Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
FADE IN.
29. INT. RUMAH LIRA – RUANG TAMU – SIANG
Cahaya matahari masuk lewat tirai tipis. Ruang tamu kecil itu rapi, sederhana, dan terasa “rumah” - kontras dengan aura tamu yang mau datang.
Pintu diketuk. IBU LIRA membuka.
Di depan pintu: MAMA ARKA, mengenakan pakaian formal elegan, langsung menyodorkan sebuah kotak perhiasan kecil berwarna abu-abu, jelas dari brand kelas atas.
Ketegangan halus langsung memenuhi ruangan. Bukan tegang kasar - tapi ketegangan elegan antara dua perempuan dewasa yang sama-sama punya martabat.
MAMA ARKA
(TERSENYUM SOPAN)
Ibu Lira menatap kotak itu. Ekspresinya tetap tenang - tapi ada kilatan tipis: tidak nyaman. Tidak tersanjung. Hanya: “Ini terlalu mewah untuk rumah saya.”
IBU LIRA
(HALUS, TETAP TEGAS)
Mama Arka masuk dan duduk.
Ibu Lira duduk berhadapan - jarak yang sopan, tapi mengatur posisi “ruang”.
LIRA muncul dari kamar.
Arkanya datang menyusul, berdiri di belakang Mama Arka - gugup.
Mama Arka menyerahkan kotak itu kepada Lira.
MAMA ARKA
Lira ragu membuka.
Ibu Lira memperhatikan.
Begitu kotak dibuka - liontin emas putih dengan berlian kecil motif lotus memantulkan cahaya ke seluruh ruangan (sponsorship, maybe?!).
Arka sedikit kaget.
Lira membeku.
Ibu Lira mengangkat alis tipis - nyaris tak terlihat oleh siapa pun, tapi cukup untuk menunjukkan: “Ini bukan dunia kami.”
Glitch halus terjadi: Cahaya dari liontin itu berpendar sepersekian detik lebih lama dari seharusnya - seolah ruangan belum siap memuat barang semahal itu. Hanya Lira yang melihat jelas.
IBU LIRA
(SOPAN, LEMBUT TAPI TEGAS)
Mama Arka tampak tersentuh - dan sedikit canggung.
MAMA ARKA
Ibu Lira tersenyum kecil - senyum yang manis tapi bernada batasan.
IBU LIRA
Lira menunduk - malu, tersentuh, bingung.
Arka terdiam - bangga dengan Ibu Lira, sekaligus merasa Mama Arka perlu diselamatkan dari canggungnya.
Mama Arka menghela napas perlahan.
ARKA
(MENENGAHI)
Glitch halus lagi: bayangan Mama Arka di lantai muncul setengah detik terlambat. Ia tidak sadar. Lira memperhatikan - alisnya bergetar.
LIRA
Mama Arka menatap Lira—kali ini benar-benar melihatnya sebagai pribadi, bukan calon “kelas sosial”.
MAMA ARKA
Ibu Lira menutup kotak itu sendiri. Pelan, tapi jelas seperti “menutup bab yang tidak pas”.
IBU LIRA
(HANGAT, SEDERHANA)
Keheningan nyaman turun.
Saat Lira akan mengembalikan liontin tersebut. Arka angkat bicara.
ARKA
(KE LIRA)
Lira tersenyum tipis.
LIRA
(TERSENYUM TIPIS)
Gelas di meja berbunyi klik lagi - seperti dunia mengetukkan jarinya minta perhatian. Lira melihat ke arah suara.
LIRA
(PELAN)
Arka menelan ludah.
Mama Arka merinding tanpa alasan jelas.
Ibu Lira hanya memandang anaknya - mengerti lebih dari yang ia katakan.
CUT TO:
30. EXT. BAGIAN BELAKANG RUMAH LIRA – SIANG
Bagian belakang ini menghadap laut. Tidak terlalu lebar namun juga tidak terlalu sempit. Ada lampu menggantung di sudut atap.
LIRA duduk di lantai kayu, punggung bersandar ke dinding, kakinya menjuntai di sela-sela pagar sederhana. Ia terlihat setengah lelah, setengah terjaga sepenuhnya.
ARKA muncul pelan. Ia tidak mengetuk, tapi langkahnya punya kehati-hatian yang lebih “halus” dari biasanya.
ARKA
Lira mengangguk tanpa menoleh.
Arka duduk di lantai, berjarak satu bahu darinya.
Keheningan yang nyaman . . . sebelum glitch datang lagi. Lampu satu-satunya tersebut berkedip sekali, lambat, seperti kelelahan mengikuti emosi penghuninya.
LIRA
(LIRIH)
Arka menatap lampu itu.
ARKA
LIRA
(BEAT)
Arka menimbang kata-katanya, tidak menertawakan, tidak menyangkal.
ARKA
LIRA
Arka menunggu.
LIRA
Arka menelan napas pelan.
ARKA
LIRA
(MENGHELA NAPAS)
Arka tersentak mendengar itu - terluka tanpa menunjukkannya.
ARKA
Lira tersenyum kecil. Tipis. Rapuh tapi manis.
LIRA
(MENEGUK LUDAH, LIRIH)
Arka bersandar pada lututnya, frustrasi tapi menahan diri.
ARKA
(JUJUR)
Lira memejamkan mata.
LIRA
Lampu meja berkedip lagi, kali ini sedikit lebih cepat.
Arka melirik - merasa janggal.
ARKA
Lira membuka mata.
LIRA
(PELAN, HAMPIR TAKUT)
Arka menggigit bibir, tidak ingin membuatnya makin cemas.
ARKA
LIRA
Arka akhirnya mendekat sedikit - tidak menyentuh, tapi jarak di antara mereka tinggal hitungan jari.
ARKA
Hening. Hening sunyi yang indah. Hening yang sinkron - untuk pertama kalinya sejak siang tadi.
Namun glitch kecil muncul: jendela berkedut pelan tanpa angin. Seperti frame video yang drop satu kali.
Lira menoleh.
LIRA
ARKA
(JUJUR)
Lira menunduk, menahan air mata.
LIRA
ARKA
(BEAT)
Tapi aku nggak pergi.
Lira tersenyum - kecil, tapi untuk pertama kalinya malam itu benar-benar tulus. Dia menutup mata perlahan, menyandarkan kepalanya di bahu Arka dan lampu meja berhenti berkedip. Stabil. Tenang.
ARKA
(BERBISIK KEPADA DUNIA)
LIRA
ARKA
LIRA
Arka mengangguk. Lembut. Nyaris tak bersuara.
ARKA
Dunia . . . untuk sesaat . . . ikut diam bersama mereka.
CUT TO:
31. INT. RUMAH LIRA – RUANG TAMU – SORE
Cahaya sore masuk lembut dari celah tirai. Ruang tamu kecil itu terlihat rapi dan terang - terang yang seakan sedikit “terlambat menyala” setelah seseorang bergerak.
IBU LIRA duduk di kursi kayu, tubuh tegak, tangan merapikan ujung sarung. Elegan dalam kesederhanaannya. MAMA ARKA duduk di sofa berseberangan. Ia membawa ketenangan yang tampak dipaksakan - senyum sopannya sedikit kaku, tapi tulus.
Ibu Lira menuang teh. Uap teh sempat berhenti sepersekian detik sebelum naik lagi. Glitch halus. Tidak dibahas, hanya dirasakan.
Keheningan awal bukan canggung. Hening “dua dunia berbeda yang masuk ruang yang sama.”
MAMA ARKA
(PELAN, HATI-HATI)
Ibu Lira mengangguk. Tidak membuka ruang terlalu banyak, tapi cukup untuk menunjukkan ia mendengar.
MAMA ARKA
Ibu Lira menaruh cangkirnya pelan. Ada kekuatan halus dalam gerakan itu.
IBU LIRA
Mama Arka menelan pelan, menyusun kata.
MAMA ARKA
Ibu Lira tak terkejut. Ia sudah menduga ini.
IBU LIRA
MAMA ARKA
(JUJUR)
Kalimat itu membuat udara berubah sedikit. Sederhana, tapi berat.
Glitch halus muncul lagi: bunyi tik-tik jam dinding tiba dua kali, padahal jarum hanya bergerak sekali.
Ibu Lira memperhatikan sekilas. Mama Arka menahan napas kecil.
IBU LIRA
Mama Arka mengangguk - mengakui itu tanpa defensif, tanpa alasan.
MAMA ARKA
Ibu Lira menatap Mama Arka dalam-dalam. Tatapan seorang ibu yang telah melewati badai hidup.
IBU LIRA
MAMA ARKA
(LIRIH)
Ibu Lira tersenyum tipis - senyum yang bukan basa-basi, tapi bentuk hormat.
IBU LIRA
Mama Arka terlihat lega - bahu yang biasanya tegang kini turun satu tingkat.
MAMA ARKA
IBU LIRA
Mama Arka meresapi itu. Tidak takut - justru menghormati.
MAMA ARKA
Ibu Lira tersenyum lembut. Sesederhana rumah ini. Setegas fondasinya.
Glitch terakhir muncul: cahaya sore bergeser pelan, seperti frame video drop 1 detik, lalu normal kembali.
Keduanya sadar. Tapi tidak ada yang membahas.
Dua ibu. Dua dunia. Akhirnya bicara masa depan tanpa saling meremehkan.
CUT TO: