Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Judul : Hari Kelima: Desa dalam Ketakutan
Penulis : Rana Kurniawan
FADE IN:
Scene (49)
EXT. DESA CURAHEM – PAGI BERKABUT
Langit kelabu. Suara ayam tak terdengar.
Kabut tebal menutupi seluruh jalan.
Di tepi sungai dekat pemakaman, warga berkerumun.
Mereka menatap sesuatu yang mengambang di air — tubuh Topan, penuh lumpur dan luka cakaran.
WARGA 1 (panik)
“Ya Allah… ini Topan!”
WARGA 2
“Dia hilang semalam. Sekarang ketemu di sungai...”
Rana datang membawa kameranya, merekam dari jauh.
Ia melihat jelas — di leher Topan ada bekas tangan berlumpur, seperti dicekik kuat.
Rana menelan ludah, wajahnya pucat.
Scene (50)
INT. POS KEPALA DESA – SIANG
Kepala Desa, Pak Karta, duduk bersama Ustaz Hudri dan Rana.
Wajah mereka tegang.
PAK KARTA
“Ini sudah dua malam kita diganggu. Sekarang ada yang mati. Saya nggak mau warga panik.”
USTAZ HUDRI
“Kematian Topan bukan biasa. Ada sesuatu yang belum selesai dari makam Sukma.”
RANA
“Ustaz, saya rekam suara dari kubur dua hari lalu. Ada yang bilang ‘tolong’. Dan sekarang Topan mati...”
Pak Karta memukul meja, menatap Rana tajam.
PAK KARTA (keras)
“Cukup! Jangan sebar cerita hantu di desa ini. Semua cuma kebetulan!”
Hudri menatap Karta lekat-lekat, membaca raut wajahnya.
USTAZ HUDRI (pelan)
“Kebetulan... atau penyesalan, Pak Karta?”
Pak Karta terdiam, lalu pergi meninggalkan ruangan.
Scene (51)
EXT. PEMAKAMAN CURAHEM – SORE
Hudri datang bersama Rana.
Mereka melihat nisan Sukma kini retak di bagian tengah, seperti dihantam dari dalam.
Hudri berjongkok, meletakkan tangannya di tanah.
USTAZ HUDRI (berzikir pelan)
“Tanah ini menolak jasadnya...”
RANA
“Kenapa bisa begitu, Ustaz?”
USTAZ HUDRI
“Arwahnya belum diterima bumi. Artinya ada kezaliman yang belum diampuni.”
Rana menatap ke arah pohon di ujung makam, di mana burung gagak hinggap, menatap mereka tajam.
Tiba-tiba, angin dingin berhembus, dan suara samar terdengar:
“Mereka bohong... semua bohong...”
Hudri menggenggam tasbih lebih erat.
Scene (52)
INT. RUMAH AYU – MALAM
Ayu duduk di depan cermin. Rambutnya berantakan.
Ia seperti tidak tidur beberapa malam.
Di belakangnya, bayangan Sukma tampak samar di cermin.
AYU (pelan)
“Mas... kalau kamu masih di sini... aku mohon, tenanglah...”
Bayangan itu perlahan bergerak mendekat.
Tangan Sukma muncul dari cermin dan menyentuh pundak Ayu.
SUKMA (suara berat)
“Aku tidak bisa tenang... sebelum mereka merasakan sakitku.”
Ayu menjerit, memukul cermin — pecah berkeping-keping.
Dari pecahan kaca itu, tampak sekilas wajah Sukma tersenyum ngeri.
Scene (53)
EXT. DESA CURAHEM – MALAM
Warga ketakutan. Banyak yang menyalakan dupa dan lampu di depan rumah.
Suara gonggongan anjing bersahutan.
Beberapa anak kecil menangis karena melihat bayangan di atap rumah.
Di rumah Pak Karta, suara ketukan di jendela terdengar terus menerus.
Karta mengambil parang, berjalan perlahan.
PAK KARTA (berteriak)
“Siapa di luar?! Kalau maling, kubunuh kau!”
Ia membuka jendela perlahan.
Dari luar, tangan berlumpur mencengkeram wajahnya dan menariknya keluar secepat kilat.
Jeritannya menggema ke seluruh desa.
Scene (54)
INT. MASJID – LARUT MALAM
Hudri sedang berdoa, keringat dingin di wajahnya.
Rana duduk di sudut, menyalakan kamera malam.
RANA (pelan)
“Ustaz, saya rasa Sukma nggak hanya marah... dia ingin sesuatu.”
USTAZ HUDRI
“Benar. Arwah dendam tak butuh doa. Ia butuh pengakuan dari yang berdosa.”
Tiba-tiba lampu masjid padam.
Dari kegelapan terdengar suara langkah berat.
Rana menyalakan night vision.
Kamera menangkap bayangan Sukma berjalan di antara tiang masjid.
USTAZ HUDRI (mengeras)
“Sukma! Jika kau mendengar, aku di sini untuk menolongmu!”
Sukma berhenti, menatap ke arah Hudri.
Matanya hitam legam, darah menetes dari mulutnya.
SUKMA (datar)
“Kau... tolong mereka yang membunuhku?”
Hudri mundur setapak, terkejut.
USTAZ HUDRI (pelan)
“Aku... ingin menolongmu pergi dengan damai.”
SUKMA (dingin)
“Damai? Setelah mereka buang aku di jalan dan bilang aku kecelakaan?”
Kamera Rana bergetar. Ia menatap Hudri dengan wajah ngeri.
RANA
“Berarti... Sukma dibunuh?”
Sukma perlahan menghilang dalam kabut, menyisakan suara samar:
“Hari ketujuh... semua akan tahu.”
Scene (55)
EXT. DESA – PAGI KEESOKAN HARINYA
Mayat Pak Karta ditemukan tergantung di pohon besar dekat pemakaman.
Warga kini benar-benar panik.
Ayu pingsan begitu mendengar kabar itu.
Hudri berdiri di tepi jalan, menatap makam Sukma.
USTAZ HUDRI (pelan)
“Dia tak lagi jadi arwah... dia jadi penuntut.”
FADE OUT.