Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
CEO Bucin (Draft 1)
Suka
Favorit
Bagikan
2. ACT I - SETUP (Part 01)

ACT I — SETUP

 

FADE IN.

 

01. EXT. JAKARTA – MALAM

 

Lampu kota berkilat seperti piksel yang kelelahan. Suara lalu lintas jadi ambience yang terasa terlalu "didesain" untuk adegan pembuka.

 

NARATOR (V.O.)

Ya . . . beginilah hidup Arka Maheswara.
Rapi.
Teratur.
Dan membosankan kayak template presentasi versi paling awal.

 

CUT TO:

 

 

02. INT. RUANGAN PENTHOUSE ARKA – MALAM

 

Arka Maheswara (30), CEO muda dengan kerapian yang mencurigakan, duduk menatap layar laptop yang menampilkan spreadsheet super kompleks. Segala hal tentang dirinya terlihat . . . stabil.

 

NARATOR (V.O.)

Tuh kan?!
Sampai fokusnya aja lêmpêng banget.
Padahal sebentar lagi hidupnya bakal diacak-acak sama alur cerita.

 

Arka menghela napas. Matanya merah lelah. Ia menutup laptop.

 

ARKA

(BERBISIK)

Besok harus rapi . . . besok harus jalan sesuai rencana.

 

Lampu ruangan BERKEDIP sepersekian detik. Seperti glitch kecil.

Arka memperhatikannya - bingung.

 

ARKA

Hah?

 

Glitch hilang. Ruangan kembali normal.

 

NARATOR (V.O.)

Santai, Bos.
Itu cuma pemanasan.
Layar babak satu baru dibuka.

 

Arka memijit pelipisnya — mengira dirinya berhalusinasi.

 

CUT TO:

 

 

03. EXT. GEDUNG KANTOR ARKA – PAGI

 

Cahaya matahari menempel rapi di kaca gedung bertingkat. Terlalu rapi. Seperti dunia sedang berusaha tampil sempurna hari itu.

Danu Pradipta (30), CFO, gaya humor deadpan, berdiri dengan kopi di tangan.

 

DANU

Pagi.
Siap meeting besar?

 

Arka masuk ke gedung. Rapi. Tegas. Sangat CEO.

 

ARKA

Harus.
Investor nunggu.

 

DANU

(MENATAP ARKA CURIGA)

Tapi muka lo kayak lagi buffering ke 240p.

 

Arka menahan senyum.

 

ARKA

Cuma kurang tidur.

 

NARATOR (V.O.)

Iya, kurang tidur karena alur cerita sebenernya lagi mempersiapkan chaos buat dia.

 

CUT TO:

 

 

 

04. INT. RUANG RAPAT UTAMA – PAGI


Investor, staf senior, dan tim manajemen duduk menunggu presentasi Arka dimulai.

 

Arka maju.

 

Klik remote.

 

Slide pertama muncul: GRAFIK PERTUMBUHAN.

 

Semua normal.

 

Lalu - SLIDE BERKEDIP.

 

Tulisan aneh muncul sepersekian detik: "TURN AROUND".

 

Arka mengerjap. Slide kembali normal.

 

ARKA

(BERHENTI BICARA)

. . .

 

DANU

(BERISIK)

Bos?
Lo nge-lag?

 

Arka hendak melanjutkan — LAMPUNYA MEREDUP.

 

RUANGAN NGE-ZOOM. SUARA DESIS seperti dalam adegan drama pendek vertikal yang lagi jadi trend saat ini.

 

Investor semua terlihat normal.

 

Hanya Arka yang melihat distorsi.

 

RANI SASMARA (26) masuk diam-diam membawa berkas. Senyum tipis, vibe 4D.

 

RANI

(TENANG, PURA-PURA FORMAL)

Maaf terlambat.
Silakan lanjut, Pak Arka.

 

Glitch berhenti. Dunia kembali normal.

 

Arka terpaku menatap Rani.

 

NARATOR (V.O.)

Dan . . . masalahnya dimulai.

CUT TO:

 

 

05. INT. SKYBRIDGE – CONTINUOUS

 

Arka masih menatap bayangannya yang terpantul dari dinding kaca itu barusan melambai. Sekarang bayangan itu pura-pura normal lagi - tangan turun, wajah Arka datar - tapi terlalu cepat untuk disebut kebetulan.

 

Arka memicingkan mata.

 

ARKA

(KESAL)

Elo lagi berhalusinasi, Arka.
Ini pasti gara-gara gue belum minum kopi.

 

Arka membalikkan badan, pantulan dirinya mengangkat alis dan tersenyum sejenak lalu kembali normal.

 

Arka langsung jalan cepat, seperti mau kabur dari dirinya sendiri.

 

CUT TO:

 

 

06. INT. KORIDOR LANTAI 28 – PAGI

 

Koridor modern minimalis. Terlihat biasa saja . . . sampai lampu-lampu downlight berkedip dalam ritme aneh, seperti Kode Morse yang sedang flirting.

 

Di ujung koridor, DANU PRADIPTA muncul dari tikungan sambil membawa tablet dan wajah lelah permanen.

 

DANU

Belum jam 9, tapi kantor ini vibes udah kayak neraka lembut.

 

ARKA

Ada yang aneh, Nu.
Tadi liftnya . . .
 

DANU

 . . . berkedap-kedip kayak punya opini sendiri?
Iya, gue tahu.
Gue udah pasrah.

 

Arka menatap Danu, minta konfirmasi absurd.

 

ARKA

Jadi . . . lo juga lihat?

 

DANU

Arka . . . gue CFO perusahaan ini.
Tapi kalo gue mulai peduliin hal-hal absurd seperti itu, bisa-bisa bikin gue nggak bisa tidur.

 

Danu lanjut jalan. Arka mengikutinya seperti anak hilang.

 

CUT TO:

 

 

07. INT. ARKA’S OFFICE – PAGI

 

Pintu terbuka sendiri ketika mendengar langkah Arka.

Tidak otomatis - tapi benar-benar seperti mendengar.

 

Arka masuk, waspada.

 

Di meja kerjanya ada secangkir kopi panas. Masih beruap. Masalahnya? Arka belum pesan kopi.

 

ARKA

(SUSPICIOUS)

Halo?

 

Aroma kopi menggantung . . . terlalu wangi untuk kopi kantor.

 

NARATOR (V.O.)

Tenang.
Itu cuma hadiah kecil dari alur cerita.
Manusia sering butuh dopamin sebelum hidupnya berantakan.

 

Arka memelototi udara kosong.

 

ARKA

Gue sumpahin lo . . . ngomong sekali, gue jitak pala elo.

 

NARATOR (V.O.)

Ah . . . mentang-mentang tokoh utama.
Selalu merasa paling benar omongannya.
Emang elo yakin bisa ngelawan narator cerita?

 

Arka kesal, tapi diminum juga kopi itu.

 

Manusia tetap manusia.

 

KNOCK! KNOCK! Pintu diketuk.

 

Arka dan Narator sama-sama diam, dua pihak yang nggak jelas bermusuhan atau berteman itu menyadari kalo mereka kedatangan tamu.

 

Pintu terbuka.

 

Masuklah RANI SASMARA — rapi, elegan, dan aura "PR Manager yang terlihat antagonis tapi sebenarnya cuma kelelahan eksistensial".

Rani meletakkan tablet di meja Arka.

 

RANI

Kita punya masalah.
Dan . . . sepertinya melibatkan Anda sebagai pusat gravitasi kekacauan pagi ini.

 

Arka tersedak kopi.

 

Danu yang baru masuk belakang Rani cuma mengangkat dua tangan.

 

DANU

Dari tadi gue mau bilang ke elo, Bos.
Semesta ini kayaknya lagi alergi sama lo.

 

Arka menatap mereka berdua—bingung, takut, pasrah.

 

ARKA

Masalah apa lagi?

 

Rani menarik napas panjang, lalu memutar tablet - menunjukkan sebuah video CCTV.

 

INSERT: CCTV FOOTAGE

Arka berjalan masuk kantor. Pintu otomatis macet. Arka geser kanan-kiri. Arka mundur. Pintu terbuka. Tapi dalam rekaman, bayangan Arka di kaca tidak mengikuti gerak tubuhnya. Pantulan bayangannya bergerak sendiri. Mandiri. Seolah punya agenda.

 

Rani menatap Arka serius.

 

RANI

Ada yang mau Anda jelaskan, Pak Arka?

 

Arka menatap layar, pucat. Narator tertawa kecil.

 

NARATOR (V.O.)

Babak satu baru mulai, Nak.

 

Arka masih menatap layar.

 

Rani dan Danu berdiri seperti dua panel komik yang siap melempar dialog sarkas.

 

Tapi sebelum salah satu dari mereka sempat bicara . . .

 

CUT TO:

 

 

09. EXT. CITY ROOFTOP – PAGI JELANG SIANG (BALIKPAPAN)

 

Tiba-tiba film seperti lompat chapter. Tidak ada transisi. Tidak ada penjelasan. Adegan cuma . . . pindah.

 

Di rooftop kosong, LIRA WULANDARI duduk di pinggir tembok, kaki menjuntai, rileks kayak sudah mengenal semesta lebih dahulu dari kita.

 

Uap laut dari Teluk Balikpapan naik pelan, kayak bisikan lama yang masih nyasar ke langit. Lalu berhembus lembut. Terlalu lembut. Seperti angin yang sengaja dipesan khusus untuk scene-nya.

 

Di tangannya ada sebungkus Nasi Kuning yang tengah ia santap dan di sampinganya ada sepiring Gorengan hangat plus segelas kopi hitam yang hangat juga, Sebuah ritual kecil: cara sebagian besar warga Kalimantan Timur menyapa hari sebelum ramai, sebelum panas, sebelum hidup mulai minta terlalu banyak.

 

Ia menatap kamera . . . tidak langsung, tapi seperti tahu ia sedang “dilihat”.

 

NARATOR (V.O.)

Ah . . . Ini dia: LIRA WULANDARI
Tokoh yang penulis skenarionya baru ingat . . . padahal semestanya sudah menunggu.

 

Lira tersenyum kecil. Bukan ke kamera. Ke suara Narator.

 

LIRA

(TENANG, SANTAI)

Telat ya mempekenalkan saya?

 

NARATOR (V.O.)

Jangan sok penting deh, Lira.
Baru juga muncul.

 

Selesai sarapan, Lira berdiri.

 

Saat ia berdiri . . .

 

GLITCH halus: bayangannya ARKA nongol setengah detik terlambat di hadapan Lira. Tapi bukan menyeramkan . . . lebih seperti dunia kesulitan mengikuti mood Lira.

 

Ia berjalan menuju pintu rooftop.

 

Pintu terbuka tanpa disentuh - lebih rapi daripada pintu di kantor Arka.

CUT TO:

 

 

09. EXT. TROTOAR BALIKPAPAN – PAGI JELANG SIANG

 

Ditemani headset bluetooth, Lira jogging menyusuri trotoar tepian sungai Mahakam.

 

Orang-orang di sekitar bergerak normal, tapi setiap ia lewat:

 

·       Warna iklan billboard sedikit lebih cerah.

 

·       Lampu jalan berhenti flicker.


·       Bahkan kucing jalanan tiba-tiba terlihat well-behaved.

 

Lira tidak menyadari. Atau pura-pura tidak menyadari.

 

NARATOR (V.O.)

Dia belum bertemu Arka.
Bagus.
Biar tensi ceritanya naik dulu.
 

Lira berhenti mendadak.

 

Ia menatap ke ujung jalan . . . seperti mendengar sesuatu yang penonton tidak dengar.

 

LIRA

(BERBISIK, PUITIS)

Ada yang lagi error jauh di sana . . .

 

BEAT.

 

Lira tersenyum kecil. Senyum yang bikin dunia sekitarnya ikut berseri setengah detik.

 

Dan tanpa alasan jelas, lampu lalu lintas di belakangnya berubah hijau . . . padahal belum waktunya.

 

CUT BACK TO:

 

 

10. INT. ARKA’S OFFICE – PAGI

 

Arka masih panik menatap CCTV - seperti dua dunia sedang mengejar garis waktu masing-masing.

 

Danu menepuk bahu Arka.

 

 

DANU

Gue nggak tahu apa yang terjadi . . . tapi lo keliatannya butuh liburan, Bos.

 

Narator tertawa kecil.

 

NARATOR (V.O.)

Salah, Nu.
Yang dia butuhkan . . . sebentar lagi muncul.

 

CUT TO BLACK.

 

 

TITLE CARD:

“CEO Bucin”

CUT TO :

 

 

11. INT. ARKA’S OFFICE – PAGI(LANJUTAN)

 

Arka masih menatap layar CCTV, wajahnya tegang. Danu berdiri di belakangnya dengan aura “ingin resign tapi takut cicilan”. Rani menatap situasi seperti sedang mempelajari fenomena alam langka.

 

TING!

Pintu lift berbunyi dari luar - lebih keras dari biasanya.

 

Pintu kantor terbuka perlahan.

 

Masuklah ARAKESHA “KESHA” DIRGANTARA, investor elegan dengan setelan mahal, sneakers futuristik, dan bahasa tubuh millennial sok-tech.

 

KESHA

Pagi.

 

BEAT.

 

Ia mendekat, menatap layar CCTV.

 

KESHA

(MODE TECH-BRO AKTIF)

Ini sih bug gede, Ka.
Bayangan lo desync 0.3 detik.
Kalau kayak gini di startup gue,
developernya udah gue audit sampe akar.
 

Narator tertawa pelan.

 

NARATOR (V.O.)

Investor sok high-tech.
Level bahaya: tinggi.

 

Kesha memutar layar dengan gesture AR padahal layarnya biasa.

 

CUT TO:

 

 

12. EXT. TEPI SUNGAI MAHAKAM – PAGI JELANG SIANG (BALIKPAPAN)

 

LIRA berdiri di tepi air, menikmati sisa gorengan, yang dia mabil dari tas pinggangnya.

 

Gelombang kecil di tepi sungai berkedip seperti sinyal.

 

LIRA

(PELAN)

 . . . oke.
Aku dengar.
 

CUT TO:

 

 

13. INT. ARKA’S OFFICE – PAGI

 

Monitor menyala sendiri. Tertulis:

“INITIATING CONNECTION…”

“SOURCE: BKP*N”**

 

Arka menelan ludah.

 

Danu langsung menutup monitor pakai map.

 

DANU

No. No. No.
Tutup. Tutup.

 

Kesha mengangkat alis dengan elegan.

 

KESHA

Apa lo lagi terhubung sama energi baru?
Algoritma organik?
Atau . . .

 

NARATOR (V.O.)

Atau mungkin seseorang di Balikpapan lagi ngelus garis cerita.

 

Arka mendongak cepat.

 

ARKA

Balikpapan . . . ?
Kenapa harus Balikpapan?

 

CUT TO BLACK.

 

 

14. INT. ARKA’S OFFICE – PAGI JELANG SIANG (LANJUTAN LANGSUNG)

 

Hening. Terlalu hening. Jenis hening yang biasanya muncul sebelum dunia memutuskan buat nge-prank dengan cara baru.

 

Arka, Danu, Rani, dan Kesha saling menatap, menunggu sesuatu… yang akhirnya datang.

 

BRRT—BRRT—BRRT!


Ponsel Arka bergetar seperti kesurupan. Notifikasi masuk bertubi-tubi.

 

Arka mengangkatnya.

 

Layar ponsel menampilkan pesan aneh:

“DATA INCOMING . . . ”

“LINKED ENTITY DETECTED.”

“LIRA WULANDARI.”

 

Arka mematung.

 

DANU

Lo kenal siapa itu, Bos?

 

RANI

(TENANG TAPI TAKUT)

Kenapa sistem acak-acak data ini bisa sampai ke level pribadi gini sih?

 

Kesha mendekat, menatap layar seperti sedang menilai saham.

 

KESHA

(FOKUS PENUH)

Menarik.

Nama muncul dari lokasi yang sama dengan glitch-nya: Balikpapan.

 

Arka menelan ludah.

 

ARKA

Gue nggak kenal . . . bahkan belum pernah dengar namanya.

 

Narator menimpali.

 

NARATOR (V.O.)

Sebentar lagi kamu bakal kenal.
Tenang aja.
Semesta ini lagi semangat nyomblangi kalian.

 

CUT TO:

 

 

15. EXT. KAMPUNG ATAS AIR – SIANG (BALIKPAPAN)

 

LIRA berjalan menyusuri jembatan kayu kecil.

 

Udara di sini punya getaran yang berbeda - sunyi, tapi intens.

 

Ponsel Lira mendadak bergetar.

 

Notifikasi muncul:

“CONNECTED.”

“TARGET: ARKA MAHESWARA.”

 

Lira berhenti. Matanya membesar sedikit. Lalu ia tertawa pelan.

 

LIRA

Hah . . . ?!
Jadi ini sebabnya . . . dari tadi semesta berisik melulu?
 

Ia menatap ponselnya seolah ponsel punya rasa malu.

 

LIRA
(BERBISIK, MANIS TAPI META)
Arka Maheswara . . . siapa pula itu?

 

Gelombang di air memantul seperti menjawab, atau mengejek.

 

CUT TO:

 

 

16. INT. ARKA’S OFFICE – PAGI JELANG SIANG

 

Arka menatap ponselnya seperti menatap kutukan.

 

ARKA

Siapa pun kamu . . . kenapa nama gue muncul di ponsel stranger sih?

 

Kesha menepuk bahu Arka, elegan tapi sok paham.

 

KESHA

Ka . . . lo kayaknya lagi di-proses matching sama semesta versi open beta.

 

Narator tertawa terbahak-bahak.

 

NARATOR (V.O.)

Oh iya.
Ini baru babak satu.
Selamat berjuang.
 

CUT TO BLACK.

 

 

17. INT. KANTOR – RUANG RAPAT KECIL – PAGI JELANG SIANG

 

Arka, Danu, Rani, dan Kesha pindah ke ruang rapat. Ruangan ini kecil, modern, tapi lampunya kedip dengan ritme yang makin susah dijelaskan.

 

Di layar monitor: peta digital yang muncul sendiri. Ada dua titik berkedip: JAKARTA dan BALIKPAPAN. Di antara keduanya, garis tipis muncul—seperti tengah ditarik oleh tangan tak terlihat.

 

DANU

(MENGUSIR UDARA)

Oke.
Kalo ini presentasi, gue lebih pilih slide kosong.

 

RANI

Ini kayak sistem nyoba nyambungin dua hal yang belum pernah bersentuhan.

 

KESHA

(NADANYA EXCITED-TECH)

Atau . . . sistemnya ditarik sama sesuatu.

 

Arka memijit pelipis, hampir pingsan secara emosional.

 

CUT TO:

 

 

18. EXT. TEPI SUNGAI MAHAKAM – SIANG (BALIKPAPAN)

 

LIRA jalan santai mendekati sebuah toko kelontong.

 

Tapi setiap kali dia lewat:

 

·       bunyi pedagang fade out sebentar

 

·       lampu bohlam di kios berkedip


·       beberapa kucing lokal ngeliat dia kayak mereka tahu rahasia besar

 

Lira berhenti di toko kelontong kecil.

 

Penjualnya menatap Lira . . . lama . . . terlalu lama.

 

PENJUAL BUAH

(DEG-DEGAN, ENTAH KENAPA)

Kamu . . . orang sini kah?
Atau . . . orang “sebelah”?

 

Lira tercengang.

 

LIRA

Bu . . . saya cuma mau beli air mineral.

 

Penjual mengangguk cepat. Sangat cepat.

 

Lira bayar dan pergi.

 

Begitu Lira melangkah menjauh, si penjual menghela napas lega seperti habis bertemu hantu yang baik hati.

 

CUT TO:

 

 

19. INT. RUANG RAPAT – PAGI JELANG SIANG

 

Garis digital antara Jakarta - Balikpapan tiba-tiba bergerak sendiri, membentuk ikon hati kecil . . . lalu error . . . lalu kembali garis biasa.

 

DANU

. . . apaan tadi itu?

 

KESHA

(NGOTOT PERCAYA DIRI)

Artificial emotional intelligence.
Atau kecerdasan emosional digital.
Atau . . .

 

RANI

Bu Kesha, itu tadi bentuk hati.
Hati.
 

KESHA

Iya. Gue tau.
Itu artinya sistem lagi mencoba komunikasi dalam . . . bahasa simbolik.

 

Arka berdiri, gelisah.

 

ARKA

Gue nggak ngerti.
Dari tadi nama dia muncul, lokasi dia muncul, bahkan sistem gue kayak nge-link sama dia.
Padahal gue nggak kenal siapa pun dari Balikpapan!

 

Narator masuk dengan senyum jahat.

 

NARATOR (V.O.)
Belum, Nak.
Belum.
 

CUT TO:

 

 

20. EXT. TROTOAR – SIANG (BALIKPAPAN)

 

LIRA berhenti berjalan.

 

Ponselnya menyala sendiri. Tertulis:

“SYNCHRONIZATION 12%”

“TARGET: ARKA MAHESWARA”

 

Lira mendecak.

 

LIRA

Siapa pun kamu . . .
kayaknya hidupmu berisik banget.

 

Ia menutup ponselnya.

 

Tapi layar tetap nyala. Dan angka naik jadi 13%.

 

CUT TO:

 

21. INT. RUANG RAPAT – PAGI JELANG SIANG

 

Arka menatap layar sistem di ruangan rapat. Angkanya: “SYNCHRONIZATION 13%”

 

Arka membeku.

 

ARKA

(BERBISIK)

 . . . apa ini ngikutin gue?
Atau gue yang ngikutin dia?

 

Danu memegang pundak Arka.

 

DANU

Yang pasti . . . ini bukan hari yang baik buat minta kenaikan gaji.

 

Arka langsung memelototi Danu. Danu sontak salting.

 

Kesha menghampiri layar dengan aura orang kaya yang baru nemu ide bisnis.

 

KESHA

Ka . . . kalo ini sinkronisasi entitas - kita harus tahu siapa cewek ini.
Dan kenapa hidup lo di-link langsung sama dia.

 

Rani menghela napas, serius.

 

RANI

Pertanyaan sebenarnya bukan “siapa Lira Wulandari.”
Tapi pertanyaannya adalah . . .

 

BEAT.

 

RANI (CONT’D)

 . . . kenapa semesta milih dia buat ngejar lo?

 

Narator bersiul.

 

NARATOR (V.O.)

Dan jawabannya?
Wkwkwkwk . . . sabar.
Ini kan baru ¼ cerita

 

CUT TO BLACK.


Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)