Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
CEO Bucin (Draft 1)
Suka
Favorit
Bagikan
10. ACT II - KETIKA CINTA MULAI NGATUR TAKDIR (Part 07)

22. INT. MOBIL DINAS – JALAN MENUJU IKN – PAGI

Interior mobil bersih, sunyi, AC dingin. Danu menyetir dengan wajah memelas. Arka duduk di sampingnya, berusaha tenang tapi sebenarnya panik nasional.



DANU (V.0.)

Ya Allah . . . kenapa gue hidup dalam film meta begini ya?!



Di kursi belakang: Mama Arka duduk tegak—anggun dan berbahaya. Di sebelahnya, Rani sudah pose elegan seperti putri tertua keluarga Maheswara.


Danu melirik ke kaca spion dalam mobil. Rani benar-benar duduk kayak itu ibunya dia, bukan Arka.


MAMA ARKA

(TEGAS)

Arka.
Kita ke rumah Lira sekarang.


Arka menutup mata sebentar. Sabar. Tarik napas. Lepas.


ARKA

Ma . . . ini hari libur.
Lira pasti di rumah, istirahat juga.
Mama juga baru landing. Jetlag.
Besok pagi mungkin . . .


Mama Arka memotong tanpa sedikit pun nada naik. Tegas, dingin, tapi elegan.



MAMA ARKA

Arka.
Cinta tidak menunggu jadwal.
Apalagi cinta yang tidak saya setujui.


Danu langsung menelan ludah, padahal dia cuma sopir honor. Mobil sedikit goyang.


DANU

(PELAN KE ARKA)

Bos . . .
gue mau turun di halte terdekat aja,
boleh nggak?


Arka melirik: Diam, Nu, diam.


Rani menyela dengan lembut - tapi penuh pertamax.

 

RANI

Mama benar.
Mumpung Mama di sini, lebih efisien langsung bertemu.
Biar semuanya jelas.


Mama Arka mengangguk santai. Seolah itu keputusan rapat penting.

 

MAMA ARKA

Bagus, Rani.
Anak perempuan yang tahu prioritas.


Arka hampir batuk darah. Danu merinding.


ARKA

Jadi ini serius?!
Sekarang?!


MAMA ARKA

Mama terbang jauh-jauh . . . bukan untuk menunggu mood seorang gadis . . . yang bahkan Mama belum kenal.


Arka menatap jalan kosong di depan mobil - dan dunia terasa mengecil sedikit.


Danu menatap spion. Berkata lirih, penuh doa.

 

DANU

Ya Tuhan . . . Tolongin Lira.
Dia belum siap sama audit keluarga level akhir begini.


Rani tersenyum halus. Bukan jahat - lebih kayak: “akhirnya ada yang berani mengatur ulang hidup Arka selain Dunia.”

 

RANI (V.O.)

Akhirnya ada yang berani mengatur ulang hidup Arka selain Dunia.


RANI

Mama, kalau Arka tetap tidak mau, besok atau lusa . . .
saya bantu antar Mama ke rumah Lira.

 

MAMA ARKA

Tidak perlu.
Saya ingin melihat siapa dia
apa adanya . . . hari ini juga.


Arka mengusap wajahnya panjang.


ARKA

Ma . . . please . . .
perlahan sedikit.


Mama Arka menatap ke luar jendela, hutan IKN bergerak pelan di luar sana.

 

MAMA ARKA

Mama sudah perlahan selama tiga puluh tahun.
Hasilnya?!
Papamu kabur sama selingkuhannya.
Maheswara Group hampir saja diakusisi oleh pihak asing.



Sunyi. Tegang. IKN jadi latar megapolitan yang cantik tapi dingin.

Danu mengangguk kecil ke Arka—sekilas—seolah bilang: “Bos, kita mati bareng.”

CUT TO.


23. INT. RUMAH LIRA – RUANG TAMU – PAGI

Ruang tamu sederhana. Mama Arka duduk seperti hakim. Rani di sampingnya, tegak dan percaya diri.



Arka gugup. Lira menunduk.



Ibu Lira duduk di samping anaknya


Sunyi. Di meja tamu sudah tersedia teh hangat dan jajanan khas Balikpapan.


MAMA ARKA

Kamu Lira?


LIRA

Iya, Bu.


MAMA ARKA

Arka berubah sejak dekat dengan kamu.
Saya ingin tahu alasanmu.


Lira tertegun. Belum sempat bicara - Rani masuk, manis tapi menusuk.

 

RANI

Dia ini . . . cukup istimewa untuk membuat Arka lupa ritmenya, Ma.


Mama Arka menatap Lira, dingin. Audit moral dimulai.


MAMA ARKA

Niatmu apa?


Lira membuka mulut - belum ada suara. Tiba-tiba, IBU LIRA membela anaknya. Wibawanya tenang, bukan agresif.

 

IBU LIRA

Bu . . . ma’af.
Kalau ibu mau tanya soal niat anak saya, tanya saya.


Mama Arka sedikit terkejut.


Rani menahan napas.


IBU LIRA

Anak saya kerja dengan semangat yang . . . . saya sendiri sampai terkagum-kagum dengannya
Bangun pagi. Pulang dalam kondisi capek.
Dia nggak punya waktu buat rencana-rencana besar.


BEAT.

Mama Arka diam.


IBU LIRA

Kalau Arka berubah, itu karena hatinya sendiri.
Bukan karena anak saya narik. Lira cuma hadir.


Diam panjang. Menusuk.


Rani mencoba menyelamatkan situasi - maksudnya kompor.

 

RANI

Tapi Bu . . .
Arka terlihat sangat -


IBU LIRA

(TANPA MENATAP RANI)

Kadang orang tua lupa.
Anak laki-laki pun bisa jatuh hati tanpa harus ada yang “mengatur.”


Rani langsung bungkam.


Mama Arka tersentak ringan - kena tepat di gengsi.


Ibu Lira lanjut, nadanya tetap sopan:

 

IBU LIRA

Arka anak baik. Lira juga.
Kalau dua orang baik ketemu . . . bahkan sampai jatuh hati . . . itu urusan Tuhan.
Bukan urusan kami-kami ini mau ngaturnya ke mana.

 

JLEB. Senyap. Senyap yang memotong sampai ke tulang.


Mama Arka - untuk pertama kalinya sejak masuk - menunduk sedikit. Mengambil napas. Dia kalah mental. Bukan karena keras,

tapi karena kalah oleh kejujuran seorang ibu sederhana.


MAMA ARKA

(LEBIH PELAN)

Terima kasih . . . atas penjelasannya.


Dia berdiri.


Rani menyusul, wajahnya kaku.


Arka bingung antara lega atau makin takut.


Mama Arka menatap Lira sebentar. Bukan marah. Lebih ke: “aku perlu mencerna ini.”


MAMA ARKA

Besok . . . aku ingin bicara berdua denganmu. Tanpa penonton.


Lira mengangguk pelan.


IBU LIRA

Silakan, Bu.
Rumah kami selalu terbuka.
Selama datangnya dengan niat baik.


Mama Arka terpaku sepersekian detik - kalimat itu finishing blow. Dia akhirnya mengangguk. Hormat, tapi nggak mau terlihat kalah. Keluar rumah.


Pintu tertutup.


TINGGAL LIRA TERDIAM.


ARKA memegang kepala.


RANI MEMUTIH DAGING.


DUNIA BUNYI “SOFT ERROR.”


CUT TO:


24. INT. RUMAH ARKA – RUANG TAMU – SORE

Arka dan Rani berdiri saling berhadapan.


Udara dingin, tensi panas.


ARKA

Kamu kebablasan, Rani.


RANI

Aku nyelamatin kamu, Arka.


ARKA

Kamu bikin semua makin kacau.


Rani senyum miring macam PR Manager mau nge-spin bencana.


DANU MASUK, tangan megang gelas, wajah kayak mediator gagal ujian.

 

DANU

Sebenernya ya . . .
kalau diliat dari . . .

(MELIRIK ARKA)

perspektif kamu . . . iya juga.
Tapi . . .

(MELIRIK RANI)

dari sisi Rani . . . ehm . . . ada benarnya juga sih.


Arka & Rani serentak menoleh. Tatapan dua harimau. Danu kaku.


ARKA + RANI

(NYARIS BERSAMAAN)

Danu . . . !!!

 

DANU

(PANIK, PLIN-PLAN SEKALI LAGI)

Oke! Oke!
Kalian berdua bener! Atau salah! Atau . . . ya terserah deh!
Gue cuma numpang hidup!


Dia mundur. Nyaris tersandung karpet. Nyaris jatuh. Nyaris mati secara harga diri.


LANGKAH SEPATU. Mama Arka muncul dari lorong.


Danu langsung jalan mundur ke dapur seperti NPC takut dibunuh.


Mama Arka duduk di tengah, memisahkan Arka dan Rani. Diam, tapi auranya menghajar ruangan.


Arka menunduk.


Rani kaku.


Danu mengintip dari dapur, matanya melebar.


MAMA ARKA

Mama baru menyadari,
ada perempuan . . . yang berdiri dengan cara . . . yang bahkan Mama sendiri belum pernah lihat.


Rani tersenggol harga dirinya. Ia coba jadi kompor lagi.

 

RANI

Mama, kalau saya boleh jelaskan -


Mama Arka memotong cepat.

 

MAMA ARKA

Rani, diam!
Hari ini kamu sudah menambah cukup banyak masalah.


Rani langsung padam.


Danu di dapur menutup mulut: “iiih, sakit tuhhh…”


MAMA ARKA

Arka.
Kita harus bicara.
Berdua.


Arka menelan ludah.


Rani menunduk.


Danu berlindung di balik microwave.

CUT TO:


25. INT. RUMAH LIRA – MALAM

Rumah tenang. Terlalu tenang.


Lira duduk di sofa, memegang gelas air yang sudah nggak diminum sejak setengah jam lalu.


Ibu Lira di dapur, merapikan piring pelan, ingin memberi ruang.


Lampu ruang tamu berkedip sekali. Lira mengangkat kepala.


Sunyi.


IBU LIRA (O.S)

(PELAN)

Lampu tu kena angin ja, Nak
(Lampunya kena angin kali, Nak.)


Tapi tidak ada angin. Dan lampu LED bukan tipe “kena angin langsung dramatis”.


Lira menunduk lagi. Lampu berkedip dua kali. Dengan ritme . . . seperti seseorang sedang mencoba bicara. Lira menegang.


DUNIA (V.O.)

(SANGAT HALUS)

Lira . . .


Lira mendongak - kaget setengah mati.

Tapi suara itu seperti datang dari balik dinding, bukan dari ruang nyata.


LIRA

(BERBISIK)

. . . jangan dulu, lah.
Tolong.
Nyawa lelah bênèh
(. . . jangan sekarang.
Tolong.
Aku capek.)


Lampu di atasnya meredup pelan, seperti menghela napas bersama dia.


Ibu Lira keluar dari dapur, melihat lampu yang meredup-menyala.

 

IBU LIRA

Kau padam-nyalakan lampu tu . . .
ngapa, Nak?
(Kamu matiin - hidupin lampu . . .
Ngapain, Nak?)

 

LIRA

Nyawa ndik ngapa-ngapain, Mêk . . .
(Saya tidak ngapa-ngapain, Bu.)


Lampu tiba-tiba menyalak terang sekali - lalu kembali normal seketika. Dunia seperti kaget sendiri.


Ibu Lira menatap lampu, lalu menatap Lira . . . tapi memilih tidak bertanya.


Lira berdiri. Jalan ke jendela. Menyingkap tirai. Di luar . . . pohon-pohon bergoyang pelan padahal angin tidak ada, dan sensor halaman menyala sendiri, padahal kosong.

Dunia kayak ikut gelisah.


LIRA

(BISIK KE JENDELA,

PADA ENTITAS TAK TERLIHAT)

Nyawa belum siap lah . . .
Kenapa kamu rang paksa nyawa?
(Aku belum siap.
Kenapa kalian maksa?)


Gorden bergeser sedikit, seolah ada tangan tak terlihat yang menyentuhnya.


DUNIA (V.O.)

Bukan kami . . . yang bergerak duluan, Lira.


Lira menatap kosong.


DUNIA (V.O.)

Hatimu . . . membuat jalur baru.


Lampu ruang tamu meredup.


Gelas di meja getar pelan.


IBU LIRA

(LEMBUT, TAPI KHAWATIR)

Nak . . . kita perlu panggil tukang listrik atau . . . tukang ruqyah?


Lira menutup mata. Wajahnya capek. Rapuh. Dan terselip luka dari kata-kata Mama Arka tadi.


LIRA

Nggak usah, Bu . . .
Rumahnya cuma . . . ngikutin aku aja.


Lampu berkedip tiga kali. Seakan bilang: iya.

CUT TO:


Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)