Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
ARUNIKA HOSPICE
Suka
Favorit
Bagikan
13. Scene 118 - 134
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

118. INT. KAMAR PERAWATAN EMIR – MALAM

Alifah menangis pilu di dekat jasad Emir. Di ruangan itu ada pula dr.Adyan dan Alin.

Hasbi, Arul, Nico dan Bu Ajeng, masuk ke ruangan dengan tergesa. Bu Ajeng duduk di kursi dan menangis. Arul dan Nico berdiri dekat pintu. Sementara itu, Hasbi dengan perlahan mendekat ke ranjang tempat Emir terbaring. Hasbi seketika menangis saat melihat wajah Emir.

DISSOLVE TO:

119. INT/EXT. AREA ARUNIKA HOSPICE – SIANG

Memperlihatkan suasana hospice secara keseluruhan.

START OF MONTAGE:

120. Area halaman depan hospice tampak lengang dan sepi

121. Anggoro tampak duduk di atas ranjang sambil menatap keluar jendela. Di luar jendela hanya ada pepohonan yang bergoyang terkena angin, tidak tampak seorang pun di sana.

122. Dr.Adyan sedang duduk sendirian di ruangannya.

123. Alin yang berdiam di kamarnya, tampak sedang menggambar Emir di atas kertas dengan menggunakan pensil. Tampak gambar Emir yang sedang tertawa riang di taman bunga yang sangat indah.

124. Alifah sedang membereskan barang-barang milik Emir. Lalu menangis saat melihat foto Emir.

END OF MONTAGE.

CUT TO:

125. EXT. TAMAN BELAKANG HOSPICE – SIANG

Hasbi sedang duduk sendirian di bangku taman. Lalu, Arul dan Nico datang dan duduk di sampingnya.

ARUL

Lu nggak apa-apa, kan?

HASBI

Nggak tahu, Rul. Gue baru kenal Emir tiga minggu lalu, tapi kenapa gue sesedih ini, ya.

NICO

Dia pasti anak yang berkesan buat lu. Sampai lu ngerasa, kalau dia udah kayak keluarga buat lu.

HASBI

Gue kagum sama Emir. Anak sekecil itu bisa sangat tabah menghadapi penyakitnya. Gue bahkan nggak pernah liat dia sedih atau nangis, dia selalu ceria. Gue sering lupa kalau dia itu sakit.

ARUL

Yang tabah ya, Bro. Emir sekarang pasti lebih bahagia karena dia udah nggak sakit lagi.

CUT TO:

126. INT/EXT. SELASAR HOSPICE – SIANG

Hasbi melihat Nassar sedang berbicara dengan seorang pria paruh baya. Hasbi tidak bisa mendengar pembicaraan keduanya karena jarak yang cukup jauh. Nassar berbicara sambil menunjukkan isyarat sedang menjelaskan mengenai Arunika Hospice pada pria itu.

Hasbi berjalan mendekat, pembicaraan mereka kini bisa didengarnya. Nassar tampak berpapasan dengan seorang arunika.

NASSAR

Bu, Ibu harus siap-siap pulang ke rumah, ya!

ARUNIKA

Memangnya kenapa, Pak?

NASSAR

Loh, memangnya Ibu belum tahu kalau hospice mau ditutup.

ARUNIKA

Ditutup? Kenapa?

NASSAR

Wah ... Dokter Adyan belum kasih pengumumannya, toh. Ya sudah, kalau gitu, gimana kalau Ibu saja yang kabarin ke penghuni hospice yang lain. Ibu kasih tahu mereka kalau hospice mau dijual dan ditutup.

HASBI

Jangan, Bu! Jangan dengerin orang ini! Dia cuma asal ngomong. Semua itu belum pasti.

NASSAR

Kamu siapa?

HASBI

Saya relawan di sini.

NASSAR

(tertawa)

Relawan? Relawan doang, kok sombong. Kamu nggak tahu siapa saya?

HASBI

Saya tahu. Bapak yang diwarisi tanah ini sama pemilik hospice, kan.

NASSAR

Kalau kamu tahu, terus kenapa kamu berani-beraninya sama saya.

HASBI

Loh, kenapa saya nggak berani? Kita sama-sama manusia, kok.

NASSAR

Iya, tapi kasta kita beda. Kamu itu nggak punya hak untuk nggak sopan sama saya.

HASBI

Bapak yang nggak sopan. Cara Bapak bicara sama penghuni di sini nggak pantas. Harusnya Bapak bicara baik-baik, jangan kayak keamanan ngusir pedagang kaki lima. Lagipula belum tentu Bapak ini mau beli?

(pada pria yang bersama Nassar)

Iya kan, Pak?

PRIA PARUH BAYA

(bingung)

I-iya.

HASBI

Belum pasti kan, Pak. Jadi, silakan Bapak lihat-lihat hospice, tapi tolong jangan mengusik para penghuni di sini, Pak! Jangan sampai mereka terganggu!

NASSAR

(kesal)

Anak ini bener-bener. Awas aja kamu, ya. Kalau sampai hospice terjual, kamu yang bakal saya tendang duluan.

HASBI

Silakan!

Nassar dan pria paruh baya beranjak pergi.

HASBI

(pada Ibu Arunika)

Bu, jangan bicarakan tentang ini dulu sama yang lain, ya! Kita berdoa saja, semoga hospice nggak ditutup.

IBU ARUNIKA

Iya. Semoga Allah kasih jalannya.

HASBI

Amin.

CUT TO:

127. EXT. TAMAN BELAKANG HOSPICE – SIANG

Hasbi duduk bersebelahan dengan Alifah di bangku taman.

ALIFAH

Hasbi, makasih untuk semua yang kamu lakukan untuk Emir.

(menyerahkan teleskop)

Ini saya kembalikan.

HASBI

(melihat lekat teleskop yang kini ada di tangannya)

Saya akan simpan teleskop ini di hospice ya, Bu. Benda ini akan jadi kenang-kenangan dari Emir untuk semua penghuni hospice.

ALIFAH

Iya. Makasih sekali lagi ya, Hasbi. Makasih sudah jadi sahabat baiknya Emir. Dan kamu jangan terlalu bersedih, ya!

HASBI

Ibu pasti lebih berduka daripada saya.

ALIFAH

Tentu, saya merasa kehilangan. Tapi, kalau memikirkan tentang Emir yang sekarang sudah nggak sakit lagi dan bisa hidup dengan bahagia di sisi Allah di surga, saya bisa ikhlas.

HASBI

Iya, Bu. Insyaallah, Emir lebih bahagia sekarang.

CUT TO:

128. INT. KAMAR RELAWAN – SIANG

Hasbi, Arul dan Nico sedang membereskan barang mereka. Setelah selesai, ketiganya berdiri bersebelahan.

ARUL

Nggak kerasa ya, udah waktunya kita balik ke sekolah.

NICO

Mulai sekarang, kita harus semangat belajar!

HASBI

Seminggu di sini, kalian juga kayaknya udah berubah.

ARUL

Iya, dong. Hari ini kan harus lebih baik dari kemarin.

NICO

Nggak nyangka gue bakal denger kalimat itu dari mulut lu.

HASBI

Ok. Kalau gitu, ayo kita guncang sekolah dengan kemampuan kita yang sesungguhnya!

ARUL DAN NICO

Let’s go!

Ketiganya berjalan keluar kamar.

START OF MONTAGE:

129. Hasbi, Arul dan Nico tampak serius mendengarkan penjelasan gurunya di kelas.

130. Hasbi, Arul dan Nico kerja kelompok di perpustakaan sekolah.

131. Di ruang guru, wali kelas tampak terkejut dengan hasil nilai Hasbi, Arul dan Nico yang meningkat drastis.

END OF MONTAGE.

CUT TO:

132. INT. SMA GANTARI – RUANG KEPALA SEKOLAH – SIANG

Hasbi, Arul, dan Nico menghadap kepala sekolah.

KEPALA SEKOLAH

Selamat datang kembali di SMA Gantari! Gimana kesan-kesan kalian liburan sebulan ini?

ARUL

Makasih, Pak. Berkat hukuman dari Bapak, kami jadi orang yang lebih baik.

KEPALA SEKOLAH

Alhamdulillah. Saya juga dengar dari wali kelas, kalau nilai kalian membaik. Terutama Hasbi, nilai kamu meningkat drastis.

HASBI, ARUL, NICO

Makasih, Pak!

KEPALA SEKOLAH

Saya harap, kalian bisa betul-betul mengambil pelajaran dari kejadian ini. Dan saya yakin, kalian ini anak-anak yang baik. Kalian hanya sedang mencari jati diri. Kalian pasti akan jadi generasi unggulan yang berbudi luhur dan jadi orang-orang hebat di masa depan.

Kepala sekolah menghampiri ketiga muridnya dan menyalaminya satu per satu.

HASBI

(kepada kepala sekolah)

Lain kali, kami nggak akan pakai kekerasan kalau nolongin orang lain, Pak.

KEPALA SEKOLAH

(mengangguk)

Itu lebih baik. Tapi untuk membela diri sebetulnya tidak apa-apa, asalkan nggak terlalu berlebihan.

HASBI

(tersenyum)

Siap, Pak!

CUT TO:

133. INT. RUMAH HASBI – RUANG MAKAN – MALAM

Hasbi dan Andini sedang makan malam.

ANDINI

Jadi ... pilihan ibu ngirim kamu ke hospice tepat, kan?

HASBI

Iya. Makasih banyak, ibuku sayang.

ANDINI

Wali kelas kamu bilang, nilai kamu meningkat. Alhamdulillah ... ibu bangga sama kamu.

HASBI

Selama ini kan, Hasbi bukannya nggak bisa, cuma nggak tertarik belajar aja.

ANDINI

Kalau sekarang kamu tertarik, kan?

HASBI

Iya. Hasbi pengen jadi orang sukses.

ANDINI

Alhamdulillah. Terus, memangnya kamu mau jadi apa?

HASBI

Kalau itu, Hasbi masih pikirin.

ANDINI

Nggak apa-apa. Pelan-pelan aja.

HASBI

Ngomong-ngomong, bapak nggak pulang lagi hari ini?

ANDINI

Iya. Katanya anak kesayangannya sakit.

HASBI

Apa Ibu nggak keberatan? Ibu nggak kesepian?

ANDINI

Kan, ada kamu.

HASBI

Tetep aja, Bu. Ibu kan tetep butuh sosok suami. Ibu itu masih muda, loh.

ANDINI

Maksudnya?

HASBI

Ibu kan cantik. Masih banyak laki-laki yang suka sama Ibu.

ANDINI

Hasbi ... jangan mulai, deh!

HASBI

Hasbi udah beres makan.

Hasbi dengan cepat beranjak dari meja makan.

CUT TO:

134. INT. AULA ARUNIKA HOSPICE – SIANG

Arunika Hospice sedang mengadakan nonton bareng bulu tangkis di aula. Tampak para arunika dan relawan berkumpul di aula. Dengan kursi berjajar rapi dan layar proyektor besar di dinding.

Hasbi yang baru saja datang, berjalan masuk ke aula dan mencari tempat duduk. Hasbi duduk di samping Anggoro.

ANGGORO

Kamu terlambat.

HASBI

Iya, Pak. Tadi kerjain tugas dulu.

ANGGORO

Anak rajin kamu, ya.

HASBI

Harus dong, Pak.

ANGGORO

Saya biasanya nggak suka ikut kumpul-kumpul begini. Tapi karena kamu datang, saya juga datang.

HASBI

Bapak kangen ya sama saya?

ANGGORO

Nggak juga.

HASBI

Saya juga senang tinggal di sini. Di sini suasananya tenteram, damai, dan hangat. Semua arunika di sini juga nggak kesepian karena banyak orang-orang baik di sini. Iya kan, Pak?

ANGGORO

Ya ... daripada rumah saya sendiri, di sini memang jauh lebih baik.

HASBI

Tapi ... apa Bapak sudah tahu, kalau hospice mau ditutup?

ANGGORO

(terkejut)

Ditutup? Kenapa?

HASBI

Anak pemilik hospice mau menjual lahan ini karena butuh dana.

ANGGORO

(kesal)

Kalau gitu, gimana nasib saya dan orang-orang ini?

CUT TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar