Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Judul : Kekuatan dari Kubur
Penulis : Rana Kurniawan
FADE IN:
Scene (71)
EXT. DESA CURAHEM – PAGI SETELAH KEBANGKITAN
Desa sunyi.
Kabut pagi belum juga hilang meski matahari sudah tinggi.
Burung-burung menghilang, dan udara terasa lebih berat.
Di jalan setapak menuju rumah Ayu, jejak kaki berlumpur Sukma masih basah — seolah baru saja dilalui.
Scene (72)
INT. RUMAH AYU – PAGI
Ayu duduk di pojok kamar, menangis.
Tubuhnya gemetar. Di depannya, Sukma berdiri — kini hidup kembali, tapi wajahnya pucat dan dingin.
Ia menatap tangan sendiri, memperhatikan nadi yang kembali berdenyut.
SUKMA (pelan, heran)
“Aku... bernapas lagi...”
AYU (menangis)
“Kamu bukan Sukma yang dulu... aku bisa lihat matamu. Itu bukan mata suamiku!”
Sukma berjalan pelan ke arah cermin.
Ia menatap bayangannya — tapi cermin tidak memantulkan wajahnya sepenuhnya.
Hanya sebagian, seperti antara manusia dan roh.
SUKMA
“Aku tak tahu siapa aku sekarang... tapi aku tak mau pergi lagi.”
Ayu menjerit kecil dan memeluk dirinya sendiri.
Ia tahu, walau wajah itu adalah suaminya — jiwanya bukan lagi manusia.
Scene (73)
EXT. RUMAH AYU – SIANG
Ayu mendatangi Ustaz Hudri di masjid.
Langkahnya tergesa, wajahnya panik.
AYU (gemetar)
“Ustaz! Tolong saya... Sukma hidup lagi! Tapi... bukan seperti manusia.”
Hudri menatapnya kaget, tapi tak sepenuhnya terkejut.
USTAZ HUDRI
“Aku sudah duga. Arwahnya tertahan antara dunia dan akhirat. Tapi... kalau benar dia hidup kembali, hanya ada satu cara — ritual pemulihan roh.”
AYU
“Apa itu bisa membuatnya jadi manusia lagi?”
USTAZ HUDRI (pelan)
“Bisa... tapi tidak tanpa harga.”
Scene (74)
EXT. PEMAKAMAN CURAHEM – MALAM
Langit merah keunguan.
Ayu, Ustaz Hudri, dan Rana berkumpul di sisi kubur Sukma yang hancur.
Di tengah lingkaran doa, Sukma berdiri diam — mata kosong, tubuh kaku seperti patung.
Hudri menabur air doa, membaca ayat demi ayat.
Rana menyiapkan kamera, merekam dari jauh.
USTAZ HUDRI (tegas)
“Dengan izin Allah, kami kembalikan roh ke tubuh yang hilang. Kembalilah pada fitrah manusia, wahai arwah yang tersesat!”
Sukma menjerit keras, suara dua lapis bergema ke seluruh lembah.
Tanah bergetar. Angin bertiup dari segala arah.
Cahaya putih keluar dari dada Sukma, menembus langit.
Lalu...
sunyi.
Scene (75)
INT. MASJID DESA – SUBUH
Sukma terbangun di dalam masjid.
Ia terengah, menatap sekeliling.
Tubuhnya kini hangat, matanya normal — warna hitam biasa.
Ayu berlari masuk, menangis bahagia.
AYU (menangis)
“Mas... Mas Sukma! Kamu kembali!”
Sukma tersenyum lemah.
SUKMA (pelan)
“Aku... ingat semuanya, Yu. Kecelakaan itu... malam itu...”
Hudri tersenyum lega.
USTAZ HUDRI
“Puji Tuhan... kau diberi kesempatan kedua.”
Scene (76)
EXT. DESA CURAHEM – PAGI
Berita menyebar cepat: Sukma hidup lagi.
Warga terkejut tapi juga takut.
Beberapa orang mulai menganggapnya kutukan.
Namun, keanehan mulai muncul...
Saat Sukma menebas bambu di halaman, parang yang ia gunakan patah, tapi kulit tangannya tidak terluka sedikit pun.
Ketika Rana datang untuk menemuinya, Sukma mencoba menusuk jarinya dengan paku kecil — paku itu bengkok.
RANA (terkejut)
“Mas... tubuhmu...”
SUKMA (heran)
“Aku nggak bisa berdarah...”
RANA
“Ini bukan mukjizat, Sukma. Ini akibat dari kematianmu. Tubuhmu... bukan milik dunia sepenuhnya.”
Scene (77)
INT. MASJID – MALAM
Ustaz Hudri mencatat hasil ritual di buku tuanya.
“Ritual berhasil. Sukma kembali manusia. Tapi tubuhnya menolak luka.
Ia tidak bisa mati. Tak bisa berdarah. Tak bisa merasa sakit.”
Hudri menatap ke luar jendela, khawatir.
USTAZ HUDRI (berbisik)
“Kebal bukan anugerah... itu tanda bahwa kematian masih menuntut bagian darinya.”
Scene (78)
EXT. DESA CURAHEM – MALAM
Dua orang preman desa yang dulu mencelakai Sukma datang menghampiri rumahnya, takut rahasia lama mereka terbongkar.
PREMAN 1
“Kalau dia beneran hidup lagi, kita habisin sekarang juga!”
Mereka menyerang Sukma di halaman rumah.
Pisau menancap ke dada Sukma — tapi tidak berdarah.
Pisau itu malah patah.
Sukma menatap mereka dingin.
SUKMA (tenang)
“Kalian pikir bisa bunuh orang yang sudah mati?”
Dengan sekali dorongan, kedua preman itu terpental jauh, menabrak pagar bambu.
Ayu menatap dari jendela, ngeri tapi tak bisa bersuara.
Scene (79)
INT. RUMAH AYU – TENGAH MALAM
Sukma duduk di depan cermin.
Ia menatap matanya sendiri.
Di pupil matanya, muncul bayangan kubur dan cahaya api biru samar.
SUKMA (pelan)
“Aku manusia... tapi bukan seperti dulu.”
Dari luar rumah terdengar suara doa Ustaz Hudri, mencoba menenangkan arwah sekitar.
Namun Sukma menatap tangannya, menggenggam kuat — dan lampu rumah bergetar, kaca jendela retak.
SUKMA (menatap tangannya)
“Kekuatan ini... datang dari kematianku.”
Ayu berdiri di ambang pintu, gemetar.
AYU (pelan)
“Mas... jangan biarkan kematian menguasai kamu lagi...”
Sukma menatapnya lembut, tapi senyumnya samar-samar seperti bukan milik manusia.
FADE OUT.