Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Judul : Hari Ketujuh: Sukma Bangkit dari Kubur
Penulis : Rana Kurniawan
FADE IN:
Scene (64
EXT. DESA CURAHEM – SUBUH
Kabut tebal menutupi seluruh desa.
Suara ayam jantan tak terdengar.
Langit gelap, seolah menolak fajar.
RANA berjalan dengan kamera di tangan. Ia merekam jalan menuju pemakaman.
Suara narasinya terdengar pelan di balik rekaman:
RANA (V.O.)
“Hari ketujuh. Semua jam di rumah warga berhenti pukul tiga pagi.
Udara berubah dingin... seperti waktu berhenti menunggu sesuatu.”
Scene (65)
EXT. PEMAKAMAN CURAHEM – PAGI BUTA
Nisan Sukma sudah hancur seluruhnya.
Tanah bekas kubur itu terbuka seperti diledakkan dari dalam.
Jejak lumpur menuju ke arah desa.
Ustaz Hudri berdiri dengan mata sembab, wajah pucat.
Ia membawa kitab dan botol air doa, tapi tangannya gemetar.
USTAZ HUDRI (pelan)
“Dia telah melewati batas tujuh malam... artinya arwahnya menolak kehendak Tuhan.”
Rana menatapnya ngeri.
RANA
“Artinya... dia hidup lagi?”
Hudri tak menjawab — hanya memejam mata dan berdoa.
Scene (66)
INT. RUMAH AYU – PAGI
Ayu duduk di lantai, memeluk bantal.
Wajahnya pucat, matanya sembab.
Pintu rumah berderit, meski tak ada angin.
Dari luar terdengar suara langkah pelan di atas tanah basah.
Ayu menatap jendela — bayangan seseorang lewat.
AYU (gemetar)
“Mas... Sukma?”
Suara laki-laki menjawab dari luar, lirih tapi jelas:
“Aku pulang, Yu...”
Pintu depan terbuka sendiri.
Kabut masuk perlahan ke dalam rumah.
Dari kabut itu, Sukma muncul — kini sepenuhnya hidup kembali.
Tubuhnya utuh, tapi kulitnya pucat keabu-abuan.
Matanya hitam, dalam seperti tak ada jiwa.
Ia mengenakan pakaian terakhir waktu mati, masih berlumur tanah kubur.
SUKMA
“Aku sudah janji, Yu... tujuh hari saja aku pergi. Sekarang aku di sini.”
Ayu terisak.
AYU
“Kamu bukan Sukma... kamu bukan suamiku...”
Sukma tersenyum — senyum dingin yang tidak manusiawi.
SUKMA
“Tapi aku ingat segalanya. Aku ingat malam aku mati. Aku ingat mereka yang meninggalkanku di jalan.”
Scene (67)
EXT. DESA – PAGI
Warga berlarian.
Seekor ayam ditemukan mati membusuk dalam sekejap.
Air sumur berubah keruh.
Semua jam di rumah berhenti di waktu yang sama: 03:07.
Topan, pemuda desa, berlari menuju rumah Ayu.
TOPAN (teriak)
“Bu Ayu! Jangan buka pintu! Itu bukan Sukma lagi!”
Tapi sudah terlambat.
Saat ia tiba, pintu rumah terbuka... dan hanya kabut keluar.
Scene (68)
INT. RUMAH AYU – WAKTU SAMA
Topan masuk perlahan, membawa obor.
Lantai penuh lumpur.
Foto Sukma dan Ayu di dinding terbakar separuh.
TOPAN (berbisik)
“Bu Ayu...?”
Tiba-tiba, tangan pucat mencengkeram bahunya dari belakang.
Topan menoleh — Sukma berdiri di sana.
SUKMA (dingin)
“Kau... yang pertama menemukanku waktu itu, kan?”
Topan ketakutan.
TOPAN
“Aku cuma bantu... aku nggak tahu apa-apa, Mas!”
Sukma menatapnya tajam.
SUKMA
“Tapi kau diam. Diam itu dosa, Topan...”
Kabut menelan ruangan.
Topan berteriak — suaranya terputus mendadak.
Scene (69)
EXT. MASJID DESA – SIANG
Rana dan Ustaz Hudri bersiap.
Hudri menulis kalimat terakhir di kitabnya.
USTAZ HUDRI
“Satu-satunya cara menghentikannya adalah mengembalikan arwahnya ke tanah, sebelum matahari terbenam.”
RANA
“Dan kalau kita gagal?”
Hudri menatapnya, serius.
USTAZ HUDRI
“Desa ini akan jadi kuburan hidup.”
Scene (70)
EXT. PEMAKAMAN CURAHEM – SORE
Langit berubah merah darah.
Suara gemuruh datang dari bawah tanah.
Makam-makam lain bergetar, nisan bergoyang.
Rana dan Hudri tiba membawa air doa.
Mereka mulai membaca ayat suci.
Dari arah hutan, muncul Sukma berjalan perlahan.
Tubuhnya kini makin kering, seperti jasad yang hidup di antara dua dunia.
Ayu menyusul di belakang, wajahnya pucat, matanya kosong — seolah dirasuki.
RANA (panik)
“Ustaz! Dia bawa Bu Ayu!”
SUKMA (suara dua lapis)
“Kau pikir bisa memisahkan kami? Aku sudah kembali... dan dia milikku selamanya.”
Hudri menabur air doa ke arah Sukma, tapi airnya langsung menguap.
Tanah di sekitar mereka mulai retak.
Dari celah tanah, tangan-tangan hitam muncul, menarik kaki Rana.
RANA (berteriak)
“Ustaz!!”
Hudri mencoba membantu, tapi Sukma menatapnya dengan tatapan tajam —
mata Sukma memantulkan bayangan Hudri sendiri sedang mendustai masa lalu.
SUKMA
“Kau tahu siapa pembunuhku. Kau menutupinya demi kehormatan.”
USTAZ HUDRI (gemetar)
“Itu... kecelakaan, Sukma! Aku tak tahu mereka akan membunuhmu!”
Sukma menatap langit, tertawa kecil.
SUKMA
“Kalau begitu... aku akan buat kalian semua mengerti apa artinya mati tanpa nama.”
Petir menyambar nisan Sukma.
Api biru muncul dari tanah, membentuk lingkaran.
Sukma berdiri di tengahnya, tubuhnya mulai terbakar dari dalam, tapi ia tidak mati —
malah semakin hidup.
USTAZ HUDRI (teriak)
“Rana! Lari!”
Rana berlari, tapi kamera jatuh.
Rekaman terakhir menampilkan Sukma bangkit sepenuhnya, tubuhnya kini sempurna —
hidup, tapi bukan manusia.
SUKMA (berbisik ke arah kamera)
“Kematian bukan akhir. Itu awal dari aku.”
FADE OUT.