA

Kalau Mama bikin kamu nggak nyaman, aku minta maaf.

 

Lira menggeleng.

 

LIRA

Enggak.
Justru . . . aku senang.
Tapi . . .

(MENAHAN)

waktu Ibu kamu sama ibuku ngomong soal masa depan kita . . . aku jadi mikir.


Arka menunggu. Cemas tapi sabar.

 

LIRA

(HATI-HATI)

Dunia kamu besar, Ka.
Nama kamu besar.
Keluarga kamu besar.
Sedang aku . . . ya cuma begini.
Sederhana. Kadang amburadul.
Aku nggak tahu, apakah aku cukup . . .

(PELAN)

. . . kuat menerima semua ini.

 

Hening turun. Cahaya sore menyisir garis wajah mereka.

 

Arka menunduk sedikit, mendekat satu langkah—cukup dekat untuk didengar, tapi tidak menyudutkan.

 

ARKA

Lira . . . duniaku ‘besar’, iya. 
Tapi . . . aku selalu merasa nggak pernah nyaman di dalamnya . . . sampai kamu datang.

 

Lira menelan pelan. Emosi menumpuk seperti air hujan di talang kecil.

 

LIRA

(LIRIH)

Lebih tepat . . . di-datang-kan, Ka.

 

ARKA

(TERSSENYUM KECIL)

Apapun itu caranya.
Yang jelas . . .
Kamu telah membuat ruang di dunia itu, untuk aku jadi manusia.
Kamu bikin aku yang keras ini . . .

(TERSENYUM LAGI)

mengerti arti apa itu ‘pulang’.

 

Lira menatap Arka. Ada air di mata, tapi bukan pecah. Hanya penuh.

 

Glitch muncul lagi - teks kecil melayang setengah transparan di atas kepala Arka: “ARKA: TELAH MENGUCAPKAN DIALOG LEVEL KEJUJURAN 98%”

 

Lira mengusap teks itu, dan teksnya hilang seperti debu digital.

 

LIRA

(LIRIH. SEDIH TAPI GELI)

Dunia terus godain kita ya, Ka . . .


ARKA

(MENDEKAT SETENGAH LANGKAH)

Biarin. 
Yang penting kita jangan godain diri kita sendiri buat mundur.

 

Hening lembut. Penuh tapi ringan. Nyeri manis khas sebuah episode drakor di menit-menit ke-52.

 

LIRA

Ka . . .


ARKA

Ya?!


LIRA

Kalau nanti keluarga besar kamu nggak setuju . . . apa kamu bakal tetap pilih aku?

 

Arka tidak menjawab dulu. Ia menatap Lira seolah ingin memastikan setiap kata tepat.

 

ARKA

(TEGAS LEMBUT)

Aku nggak akan pilih di atas kamu.
Aku nggak akan pilih di bawah kamu.
Aku pilih . . . bareng kamu.

 

Air mata Lira jatuh satu. Satu aja. Cukup.

 

Di ruang tamu, terdengar suara RANI meledak lagi:

 

RANI (O.S.)

DANUUU!!!
KENAPA KAMU MINUM TEH TANPA IZIN TUAN RUAMAH DULU SIH?!


DANU (O.S.)

(DEADPAN PASRAH)

Gue kira itu hospitality, Ran.
Soalnya gue haus banget . . .

 

Lira menutup mulut menahan tawa. Arka ikut senyum.

 

MOMEN INI TIDAK BESAR. TAPI INI “KEPUTUSAN SUNYI” DI DALAM HATI MEREKA. MOMEN YANG MENUJU ENDING. Tiba-tiba, jendela dapur mengembun sebentar . . . dan muncul satu kalimat tipis seperti napas dunia: “KALIAN SUDAH SIAP UNTUK SCENE TERAKHIR.”

 

Lira dan Arka menatap tulisan itu - tidak kaget. Hanya . . . pasrah dan geli.

 

Angin sore masuk. Tulisan itu hilang.

DISSOLVE TO:


35. EXT. DEPAN RUMAH LIRA – SENJA BERUBAH MALAM

Langit sudah memasuki biru tua. Lampu-lampu jalan mulai menyala pelan, seperti kelopak mata kota yang buka malam.


Halaman depan rumah Lira lengang. Hanya suara jangkrik . . . dan sedikit riuh dari dalam (RANI masih merajuk, DANU masih pasrah).

Arka berdiri di teras, membawa jaketnya. Ia menunggu Lira keluar.


MAMA ARKA muncul dulu. Wajahnya lebih lembut dari sebelumnya, seperti seseorang yang akhirnya berhasil berdamai dengan ceritanya sendiri.

 

MAMA ARKA

(PELAN)

Kamu sudah yakin . . . ini pilihan kamu?

 

Arka menatap ibunya. Tidak menantang. Tidak memohon. Hanya menatap dengan hati yang penuh.

 

ARKA

Yakin, Ma. 
Dan . . . terima kasih.

 

Mama Arka menyentuh lengan Arka. Sentuhan ringan, tapi penuh restu.

 

MAMA ARKA

Hati-hati bawa Lira, dia itu perempuan baik-baik. 
Cara kamu menjaga dia . . . akan menentukan cara dunia memperlakukan kalian berdua.

 

Arka tersenyum kecil. Paham betapa besar makna kalimat itu.

 

Pintu terbuka. LIRA keluar, membawa tas koper kecil dan lehernya dikalungi sebuah sweater tipis. Wajahnya tenang—sudah tidak ragu. Sudah tidak goyah. Ibu Lira berjalan menemani dan memeluk anaknya.

 

Di belakangnya, RANI menyelinap:

 

RANI

(BISIK KE LIRA)

Kamu jaga Arka baik-baik ya.
Dia tuh kadang keras kepala, kadang lembut, kadang bikin orang PR stres.


LIRA

(SENYUM NAKAL)

Aku udah lihat semuanya kok.

(BERBISIK)

Tapi ikhlas khan?!


RANI

(GELAGAPAN. GENGSI)

Aaa . . . aaa . . . apaan sih?!
Aku cuma melaksanakan tugas sebagai PR perusahaan.

 

Danu muncul membawa jaket Rani.

 

DANU

(DEADPAN, PELAN)

Ran, kita pulang duluan yuk? 
Sebelum narator ngejek kita lagi.

 

NARATOR muncul lembut, centil:

 

NARATOR (V.O.)

Tenang, Danu. 
Hari ini aku libur ngejek kamu.

 

Danu menatap ke langit. Rani ikut menatap. Keduanya pasrah dengan narator.

 

RANI

(LIRIH)

Kalo film ini ada sequelnya . . .
Bisa nggak kita jalani tanpa suara itu?


DANU

(DEADPAN)

Kayaknya . . . nggak mungkin, Ran.
Kontrak dia sama PH film ini . . eksklusif banget.

 

Rani mendesah panjang. Mama Arka tertawa kecil.

 

Lira menghampiri Arka.

LIRA

(PELAN)

Kita pulang sekarang?


ARKA

Ayo . . .
Tapi . . . ke mana?


Lira menatapnya lama. Ada senyum yang membuat dunia terasa lebih pelan.

 

LIRA

Ke mana pun . . . asal bareng kamu.

 

Glitch halus menari pelan di udara: seperti confetti digital yang segera hilang. Dunia memberi restu kecil, diam-diam.

 

Arka menggenggam tangan Lira. Hening. Manis.

 

ARKA

(LIRIH)

Lira . . . terima kasih sudah milih aku.


LIRA

(MATA BENING, LEMBUT)

Kamu juga udah milih aku.
Walau hidup memaksa kamu ke arah lain.

 

Mereka saling menatap. Tidak lebay. Tidak dramatis. Hanya dua hati yang akhirnya duduk di tempat yang tepat.

 

Angin malam bergerak. Daun bergoyang seperti memberi tanda “udah, jalan aja”.

 

Lira dan Arka melangkah ke depan gerbang.

 

Mama Arka menatap mereka. Ibu Lira mensejajari Mama Arka. Keduanya menatap anak-anak mereka dengan pandangan haru sekaligus bangga. Benih-benih permusuhan yang semula akan tersebar seolah pupus semua.

 

MAMA ARKA

Ibu Lira, jangan lupa . . .
Begitu sudah siap, segera kabari saya.
Nanti tiket pesawat dan semua akomodasi yang diperlukan akan segera saya kirim via kantor Balikpapan.

 

IBU LIRA

(TERSENYUM)

Insha Allah . . . secepatnya saya kabari Mama Arka.

 

MAMA ARKA

Kalo begitu, kami pamit.
Liranya saya culik dulu ya, Bu.

 

IBU LIRA

Asal penculiknya masih orang yang sama, saya nggak akan kuatir, Bu.


Lira menoleh ke Ibu Lira.


LIRA

Mèk, aku pamit . . . mau pulang dulu ke masa depan ya.

 

Ibu Lira tersenyum lembut. Damai sekali. Penuh keikhlasan.

 

IBU LIRA

Hati-hati di jalan, Nak.

(KEPADA ARKA)

Ibu titip Lira sepenuhnya ke kamu ya, Nak Arka.


ARKA

(TERSENYUM)

Saya akan jaga kepercayaan itu, Bu.

 

Lira memeluk ibunya sebentar. Hangat. Puitis tanpa banyak kata.

 

Arka membuka pintu gerbang pelan. Lira keluar duluan. Arka mengikuti. Saat gerbang menutup - NARATOR (V.O.) berbisik:

 

NARATOR (V.O.)

(BERBISIK)

Dan begitulah . . . dua hati sudah menemukan ritmenya, di dunia yang kadang nge-glitch, kadang nyindir, tapi selalu nunjukin jalan pulang untuk yang berani memilih.
 

Arka dan Lira berjalan menuju jalan kecil yang diterangi lampu oranye. Langkah mereka sinkron. Tanpa glitch. Tanpa delay.

Untuk pertama kalinya . . . dunia ikut diam.

FADE OUT.


Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)