Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
Bangkit Setelah Tujuh Hari di Kubur
Suka
Favorit
Bagikan
8. Malam di Antara Dua Dunia
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

Judul : Hari Keenam: Malam di Antara Dua Dunia

Penulis : Rana Kurniawan


FADE IN:

Scene (56)


EXT. DESA CURAHEM – PAGI MENDUNG


Hujan gerimis turun sejak pagi.

Warga desa masih shock setelah menemukan Pak Karta tergantung di pohon dekat makam.

Rumor menyebar cepat: semua yang terlibat dalam kematian Sukma akan mati satu per satu.


RANA berdiri di depan lokasi, memotret dengan kamera.

Ia menatap tubuh Pak Karta yang kini dibawa petugas desa.


RANA (berbisik)

“Dua orang mati. Dan semuanya terkait Sukma...”


Scene (57)


INT. RUMAH USTAZ HUDRI – PAGI


Hudri duduk di ruang kerjanya, menulis catatan di buku tua.

Suara azan subuh baru saja berhenti.

Ia membaca ulang tulisannya:


“Hari keenam. Tanda-tanda keras dari arwah yang tidak diterima bumi. Ini bukan sekadar dendam, tapi keadilan yang menolak doa.”


Di luar, suara ketukan pelan di pintu.

Hudri membuka — Rana berdiri, basah kuyup, membawa file dan kamera.


RANA

“Ustaz, kita harus bicara. Aku sudah lihat semuanya di kamera malam itu. Sukma bukan arwah biasa.”


Hudri menatapnya serius.


USTAZ HUDRI

“Aku tahu. Tapi sebelum malam ketujuh datang, kita harus mencoba memanggilnya dengan cara yang benar... agar tidak ada lagi korban.”


Scene (58)


INT. RUMAH AYU – SIANG


Ayu duduk di ruang tamu, tampak linglung.

Suara televisi samar menyiarkan berita kecelakaan lama — wajah Sukma muncul di layar.


Ia menatapnya lekat, seolah tersihir.

Dari dapur terdengar suara air menetes.

Ayu berjalan ke sana — wastafel penuh air bercampur lumpur.


Di atas meja, gelas bergerak sendiri, lalu pecah.

Di dinding muncul tulisan lumpur: “SATU LAGI.”


Ayu menutup mulut menahan jerit.


Scene (59)


EXT. PEMAKAMAN CURAHEM – SENJA


Hudri dan Rana menyiapkan peralatan doa:

air suci, tasbih, dupa, dan kitab.

Langit memerah — tanda badai akan datang.


RANA

“Kalau ini gagal, apa yang terjadi?”


USTAZ HUDRI

“Kalau gagal, bukan hanya Sukma yang bangkit. Semua arwah di tanah ini akan ikut terguncang.”


Angin bertiup keras. Nisan Sukma tampak retak semakin lebar.

Hudri menabur air doa ke empat penjuru arah makam.


Scene (60)


INT. RUMAH AYU – MALAM


Ayu memandangi lilin yang menyala di meja.

Tiba-tiba lilin padam, lalu nyala lagi sendiri — kali ini warnanya biru pucat.

Dari arah pintu terdengar ketukan tiga kali.


AYU (gemetar)

“Siapa...?”


Suara dari luar menjawab pelan:


“Aku sudah di sini, Yu...”


Ayu membuka perlahan —

Sukma berdiri di depan pintu, tubuhnya basah lumpur, wajahnya separuh manusia, separuh mayat.

Ia tersenyum samar.


SUKMA (lembut tapi dingin)

“Jangan takut... aku hanya ingin pulang.”


Ayu mundur, menangis.


AYU (terisak)

“Kamu sudah mati, Mas... biarkan aku hidup tenang...”


Sukma berjalan masuk, meninggalkan jejak lumpur di lantai.

Semua perabot bergetar.


SUKMA

“Tenang? Setelah mereka buang aku di jalan? Setelah aku mati sendiri tanpa nama?”


Ayu berteriak keras — tiba-tiba tubuh Sukma menghilang dalam angin.


Scene (61)


EXT. PEMAKAMAN – MALAM


Hudri mulai membaca doa pengusiran, suara hujan makin deras.

Rana merekam semuanya.


USTAZ HUDRI (keras)

“Dengan nama Allah yang Maha Kuasa, aku perintahkan makhluk yang terganggu kembali ke asalnya!”


Tanah di depan makam Sukma mulai bergetar keras.

Dari dalam muncul asap hitam dan suara tangisan banyak orang.

Rana memegang kamera kuat-kuat.


RANA (panik)

“Ustaz! Ada banyak suara... bukan cuma Sukma!”


Hudri terus membaca doa, tapi lilin berputar sendiri, apinya membesar seperti terbakar angin.

Sosok Sukma muncul dari kabut — kali ini jelas.


Matanya merah menyala, wajahnya kaku, suaranya bergema dua lapis.


SUKMA (datar, menggema)

“Aku sudah diam enam hari. Sekarang giliran kalian yang mendengarkan.”


Tanah di sekeliling makam retak, dan beberapa nisan roboh.

Rana mundur sambil terus merekam.


USTAZ HUDRI (berdoa keras)

“Ya Allah, kembalikanlah dia ke tempatnya!”


Sukma menatap Hudri dalam-dalam.

Tiba-tiba tasbih di tangan Hudri pecah, manik-maniknya melayang ke udara.


SUKMA (pelan)

“Doamu tidak cukup kuat, Ustaz... karena kau pun menyimpan dosa.”


Hudri membeku, wajahnya terkejut.


USTAZ HUDRI (tergagap)

“Aku... tidak... membunuhmu...”


SUKMA

“Tapi kau tahu siapa yang melakukannya... dan kau diam.”


Kilatan petir menyambar. Kamera Rana merekam Sukma perlahan kembali ke bentuk jasad, kulitnya mulai menutup, matanya hidup lagi.

Ia bukan roh lagi — ia mulai hidup kembali.


Scene (62)


INT. RUMAH AYU – WAKTU YANG SAMA


Lantai rumah bergetar, foto Sukma jatuh.

Ayu terbangun dari pingsan.

Di luar, hujan berhenti tiba-tiba.


Suara napas berat terdengar di belakangnya.

Ayu menoleh... dan melihat Sukma berdiri di ruang tamu, dengan tubuh lengkap,

pakaian terakhir yang ia kenakan waktu dikubur.


SUKMA (pelan)

“Hari ketujuh tinggal satu malam, Yu... setelah itu, kita bersama lagi.”


Ayu jatuh berlutut, menangis histeris.


Scene (63)


EXT. PEMAKAMAN – SUBUH


Hudri tersungkur di tanah, wajahnya pucat. Rana menolongnya bangun.

Tanah makam Sukma kini benar-benar terbuka sebagian.

Tidak ada jasad di dalamnya.


RANA (ketakutan)

“Ustaz... mayatnya... hilang.”


Hudri menatap kosong ke arah nisan yang pecah dua.

Hujan berhenti total.

Udara menjadi sunyi, terlalu sunyi.


USTAZ HUDRI (pelan, gemetar)

“Malam ketujuh... dia akan sepenuhnya hidup kembali.”



FADE OUT.


Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Komentar (0)