Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Judul : Penguasa dari Dunia Kematian
Penulis : Rana Kurniawan
FADE IN:
Scene (80)
EXT. PASAR GUNUNG KENCANA – PAGI BERKABUT
Pasar yang biasanya ramai kini sepi.
Bau kemenyan dan darah ayam bekas persembahan masih terasa di udara.
Orang-orang berbisik ketika Sukma lewat di antara kios.
Tubuhnya tegap, wajahnya tenang — tapi mata hitamnya menyimpan sesuatu yang dingin.
PEDAGANG 1 (berbisik)
“Itu dia... orang yang udah mati tujuh hari tapi hidup lagi...”
PEDAGANG 2 (gemetar)
“Sekarang dia yang jagain pasar ini. Gak ada preman yang berani lewat.”
Scene (81)
INT. RUMAH AYU – PAGI
Ayu menatap dari jendela, melihat Sukma berangkat tanpa bicara.
Ia mulai cemas — suaminya kini jarang tersenyum.
Wajahnya keras, seperti orang yang memendam sesuatu besar.
AYU (V.O.)
“Sejak ritual itu... Mas Sukma berubah. Dia gak tidur, gak makan, tapi gak pernah lelah.”
Scene (82)
EXT. PASAR GUNUNG KENCANA – SIANG
Pasar dikuasai oleh sekelompok preman yang selama ini memeras pedagang.
Pemimpinnya, BAGAS, duduk di warung kopi, memegang golok.
BAGAS (sombong)
“Katanya ada orang kebal dari desa bawah. Suruh aja datang ke sini, mau lihat dia kebal sampai kapan.”
Tiba-tiba suasana berubah hening.
Angin berhenti. Daun-daun kering berputar di sekitar mereka.
Dari ujung jalan, Sukma berjalan pelan.
SUKMA (datar)
“Aku cuma mau satu hal... pasar ini berhenti jadi tempat dosa.”
Bagas tertawa.
BAGAS
“Dengar nih, orang mati ceramah. Hahaha!”
Bagas menebas golok ke arah Sukma —
DAR! Golok itu patah di dada Sukma.
Sukma menatapnya tajam.
SUKMA (dingin)
“Aku sudah mati sekali. Kau pikir bisa membunuhku lagi?”
Dalam sekejap, Sukma memegang tangan Bagas — tulangnya patah dengan suara keras.
Preman-preman lain mencoba menyerang dengan pisau, besi, bahkan pistol rakitan.
Semua serangan memantul dari tubuh Sukma seperti menghantam batu.
PREMAN 2 (panik)
“Dia kebal, Bang! Dia bukan manusia!”
Sukma mengangkat tangan, dan angin berputar seperti pusaran kecil, menumbangkan kios.
Orang-orang berlarian ketakutan.
Sukma berdiri di tengah kekacauan, tapi wajahnya tetap tenang — seperti sedang menjalankan takdir.
Scene (83)
EXT. GUNUNG KENCANA – MALAM
Langit gelap, petir menyambar jauh di puncak gunung.
Di bawah, pasar kini dikuasai Sukma.
Ia tak memungut uang, tapi setiap orang yang berdagang harus menyalakan dupa dan membaca doa untuk arwah yang tak tenang.
Pedagang percaya pasar itu kini “aman” karena dijaga oleh penunggu manusia — Sukma.
PEDAGANG 3
“Dulu pasar ini penuh maksiat... sekarang aman, tapi terasa... dingin. Seperti dijaga sesuatu.”
Scene (84)
INT. MASJID DESA – MALAM
Ustaz Hudri membaca berita di koran:
"Preman Pasar Gunung Kencana Kocar-kacir – Warga Klaim Ditolong oleh Pria Misterius Bernama Sukma."
Ia menghela napas berat.
USTAZ HUDRI (berbisik)
“Kebaikan tanpa kendali bisa jadi kejahatan baru.”
Rana duduk di seberang meja, membuka kameranya.
RANA
“Aku lihat sendiri, Ustaz. Dia bisa ngebengkokin besi cuma pakai tangan. Tapi matanya... bukan mata manusia.”
Hudri menatap jauh ke arah bukit.
USTAZ HUDRI
“Kematian memberi dia kekuatan. Tapi kalau dia terus pakai untuk dunia... arwahnya akan kehilangan sisi suci.”
Scene (85)
EXT. PASAR GUNUNG KENCANA – MALAM
Sukma duduk di bangku kayu, menatap kios-kios sepi.
Angin dingin berhembus pelan.
Ayu datang membawa makanan.
AYU
“Mas... pulanglah. Aku takut kalau kamu terus di sini...”
Sukma menatap jauh ke arah gunung.
SUKMA
“Dulu mereka buang aku di jalan, Yu. Sekarang aku berdiri di atas tanah mereka.”
AYU (pelan)
“Tapi kamu kehilangan dirimu, Mas...”
SUKMA (datar)
“Aku cuma ambil keadilan. Dunia gak kasih aku hidup yang layak, jadi aku rebut sendiri.”
Petir menyambar lagi di langit.
Wajah Sukma terlihat dalam cahaya kilat — setengah manusia, setengah bayangan.
Scene (87)
MONTAGE (cepat, dramatis):
Sukma menertibkan pasar, memukul preman yang kembali datang.
Warga memuja namanya, mulai menyembahnya dengan bunga dan dupa.
Di malam hari, bayangan Sukma terlihat di atap pasar — seperti penjaga gaib.
Hudri shalat malam, wajahnya penuh gelisah.
Scene (87)
INT. MASJID – SUBUH
Hudri membaca catatan lamanya:
> “Kebangkitan kedua. Kekuatan kebal. Pengaruh atas manusia.
Jika tidak dihentikan, roh akan menguasai jasad sepenuhnya.”
Ia menatap ke arah pasar dari jendela masjid.
Langit di atas pasar berubah merah samar.
USTAZ HUDRI (pelan)
“Sukma... kau mulai dimiliki oleh sesuatu yang lebih gelap.”
Scene (88)
EXT. PASAR – SUBUH
Pasar tampak damai.
Sukma berdiri di atas balkon bekas gudang tua, menatap seluruh wilayahnya.
Angin meniup kain kafan putih yang tergantung di sudut kios — peninggalan dari hari pemakamannya dulu.
SUKMA (V.O.)
“Dulu aku dikubur tanpa nama.
Sekarang semua orang di pasar ini menyebut namaku setiap hari.”
Ia menggenggam tangan.
Di matanya, kilatan api biru muncul sebentar.
SUKMA (pelan)
“Tapi kalau kekuatan ini tumbuh... siapa yang bisa menghentikanku?”
CUT TO BLACK.