Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
ARUNIKA HOSPICE
Suka
Favorit
Bagikan
15. Scene 143 - 147
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

TH.2024 (10 tahun kemudian)

143. INT. ARUNIKA HOSPICE – LORONG KAMAR ARUNIKA – SIANG

Hasbi yang kini berusian 27 tahun, berjalan di sepanjang lorong hospice, menggunakan jas putih panjang dan hanya tampak bagian punggungnya. Para arunika tampak menyapanya.

ARUNIKA 1

Siang, Pak.

HASBI

(berhenti melangkah)

Siang, Bu. Tadi malem bisa tidur nyenyak?

ARUNIKA

Iya, Pak. Obatnya manjur.

HASBI

Alhamdulillah.

Hasbi kembali melangkah (masih tampak punggungnya saja).

ARUNIKA 2

Pak Dokter sudah makan siang?

HASBI

Sudah, Pak. Bapak sudah makan?

ARUNIKA 2

Sudah barusan.

HASBI

Nggak ada keluhan sakit perut atau mual kan, Pak?

ARUNIKA 2

Nggak, Pak. Alhamdulillah.

HASBI

Alhamdulillah.

Hasbi kembali melangkah. Wajahnya kini diperlihatkan dan tampaklah Hasbi yang berusia 27 tahun.

CU: Tanda nama di jas Hasbi tertulis dr. Hasbi Mahendra, Sp.Onk.Rad.

Hasbi melangkah ringan menyusuri lorong hospice.

CUT TO:

144. INT. KAMAR PERAWATAN – SIANG

Hasbi masuk ke dalam kamar perawatan seorang arunika. Saat wajahnya diperlihatkan, ternyata itu adalah Farhat.

HASBI

Apa Bapak tidur nyenyak tadi malam?

FARHAT

(menggeleng)

Mungkin karena tadi malam, malam pertama bapak tinggal di sini, bapak belum terbiasa.

HASBI

Itu wajar. Nanti juga bapak bakal betah di sini. Di sini banyak orang-orang baik.

FARHAT

(mengangguk)

Apa kamu nggak keberatan bapak tinggal di sini? Kamu bakal setiap hari ketemu bapak.

HASBI

Bagi Hasbi, Bapak sama seperti arunika yang lain. Kita semua yang tinggal di sini, arunika, relawan medis, non medis, semuanya adalah keluarga. Dan karena Bapak juga tinggal di sini, Bapak juga sudah jadi bagian dari keluarga.

(jeda)

Hasbi harus keliling hospice, jadi Hasbi permisi dulu. Kalau nanti Bapak ada keluhan, Bapak telepon Hasbi. Atau untuk keadaan darurat, Bapak tekan tombol di samping ranjang itu.

Hasbi hendak keluar dari kamar.

FARHAT

Hasbi. Bapak minta maaf. Bapak harusnya mengatakan ini sejak lama. Bapak sudah menyakiti kamu dan ibumu, bapak sangat menyesal. Bapak sekarang sudah menerima hukumannya.

HASBI

(berbalik dan menatap wajah Farhat)

Penyakit ini bukan hukuman, Pak. Sakit adalah ujian, dan juga anugerah yang menghapuskan dosa-dosa. Bapak memang menyakiti hati kami di masa lalu, tapi itu adalah pilihan hidup Bapak. Bapak mungkin bersikap egois, tapi itu semua demi kebahagiaan Bapak sendiri dan itu hak Bapak. Jadi ... jangan pernah berpikir kalau sakit Bapak sebagai hukuman!

(jeda)

Hasbi dan ibu, juga sudah memaafkan Bapak sejak lama.

FARHAT

(menangis)

Makasih, Nak. Kamu sudah dewasa sekarang. Dan Bapak bangga karena kamu menjadi orang yang jauh lebih baik daripada bapak.

CUT TO:

145. INT. DAPUR KANTIN HOSPICE – SIANG

Hasbi berjalan melalui kantin yang cukup ramai, lalu masuk ke dalam dapur. Hasbi melihat Nico dan Arul yang sedang sibuk menyiapkan makanan.

Hasbi menunggu sambil memperhatikan mereka. Setelah selesai, Nico dan Arul menghampiri Hasbi.

HASBI

Apa kabar Chef kita yang keren (menunjuk pada Nico) dan ahli gizi kita yang hebat ini (menunjuk pada Arul)?

NICO

Alhamdulillah, baik.

ARUL

Alhamdulillah.

HASBI

Restoran kalian tutup?

NICO

Enggak, lah! Kan ada pengelola.

HASBI

Oh, pantesan kalian lumayan rajin ke sini.

ARUL

Kita sengaja bikin bisnis kuliner kita sesukses mungkin, biar kita punya banyak waktu luang dan bisa sering ke sini.

HASBI

Makasih, loh!

(jeda)

Keputusan kalian buat kerja sama memang tepat. Sejak Nico beralih ke bisnis kuliner sehat, penghasilannya bertambah puluhan kali lipat. Dan yang lebih mengejutkan adalah kalian jadi saudara.

NICO

Alhamdulillah.

(merangkul Arul)

Iya, nih. Kita juga nggak nyangka ternyata ibu sama bapak kita berjodoh. Di depan kita mereka cuma saling sapa, siapa yang sangka ternyata mereka saling cinta.

ARUL

(tertawa)

Bener banget. Itu kejadian paling mengejutkan dalam hidup gue. Tapi sekaligus kejadian yang sangat gue syukuri.

NICO

(pada Hasbi)

Dan kita juga mau bilang makasih sama lu.

HASBI

Untuk?

NICO

Kita bisa jadi seperti sekarang, karena dulu lu ajak kita mengenal tempat ini.

HASBI

Kalau gitu, kalian juga harus berterima kasih sama ibu gue, karena dia yang mengenalkan hospice ke gue.

Ketiganya tertawa.

CUT TO:

146. INT. SEBUAH RESTORAN – SIANG

Andini, dr.Adyan, dan Indra—suami Andini— duduk satu meja di sebuah restoran.

DR.ADYAN

Bisnis kamu lancar?

INDRA

Alhamdulillah. Rencananya kita mau buka cabang di Bandung.

DR.ADYAN

Alhamdulillah. Semua itu berkah dari jadi donatur tetap hospice. Terima kasih, ya. Semoga berkah terus rejekinya.

INDRA

Amin. Apa yang saya lakukan bukan hal besar, kalau dibandingkan dengan yang Kang Adyan lakukan.

DR.ADYAN

Saya cuma menjalankan tugas saya aja, kok.

INDRA

 Akang apa nggak ada kendala selama mengelola hospice?

DR.ADYAN

Alhamdulillah nggak ada. Setiap hari selalu ada keajaiban di sana. Kita nggak pernah kekurangan dana maupun relawan.

INDRA

Sesuatu yang didasari niat baik dan mulia memang akan selalu ada jalan kemudahan.

ANDINI

Betul, Kang. Berkat hospice itu juga, Hasbi jadi seperti sekarang.

(jeda)

Ngomong-ngomong Hasbi kok belum datang, ya?

DR.ADYAN

Paling kejebak macet.

INDRA

Kang Adyan sama Hasbi keluar bareng-bareng gini apa nggak masalah?

DR.ADYAN

Insyaallah enggak. Dokter relawan di sana sekarang bertambah beberapa orang. Berkat Pak Anggoro yang berhati mulia, hospice jadi semakin besar dan bisa ditinggali lebih banyak orang.

INDRA

Alhamdulillah. Beliau insyaallah bahagia di surga berkat kebaikannya.

DR.ADYAN DAN ANDINI

Amin.

Tak lama kemudian, Hasbi datang dan segera bergabung.

HASBI

Kalian udah nunggu lama, ya? Maaf, tadi kejebak macet.

INDRA

Belum terlalu telat, kok. Pesanan kita juga belum dateng.

ANDINI

Istrimu mana?

HASBI

Lagi ke toilet.

DR.ADYAN

Om masih nggak nyangka loh, kamu menikah sama dia.

HASBI

Kenapa memangnya?

DR.ADYAN

Keajaiban.

INDRA

Betul. Kalau denger cerita kalian dari ibu kamu, itu adalah kisah yang romantis dan ajaib.

HASBI

Ayah bisa aja, nih. Kisah Ayah sama Ibu menurut Hasbi lebih romantis.

INDRA

Ya, ayah setuju sih kalau itu.

Semua serempak tertawa.

Tak lama kemudian, Alin datang dan bergabung.

ANDINI

(beranjak dari kursi dan menyambut Alin)

Hai, sayang! Sini-sini duduk.

ALIN

Ibu sama Ayah sehat-sehat, kan?

ANDINI DAN INDRA

Alhamdulillah.

ALIN

(pada dr.Adyan)

Pak Dokter, lama nggak ketemu. Makin keliatan muda, loh.

DR.ADYAN

Bisa aja kamu, Lin.

ALIN

Maaf ya, untuk sementara nggak bisa bantu-bantu di sana. Nanti kalau udah lahiran dan setiap ada waktu, Alin pasti ke sana. Boleh kan, Bu? (pada Andini)

ANDINI

Boleh, sayang. Nanti cucu ibu, ibu yang jaga. Kamu tenang aja.

DR.ADYAN

Ibu kamu memang terbaik, ya. ngomong-ngomong udah berapa bulan?

ALIN

Udah mau empat bulan, Om.

DR.ADYAN

Alhamdulillah. Semoga sehat terus dan lancar semuanya.

ALIN

Amin.

ANDINI

Tadi Om kamu bilang, masih nggak percaya kalau Hasbi menikah sama kamu.

ALIN

Bener sih, Om. Saya aja masih nggak percaya bisa menikah sama Hasbi dan akhirnya punya keluarga seperti kalian. Saya bahagiaaa... banget.

HASBI

Hasbi juga bahagiaaa... banget menikah sama Alin.

ALIN

Pastinya.

Semua tertawa serempak.

INDRA

Ibu kamu juga bahagia banget punya menantu berbakat kayak Alin. Bisnis kebaya dia jadi terkenal di kalangan selebritis berkat rancangan Alin.

ALIN

Alin menantu idaman dong, ya.

ANDINI

Pastinya.

Semua tertawa.

CUT TO:

147. EXT. TAMAN BELAKANG ARUNIKA HOSPICE – SIANG

Hasbi dan Alin sedang duduk di bangku taman.

ALIN

Gimana keadaan bapak?

HASBI

Dia sudah mulai adaptasi dengan situasi di sini. Kalau kondisi tubuhnya, nggak begitu baik. Aku harus pantau dia terus.

ALIN

Istri sama anaknya sering datang?

HASBI

Mereka kayaknya nggak bisa sering-sering ke sini karena sibuk.

ALIN

Kamu nggak apa-apa kan rawat bapak?

HASBI

(mengangguk)

Meskipun hubungan kita nggak begitu baik, tetep aja aku sedih dengan kondisi beliau. Dan nggak ada yang bisa aku lakukan, aku harus mempersiapkan diri.

ALIN

(mengusap punggung Hasbi)

Kamu pasti bisa lewatin ini, sayang.

HASBI

(menghela napas panjang)

Pemandangan di sini indah banget, ya. Kita sering duduk di sini dan memandang ke arah gunung itu, tapi berapa kali dilihat pun pemandangan di sini tetap menakjubkan.

(jeda)

Dan Arunika Hospice benar-benar tempat yang luar biasa. Kita mengenal orang-orang baik di sini. Di tempat ini juga, aku belajar tentang nilai kehidupan. Di sini bukan hanya ada kesedihan. Di balik itu, aku belajar tentang adanya harapan. Seperti Pak Anggoro yang menjadi penyelamat hospice, Kak Nadia yang kepergiannya telah menyelamatkan banyak orang, termasuk kamu. Dan Emir, cahaya kecil tapi begitu terang, hingga cahayanya menyinari seluruh tempat ini. Orang-orang berhati tulus seperti Om Adyan, Bu Ajeng dan para relawan lain, mereka semua telah membentuk aku yang sekarang. Mereka semua, termasuk kamu, adalah cahaya yang menuntunku menemukan jalan hidup.

ALIN

(mengangguk)

Sekalipun di antara mereka udah nggak di sini, apa yang sudah mereka lakukan betul-betul meninggalkan dampak besar bagi kita yang ditinggalkan. Mereka akan hidup bahagia di surga, kan?

HASBI

Insyaallah.

Alin melingkarkan tangannya ke lengan Hasbi dan menyandarkan kepala di pundak Hasbi.

ALIN

Terima kasih, karena kamu dan Kak Nadia sudah menjadi penyelamat hidupku. Dan terima kasih karena telah memberikanku sebuah keluarga.

 

 

 

-TAMAT-

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar