Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
51. INT/EXT. KANTOR KECAMATAN – TERAS DEPAN – SIANG
Andini datang ke kantor kecamatan untuk mengantarkan makan siang Farhat. Ia berpapasan dengan Bagas.
BAGAS
Siang, Bu. Ibu mau anterin makanan untuk Bapak, ya?
ANDINI
Iya, Bagas.
BAGAS
Tumben anter langsung, biasanya dikirim.
ANDINI
Dikirim? Saya nggak pernah ngirim, kok. Saya biasanya kasih bekal. Cuma karena hari ini saya sekalian keluar, jadi saya anter langsung.
BAGAS
(panik)
Oh ... gi-gitu ya, Bu.
ANDINI
Jadi, selama ini Bapak dapet kiriman makanan tiap hari?
BAGAS
Oh ... i-iya, Bu. Saya kira itu dari Ibu.
ANDINI
Terus, bekal dari saya dikasih ke kamu?
Bagas mengangguk lesu.
ANDINI
(menyerahkan kotak makan)
Kalau gitu, ini buat kamu aja!
BAGAS
Ma-makasih, Bu.
Andini melenggang pergi. Sementara itu, Bagas memukul-mukul mulutnya dengan keras.
CUT TO:
52. EXT. TAMAN BELAKANG HOSPICE – SIANG
Alin sedang duduk di bangku taman sembari menggambar di atas kertas menggunakan pensil. Gambar seorang arunika, yang digambar memakai pakaian yang cantik.
Lalu Hasbi datang dan duduk di samping Alin. Hasbi mengamati Alin menggambar.
HASBI
Wah ... ternyata kamu jago gambar.
ALIN
Jangan ganggu konsentrasi!
HASBI
Bukan mau gangguin, kok. Cuma mau muji, gambar kamu bagus.
Alin tampak sedikit meringis kesakitan, tapi Hasbi tidak menyadari.
ALIN
Biasa aja, kok. Kayanya semua orang juga bisa gambar begini.
HASBI
Itu nyindir terselubung, atau muji diri sendiri terselubung?
ALIN
(menatap lekat wajah Hasbi)
Kerja lagi sana!
HASBI
(merengut)
Nggak boleh ya istirahat bentar?
Alin mengibaskan tangan, mengisyaratkan Hasbi agar segera pergi. Setelah Hasbi pergi, Alin tampak menahan muntah sembari menutup mulutnya.
CUT TO:
53. INT. KAMAR PERAWATAN ANGGORO – SIANG
Hasbi masuk untuk mengantarkan makan siang. Anggoro sedang berbicara di telepon.
ANGGORO
(pada lawan bicara di telepon/nada marah)
Perusahaan itu milik semua pegawai, kamu nggak punya hak untuk membuat keputusan seenaknya dan membuat pegawai jadi pengangguran. Pake otak kamu, bukan nyari cara instan buat dapet duit banyak.
Hasbi mematung di sisi kasur, sembari mendengarkan.
ANGGORO
(berteriak marah)
Nggak bisa. Bapak nggak sudi tanda tangan. Jangan berani-berani kamu datang ke sini! sampe mati pun, Bapak nggak akan tanda tangan.
Anggoro tampak memegangi perut dengan raut kesakitan di wajahnya. Anggoro lalu mengerang kesakitan. Hasbi menghampirinya.
HASBI
(panik)
Bapak ... Bapak sakit?
Hasbi segera meraih telepon dan menghubungi dr.Adyan.
HASBI
Om Adyan, Pak Anggoro kesakitan.
CUT TO:
54. INT/EXT. ARUNIKA HOSPICE – BANGKU TERAS – SIANG
Hasbi dan dr.Adyan duduk di bangku teras.
HASBI
Pak Anggoro gimana keadaannya, Om?
DR.ADYAN
Dia begitu karena stress. Setelah dia tenang, rasa sakitnya hilang. Dia lagi tidur sekarang.
HASBI
Pak Anggoro sakit apa?
DR.ADYAN
Kanker hati stadium akhir. Sama seperti tante kamu.
HASBI
Tadi ... Pak Anggoro marah-marah di telepon. Kayaknya orang itu yang jadi penyebab Pak Anggoro stress.
DR.ADYAN
Itu anak Pak Anggoro.
HASBI
Anaknya? Anak kandung?
DR.ADYAN
(mengangguk)
Pak Anggoro punya tiga putra. Tapi, Pak Anggoro merasa gagal mendidik ketiganya. Anak-anak itu bukannya mengurus ayahnya yang sakit, mereka justru berlomba untuk menguasai perusahaan dan dapat warisan paling besar.
HASBI
Jadi, itu alasan Pak Anggoro marah setiap kali anak-anaknya datang berkunjung.
DR.ADYAN
Iya. Pak Anggoro punya segalanya, tapi justru diabaikan dan kesepian. Itu juga alasan Pak Anggoro tinggal di sini.
HASBI
Om ... apa ibu juga merasa gagal punya anak seperti Hasbi?
DR.ADYAN
Loh, memangnya kamu kenapa? Kamu itu masih dalam masa pencarian jati diri. Kamu bahkan belum menentukan mau jadi apa nanti. Iya, kan?
HASBI
(menghela napas panjang)
Andai aja, bapak seperti Om Adyan.
DR.ADYAN
Memangnya kenapa dengan bapak kamu?
HASBI
Hasbi nggak pernah bisa ngobrol santai kayak gini sama Bapak. Apalagi ngomongin soal rencana masa depan.
DR.ADYAN
Gimana mau ngobrol santai kalau dalam hati, kamu selalu marah sama bapakmu.
HASBI
Hasbi belum bisa maafin Bapak, Om.
DR.ADYAN
Ya, itu dia masalahnya.
CUT TO:
55. INT. RUMAH HASBI – RUANG MAKAN – MALAM
Andini sedang menyiapkan makan malam di meja. Setelah selesai, ia duduk dengan lemas di kursi, sembari melirik jam dinding.
ANDINI
(menghela napas panjang)
Kenapa aku masih siapin makan malem, sih? Jelas-jelas, makan siang pun nggak pernah dimakan.
Andini duduk seperti itu cukup lama, sampai ponselnya berdering. Tampak di layar tertulis nama ‘Pak Camat’.
FARHAT (O.S.)
Assalamualaikum, Bu.
ANDINI
Waalaikumsalam. Bapak, kok, belum pulang?
FARHAT (O.S.)
Maaf, Bu. Bapak nggak pulang hari ini. Vania sakit.
ANDINI
(marah)
Kenapa nggak bilang dari tadi? Ibu udah terlanjur masak makan malem.
FARHAT (O.S.)
Bapak dapet kabarnya mendadak.
ANDINI
Ya, udah. Nggak apa-apa, asal itu bukan cuma alasan.
Andini menutup telepon dengan tergesa, lalu melemparkan ponsel ke atas meja.
CUT TO:
56. INT. ARUNIKA HOSPICE – DEPAN KAMAR ANGGORO – SIANG
Salah satu putra Anggoro (40) tampak sedang marah-marah di depan pintu kamar Anggoro. Dua orang satpam menghadangnya.
PUTRA ANGGORO
Dia bapak saya, masa saya nggak boleh ketemu?
SATPAM 1
Iya tahu, Pak. Tapi Pak Anggoro nggak mau ketemu.
PUTRA ANGGORO
Alah ... alasan. Paling-paling kalian yang sengaja mau jauhin saya dengan bapak saya.
SATPAM 2
Buat apa kami berbuat begitu, Pak?
PUTRA ANGGORO
Karena uang bapak saya mengalir ke sini.
Hasbi dan Alin yang sedang menuju lorong kamar arunika, melihat keributan itu.
HASBI
Ada apa sih ribut-ribut?
ALIN
Itu salah satu anaknya Pak Anggoro.
HASBI
Oh ... jadi dia yang bikin Pak Anggoro stress.
(menghampiri putra Pak Anggoro)
Maaf, Pak. Tolong jangan buat keributan di sini!
PUTRA ANGGORO
Ini lagi. Siapa kamu sok sok ikut campur?
HASBI
Bapak jangan teriak-teriak begitu. Ini bukan hutan dan Bapak bukan Tarzan, kan?
PUTRA ANGGORO
Nih anak ingusan, ngomongnya nggak sopan. Minggir aja, sana!
HASBI
Yang nggak sopan itu Bapak, bukan saya.
PUTRA ANGGORO
Kamu berani sama saya. Kamu nggak tahu saya siapa?
HASBI
Emang penting ya, saya harus tahu Bapak siapa?
Putra Anggoro tampak sangat marah dan hendak menghampiri Hasbi, tapi ditahan oleh kedua satpam. Sementara itu, Alin masih mengamati sambil melangkah mendekati Hasbi.
PUTRA ANGGORO
Kamu ngajak berantem, ya?
HASBI
Oh ... saya nggak nantangin Bapak loh, ya. Nggak sopan soalnya. Kan, Bapak lebih tua. Dan yang lebih tua harusnya lebih dewasa dong, Pak.
PUTRA ANGGORO
Bener-bener nih anak. Keterlaluan!
HASBI
Bapak kan orang terhormat, malu dong kalau ribut di tempat umum. Dan tadi, saya udah rekam Bapak loh di hape saya. Saya bisa sebarin video ini. Nanti nama baik Bapak tercemar.
PUTRA ANGGORO
(salah tingkah)
Ah ... capek ngeladenin anak kecil. Saya orang sibuk, jadi nggak ada waktu buat hal remeh kayak gini.
Putra Anggoro bergegas pergi, sembari merapikan jasnya yang kusut.
ALIN
(mendekati Hasbi)
Kapan kamu ngerekam?
HASBI
(bisik-bisik)
Sstt ... tadi cuma alesan doang. Untung dia nggak minta tunjukin videonya.
ALIN
Bisa aja kamu.
CUT TO:
57. INT. KAMAR ANGGORO – SIANG
Hasbi sedang duduk di samping tempat tidur Anggoro.
ANGGORO
(tertawa lepas)
Kamu genius. Jago nyerang orang dengan kata-kata. Bukan Tarzan di hutan katanya ...
(terbahak-bahak)
Saya jadi membayangkan ekspresi anak itu.
HASBI
Wajahnya merah kayak kepiting rebus, Pak. Kayaknya dia kesel banget.
ANGGORO
Bagus, bagus! Sesekali, memang harus ada orang yang berani menentang dia, selain bapaknya. Supaya dia nggak terlalu arogan.
HASBI
Tapi ... anak Bapak kan masih ada dua lagi.
ANGGORO
Hmm ... (tampak berpikir)
Ah ... saya ngerti. Supaya kamu ada tenaga buat menghadapi mereka, saya traktir kamu makanan. Kamu mau apa, tinggal sebut!
HASBI
(semringah)
Wah ... beneran nih, Pak?
CUT TO: