Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Penulis : Rana Kurniawan
Scene :Hari Pertama Setelah Pemakaman
FADE IN:
EXT. DESA CURAHEM – PAGI HARI SETELAH PEMAKAMAN
Langit mendung, burung-burung enggan berkicau. Desa terasa sepi, hanya suara angin menyentuh pepohonan bambu.
Di kejauhan, pemakaman Curahem tampak tenang di balik kabut pagi.
CUT TO:
Scene 2:
INT. RUMAH AYU – PAGI
Ayu duduk diam di ruang tamu. Di hadapannya foto pernikahannya dengan Sukma, masih terpasang di dinding.
Wajahnya sembab karena menangis semalaman. Di meja, masih ada piring nasi yang tak disentuh.
AYU (pelan)
“Kamu udah tenang kan, Mas? Aku cuma takut kamu masih sendiri di sana...”
FX: suara lembut angin melewati rumah, seolah ada yang menjawab.
Ayu menatap ke arah jendela — tirai bergerak pelan meski semua jendela tertutup.
Ia menggigil.
Scene 3:
EXT. PEMAKAMAN CURAHEM – PAGI
PAK KARTA, penjaga makam, membawa bunga dan air doa untuk disiram di kuburan baru Sukma.
Ia berhenti di depan nisan. Tanah masih basah dan lembab.
Saat ia hendak menyiram air doa, tiba-tiba tanah di pinggir nisan turun sedikit, seperti ada sesuatu di bawah yang bergerak.
Pak Karta menelan ludah, mundur pelan-pelan.
PAK KARTA
“Mungkin... tanahnya belum padat.”
Ia memaksa tersenyum, lalu cepat-cepat pergi. Tapi kamera tetap di kubur:
FX: dari dalam tanah terdengar bunyi lirih, samar.
“A...yu...”
Scene 4:
INT. MASJID DESA – SIANG
USTAZ HUDRI duduk membaca Al-Qur’an.
Topan datang membawa makanan.
TOPAN
“Ustaz, saya habis lewat makam. Penjaga bilang tanah kuburan yang baru kayak... berdenyut.”
USTAZ HUDRI
(menutup kitab)
“Berdenyut?”
TOPAN
“Iya, katanya tanahnya kayak hidup. Saya juga lihat, Ustaz... ada bekas tangan di sisi makam.”
Ustaz Hudri terdiam. Wajahnya berubah serius.
USTAZ HUDRI
“Jangan bicara sembarangan. Kadang arwah yang belum tenang bisa membuat alam bergetar. Kita doakan saja.”
Scene 5:
EXT. HALAMAN RUMAH AYU – SENJA
Matahari mulai tenggelam. Ayu menyapu halaman.
Tiba-tiba, angin berhembus kencang dari arah kuburan. Daun-daun berputar seperti pusaran kecil.
Dari dalam rumah terdengar suara radio menyala sendiri.
Ayu masuk dengan wajah tegang.
Scene 6:
INT. RUMAH AYU – TERUSAN
Radio tua di meja menyiarkan berita lokal:
PENYIAR RADIO
“Seorang pria tanpa identitas ditemukan meninggal di tikungan Curahem. Polisi belum menemukan keluarga korban...”
Ayu menatap radio dengan air mata mengalir.
Tiba-tiba suara penyiar berhenti... berganti suara napas berat di siaran itu.
“Ayuuu...”
Ayu panik, mematikan radio.
Namun dari jendela belakang terlihat bayangan seseorang berdiri di kebun — diam menatap ke rumah.
Ketika Ayu menoleh lagi, bayangan itu hilang.
Scene 7:
EXT. PEMAKAMAN CURAHEM – MALAM
Pak Karta kembali ke makam membawa senter. Ia melihat tanah Sukma retak sedikit di bagian tengah.
Hujan gerimis turun, membuat suasana semakin mencekam.
PAK KARTA
(pelan)
“Bismillah... kalau ada yang belum tenang, semoga Allah ampuni.”
Ia menabur bunga dan membaca doa.
Tiba-tiba, suara dari dalam tanah terdengar lagi, lebih keras:
“Dingin... gelap... tolong...”
Pak Karta tersentak, senter jatuh. Ia menatap tanah itu dengan mata melebar.
Lalu... suara ketukan pelan dari bawah tanah.
FX: TOK... TOK... TOK...
PAK KARTA
(berlari panik)
“Astaghfirullah! Ya Allah, jangan-jangan dia belum mati!”
Scene 8:
INT. RUMAH AYU – MALAM
Ayu sedang menatap ponsel, melihat foto-foto lama bersama Sukma.
Tiba-tiba, lampu padam.
Dari arah kamar, terdengar suara langkah kaki pelan — menyeret seperti kaki yang berat.
Ayu berdiri, gemetar.
AYU
“Siapa di sana...?”
Langkah itu berhenti di depan pintu.
Ayu mendekat perlahan, membuka pintu sedikit — tapi tidak ada siapa-siapa.
Hanya bau tanah basah yang tercium kuat.
Di lantai, ada jejak kaki berlumpur mengarah ke jendela yang terbuka.
Ayu menjerit kecil, menutup mulut dengan tangan.
Scene 9:
EXT. PEMAKAMAN CURAHEM – TENGAH MALAM
Kamera menyorot kuburan Sukma dari jauh.
Hujan semakin deras.
Tanah berguncang sedikit.
Dari dalam tanah, terdengar teriakan tertahan.
“Ayu... jangan pergi...!”
Petir menyambar, menerangi nisan.
Tulisan pada nisan perlahan berubah karena air hujan: dari “TANPA IDENTITAS” menjadi samar seperti nama “SUKMA”.
FADE OUT.