Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Judul : Pertarungan di Rangkas Bitung
FADE IN:
Scene (97)
EXT. DESA GUNUNG KENCANA – SUBUH
Kabut pagi menutup pasar yang kini sepi.
Sukma berdiri di puncak bukit, tubuhnya tenang tapi matanya gelap.
Ayu memohon dari belakang.
AYU (menangis)
“Mas... cukup sudah. Dua pasar udah jadi milikmu. Untuk apa lagi?”
SUKMA (datar)
“Masih ada satu tempat yang belum tunduk. Pasar Rangkas Bitung.”
AYU (memohon)
“Kau mau lawan siapa lagi, Mas? Semua orang takut sama kamu...”
Sukma menatap jauh ke arah timur.
SUKMA
“Di sana ada seorang jawara. Namanya Abah Jaya.
Kalau aku kalahkan dia, semua pasar akan damai.”
Ayu menatapnya putus asa.
AYU (pelan)
“Atau dunia akan kehilanganmu selamanya...”
Scene (98)
EXT. PASAR RANGKAS BITUNG – SIANG
Pasar ini jauh lebih besar dari Gunung Kencana atau Maling Ping.
Ribuan orang berdagang.
Di tengah hiruk pikuk itu, berdiri ABAH JAYA (60) — tubuh tegap, sorot mata tajam, berjubah putih dan memegang tongkat kayu.
Wibawanya tenang, tapi auranya membuat udara bergetar.
Beberapa warga berbisik.
PEDAGANG 1
“Itu Abah Jaya... katanya pernah bertapa di Gunung Karang tujuh tahun.”
PEDAGANG 2
“Dia bukan orang sembarangan. Orang yang sombong bisa gila kalau menatap matanya lama-lama.”
Scene (99)
EXT. GERBANG PASAR RANGKAS BITUNG – SIANG
Sukma datang dengan langkah pelan.
Angin berputar, debu naik, dan semua orang menyingkir.
Abah Jaya menatapnya dari kejauhan.
ABAH JAYA (pelan)
“Jadi ini orang yang kabarnya bangkit dari kubur?”
SUKMA (tegas)
“Aku datang bukan untuk berperang. Aku cuma ingin pasar ini bersih. Di bawah kendaliku, semua akan tertib.”
Abah Jaya tersenyum tipis.
ABAH JAYA
“Kau mau menertibkan dunia dengan kekuatan dari kubur?
Nak, kekuatan tanpa ridha Ilahi cuma bencana.”
SUKMA
“Aku tidak butuh restu siapa pun!”
Scene (100)
MUSIK TEGANG MULAI BERMAIN.
Abah Jaya menancapkan tongkatnya ke tanah.
Tanah bergetar, udara jadi berat.
Burung-burung beterbangan dari atap pasar.
ABAH JAYA (datar)
“Kalau begitu, biarkan bumi yang menilaimu.”
Sukma menyerang pertama.
Tinju mautnya menghantam dada Abah Jaya — tapi tubuh Abah Jaya tak bergeming.
Dari tongkatnya, muncul cahaya putih menyilaukan.
Sukma terhempas beberapa meter, tubuhnya berasap.
Ia berdiri lagi — matanya berubah hitam penuh.
SUKMA (menggeram)
“Aku tidak akan kalah! Aku sudah mati sekali!”
Ia berteriak, dan badai angin hitam muncul dari tubuhnya.
Pasar bergetar, genting berjatuhan, orang-orang berlari ketakutan.
Abah Jaya menutup matanya, berzikir pelan.
ABAH JAYA (tenang)
“Kekuatan dari gelap hanya bisa padam oleh cahaya.”
Ia mengangkat tongkatnya — kilatan cahaya putih keluar seperti petir suci, menghantam dada Sukma langsung.
Sukma berteriak kesakitan, tubuhnya mulai retak seperti kaca.
Dari celah kulitnya keluar asap hitam — roh gelap yang selama ini menempel padanya menjerit keras.
SUARA GAIB (menjerit)
“Jangan! Dia milikku!”
Abah Jaya menatap dengan mata tajam.
ABAH JAYA
“Kembalilah ke tempatmu, makhluk yang menipu manusia.”
Satu hentakan tongkat terakhir menghantam tanah —
Ledakan cahaya!
Pasar Rangkas Bitung diterangi cahaya putih yang menyilaukan.
Semua suara berhenti.
FADE OUT SUARA.