Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
22. INT/EXT. ARUNIKA HOSPICE – KAMAR RELAWAN – SIANG
Hasbi dan dr.Adyan berada di sebuah kamar dengan 2 kasur tingkat.
DR.ADYAN
Ini kamar untuk relawan yang ingin menginap. Dan, selama di sini, kamu tempati aja kamar ini. Bisa jadi kamu bakal tidur sendiri, atau kamu bakal punya teman sekamar yang berbeda tiap harinya.
Hasbi meletakkan tas yang dibawa. Hasbi dan dr.Adyan, lalu melangkah keluar. Di luar kamar, ada seorang perawat senior bernama Ajeng (48).
DR.ADYAN
Bu Ajeng, kenalkan ini keponakan saya, namanya Hasbi. Dia akan bantu-bantu di sini selama sebulan. Nanti, tolong kenalkan sama Alin, biar dibimbing.
AJENG
Baik, Pak.
(pada Hasbi)
Hasbi ya, Saya Bu Ajeng. Mohon bantuannya, ya!
HASBI
Iya, Bu. Saya akan bantu semampunya.
AJENG
Anak muda jaman sekarang, jiwa sosialnya memang tinggi.
Hasbi tersenyum canggung.
DR.ADYAN
Untuk hari ini, kamu boleh keliling-keliling hospice, supaya kamu lihat dulu keseharian orang-orang di sini. Kamu bisa bantu-bantu mulai besok.
HASBI
Baik, Om.
START OF MONTAGE:
23. Hasbi berjalan di antara kamar-kamar arunika. Ia melihat beberapa arunika yang tampak bahagia ditemani anggota keluarga.
24. Hasbi masuk ke kantin yang luas dengan meja dan bangku-bangku panjang. Tampak beberapa arunika dan relawan yang sedang makan bersama sembari berbincang akrab. Dari ruang makan terlihat dapur yang juga luas dan bersih.
25. Hasbi melangkah keluar dan sampai di taman belakang hospice, yang ditumbuhi bermacam tanaman dan bunga. Tampak beberapa orang sedang bersantai sembari melihat pemandangan gunung di hadapan mereka. Hasbi pun berdiri terpaku, menatap ke arah gunung yang tampak begitu megah dan asri.
END OF MONTAGE.
CUT TO:
26. INT. KAMAR RELAWAN – MALAM
Hasbi sendirian. Ia mencoba untuk tidur, tapi tak kunjung terlelap. Ia terus membolak-balik tubuhnya ke kanan dan ke kiri, sampai tengkurap. Namun berakhir dengan membuka lebar matanya, sambil menatap ranjang tingkat kedua di atasnya. Hasbi mengambil ponsel. Tampak di ponsel, jam menunjukkan pukul 12.35. Hasbi membuka obrolan grup.
Hasbi membaca chat:
NICO: Bi, tadi sore kita ke rumah lu. Kata ibu lu, lu jadi relawan.
ARUL: Sejak kapan Hasbi jadi anak baik? Pake jadi relawan segala. Paling dipaksa ibu lu. (emot tertawa lebar)
NICO: Iya, nih. Lu jadi relawan di mana, sih?
Hasbi membalas chat yang dikirim sejak beberapa jam lalu itu.
HASBI: Di Arunika Hospice. Iya, gue dipaksa. Gue nggak bisa tidur, nih. Ada yang masih bangun nggak? Telepon gue!
Hasbi menunggu, tapi tak kunjung ada balasan dari kedua sahabatnya. Lalu, Hasbi menaruh kembali ponsel di meja dan memejamkan matanya.
FADE TO BLACK:
FADE IN:
27. INT. KAMAR RELAWAN – SIANG
Hasbi mengerjapkan matanya beberapa kali. Alin (18) berdiri di samping tempat tidur Hasbi.
ALIN
Bangun! Bangun!
Tampak pandangan mata dari Hasbi yang menunjukkan gambar buram yang lama-lama semakin jelas. Hasbi melihat Alin berdiri menatapnya dari sisi ranjang.
HASBI
(bicara dengan nada mengingau)
Ada bidadari pagi-pagi buta gini. Gue pasti masih di alam mimpi.
Hasbi memejamkan matanya lagi.
ALIN
(nada ketus)
Hei, kamu udah telat, matahari udah tinggi.
HASBI
(membalikkan badan ke arah tembok, masih dengan nada mengigau)
Gue baru tidur tadi subuh, jadi bangunin lagi nanti siang!
Hasbi akhirnya menyadari kehadiran Alin. Matanya terbelalak, lalu bergegas bangun dan melihat ke arah Alin.
HASBI
Ooo ... kamu ... siapa?
ALIN
Saya yang akan ngawasin pekerjaan kamu.
HASBI
Ohh ... kamu yang namanya Alin, ya. Saya Hasbi (mengulurkan tangan.
ALIN
(mengabaikan Hasbi)
Segera mandi dan temuin saya di tempat cuci!
Alin hendak meninggalkan kamar relawan.
HASBI
Maaf! Boleh nggak saya tidur sejam lagi? Tadi malem, saya nggak bisa tidur jadi agak puyeng.
ALIN
(berbalik menghadap Hasbi lagi)
Kamu di sini buat jadi relawan, kan? Bukan tamu?
Alin bergegas keluar kamar relawan.
HASBI
(menghela napas)
Jadi ... jawabannya enggak.
CUT TO:
28. INT. RUANG CUCI HOSPICE - SIANG
Alin dan Hasbi sedang berada di ruang cuci yang berada di area belakang Arunika Hospice.
ALIN
Sekarang, tugas kamu cuci seprai, selimut, dan semua yang ada di ember itu (menunjuk tumpukan cucian yang cukup tinggi).
HASBI
(terkejut)
Wah ... semuanya? Sendirian? Ini cucian apa gunung? Tinggi bener.
ALIN
(ketus)
Kalau kamu nggak niat bantu, kenapa jadi relawan? Kamu tinggal pulang aja sekarang.
HASBI
(memegangi dada)
Kok nyelekit, ya.
(jeda)
Saya sih maunya pulang, tapi masalahnya .... Ah, udahlah, saya akan kerjakan dengan sepenuh hati.
ALIN
Kalau gitu, nanti kalau udah selesai. Jemur semuanya di belakang.
HASBI
Siap, nyonyah!
Alin meninggalkan Hasbi sendirian. Hasbi menyandarkan tubuh dengan lemas, sembari memandangi tumpukan cucian.
CUT TO:
29. INT. LORONG KAMAR ARUNIKA – SIANG
Alin berpapasan dengan dr.Adyan.
DR.ADYAN
Lin ... kamu sudah ketemu keponakan saya?
ALIN
Sudah, Pak.
DR.ADYAN
Dia itu anak baik, tapi butuh dibimbing saja. Jadi ... saya minta tolong kamu untuk bimbing dia.
ALIN
Pak Adyan yakin, anak itu mau jadi relawan?
DR.ADYAN
Memangnya kenapa?
ALIN
Nggak apa-apa, Pak. Dia cuma keliatan nggak serius.
DR.ADYAN
Oh ... dia belum terbiasa saja dengan kehidupan di sini.
(jeda)
Makasih sebelumnya ya, Lin. Saya yakin, kalian berdua akan saling belajar.
CUT TO:
30. INT. RUANG CUCI HOSPICE – SIANG
Hasbi meremas rambut dengan kedua tangannya.
HASBI
(berteriak)
Kok ... gini, sih.
Tidak lama kemudian, Alin datang dan tampak terkejut, setelah melihat busa detergen dari dua mesin cuci membanjiri lantai.
ALIN
Kamu masukin berapa banyak detergennya?
HASBI
Secukupnya, kok.
(jeda)
Satu sendok detergen untuk tiap potong cucian.
ALIN
(melongo)
Kamu nggak tahu cara cuci baju?
Hasbi menggeleng sembari menundukkan kepala.
ALIN
Terus ... kenapa kamu nggak nanya? Atau ... browsing di internet, gitu?
HASBI
Tadi, kamu keburu pergi. Lagian ... nyuci kan perkara simple, nggak perlu dipelajari.
ALIN
Kalau emang se-simple itu, jadinya nggak akan sekacau ini, dong.
HASBI
Ya ... maaf!
ALIN
Ya udah, biar nanti saya minta tolong yang lain untuk beresin ini. Kamu kerjain yang lain aja.
CUT TO:
31. INT. DAPUR KANTIN HOSPICE – SIANG
Hasbi membawa alat pel dan ember berisi perlengkapan kebersihan. Alin berdiri di sampingnya untuk memberikan arahan.
ALIN
Kamu ngerti kan, semua yang saya ajarin tadi?
HASBI
Iya. Tenang aja, kali ini saya nggak akan mengacau. Mengepel lantai kan lebih simple daripada pakai mesin cuci.
ALIN
(ketus)
Terserah! Pokoknya area kantin sampai ke dapur sana, harus dipel semua, ya.
HASBI
Oke.
Alin meninggalkan area kantin, sementara itu, Hasbi mulai mengepel lantai dari area depan sampai ke area dapur di bagian belakang kantin. Gerakan mengepel Hasbi tampak kaku, dengan sesekali membuat gerakan peregangan.
Saat seluruh lantai selesai dipel. Hasbi tanpa sengaja menendang ember berisi air kotor bekas pel, hingga membanjiri lantai. Bertepatan dengan kejadian itu, Bu Ajeng yang sedang lewat di depan Hasbi, hendak jatuh karena terpeleset. Namun, Hasbi meraih tangan Bu Ajeng dan membuatnya tidak terjatuh.
BU AJENG
(memegangi dadanya)
Aduh ... saya kaget!
(menarik napas dalam-dalam)
Kok airnya bisa menggenang gini, sih?
HASBI
Maaf, Bu Ajeng. Saya nggak sengaja nendang embernya.
BU AJENG
Ya ampun, Hasbi. Makanya lain kali hati-hati!
HASBI
Iya, Bu. Saya belum terbiasa ngerjain pekerjaan rumah tangga.
BU AJENG
Nggak apa-apa, nanti juga terbiasa. Kamu bakal semakin mahir. Jadi, kalau nanti kamu udah berumah tangga, kamu bisa bantuin istri kamu.
HASBI
Saya masih SMA, Bu.
BU AJENG
Ya kan saya bilang nanti. Keterampilan ini pasti berguna kok buat masa depan kamu.
HASBI
Iya, deh. Biar saya jadi suami idaman kan, Bu.
BU AJENG
Nah, iya betul. Tapi sebelum itu, tolong genangan air kotornya dibersihkan dulu, ya!
HASBI
Ah, iya. Siap laksanakan!
CUT TO:
32. EXT. TAMAN BELAKANG HOSPICE – SIANG
Kali ini, Hasbi membawa gunting rumput di tangannya. Alin berdiri di sampingnya.
ALIN
Meskipun hasil ngepel kamu kurang bersih, tapi lumayan untuk pertama kali. Dan yang paling penting, kamu nggak mengacau lagi.
HASBI
(tertawa canggung)
Enggak, dong. Saya anaknya cepet belajar, kok.
ALIN
Sekarang, kamu tahu harus ngapain, kan?
HASBI
Bentar, deh. Ini nggak salah, ya. Lagi panas terik begini, saya disuruh potong rumput.
ALIN
Ini udah sore, jadi bukan panas terik, tapi silau.
HASBI
(mendengus)
Oke, deh. Saya santai aja ya kerjainnya?
ALIN
Terserah! Sampe malem juga nggak masalah, sampe besok pun nggak masalah.
Alin beranjak pergi.
HASBI
(merengut)
Kejam banget. Seengaknya bilang tolong dan makasih, kek.
Hasbi mulai memotong rumput dengan penuh semangat. Namun, tak lama setelah itu, ia mulai meregangkan tubuhnya karena pegal. Ia juga terus-menerus mengibas kaosnya karena gerah. Lalu, Hasbi merasakan tubuhnya basah karena siraman air. Hasbi menoleh ke arah air itu berasal. Pelakunya adalah Emir (6), anak kecil yang mengarahkan selang air pada Hasbi sembari tertawa riang.
EMIR
Kakak kegerahan, ya? Emir siram biar seger.
HASBI
(tertawa)
Iya, gerah banget. Makasih, ya.
(mendekati Emir)
Jadi nama kamu Emir?
EMIR
Iya, Kak. Kalau Kakak siapa?
HASBI
Nama kakak Hasbi. Kamu di sini ngapain?
EMIR
Emir, tinggal di sini, Kak.
HASBI
(sedih)
Oh ... kamu ... sakit apa?
EMIR
Penyakitnya ada di dalam darah Emir, Kak.
HASBI
(terdiam sesaat, lalu mengangguk)
Kamu sama siapa di sini?
EMIR
Sama mama. Dia lagi ke kamar mandi. Kak Hasbi, relawan, ya?
HASBI
Ah, ya ... bisa dibilang gitu, sih. Lebih tepatnya bantu-bantu kerjaan rumah tangga di sini.
Lalu, sebuah suara memanggil. Itu adalah suara Alifah (32), ibu Emir.
ALIFAH
Emir ... ke sini, Nak!
EMIR
(melirik sang ibu, lalu ke Hasbi lagi)
Kak Hasbi, Emir pergi dulu, ya. Lain kali kita main.
HASBI
Oh, iya. Dadah.
Keduanya saling melambaikan tangan.
CUT TO: