Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
33. INT. KAMAR RELAWAN – MALAM
Hasbi memijit-mijit badannya, dan dengan perlahan mendudukkan tubuhnya di kasur.
HASBI
Ah ... badan gue pegel semua.
Tak lama kemudian, dua lelaki yang lebih tua dari Hasbi masuk ke kamar. Dirga (25) dan Bono (24).
BONO
Eh, ada wajah baru.
HASBI
Kakak-kakak ini relawan juga, kan?
DIRGA
Iya, saya Dirga. Saya bantu-bantu masak di sini.
BONO
Chef hotel bintang 5.
HASBI
Waw ...!
BONO
Saya Bono. Kalau saya, bantuin Bu Ajeng.
HASBI
Kakak perawat, ya.
BONO
Iya. Kita jadi relawan beberapa hari aja dalam sebulan.
DIRGA
Kalau kamu?
HASBI
Saya Hasbi, Kak. Tinggal sementara di sini, sambil bantu-bantu kerjaan rumah tangga.
DIRGA
Anak baik. Terus ... kamu nggak sekolah?
HASBI
Oh, kalau itu panjang ceritanya, Kak.
BONO
Udah Dir, kita nggak usah interogasi dia. Waktunya istirahat.
DIRGA
Oke, oke.
Ketiganya berbaring di kasur masing-masing. Namun, saat Dirga dan Bono sudah lelap, Hasbi masih terjaga. Ia terus membolak-balik tubuh sembari memijit-mijit lengannya.
CU: Jam dinding menunjukkan pukul 01.15 malam.
Hasbi akhirnya terlelap.
CU: Jam dinding menunjukkan pukul 04.00 malam.
BONO
(mengguncang pelan tubuh Hasbi)
Bangun, Hasbi! Kita salat subuh!
HASBI
(mengerjap beberapa kali)
Emm ... iya.
Dengan tubuh gontai, Hasbi mengikuti Bono dan Dirga.
CUT TO:
34. INT. MUSALA – MALAM
Hasbi ikut salat berjamaah. Tampak musala hampir terisi penuh.
CUT TO:
35. INT/EXT. SELASAR HOSPICE – SIANG
Hasbi, Bono dan Dirga keluar dari musala, lalu berjalan beriringan.
DIRGA
Nggak tahu kenapa, bagi gue, suasana paling nyaman di tempat ini adalah waktu pagi setelah salat subuh. Rasanya damai aja, gitu.
BONO
Setuju banget.
Mereka lalu berhenti melangkah dan menghadap ke arah matahari terbit.
BONO
Dan di sana, yang selalu menjadi awal hari baru, bikin kita selalu semangat menghadapi hari.
Tampak cahaya matahari mulai mengintip dari balik gunung. Mereka berdiam beberapa saat, sampai dr.Adyan datang dari arah musala dan bergabung.
DR.ADYAN
Indah sekali, ya.
HASBI
Iya, Om.
DIRGA
Om?
DR.ADYAN
Oh ... iya, dia ini keponakan saya.
BONO
Oh ... ponakan Pak Adyan, toh.
DIRGA
Mmm ... jadi, kamu masuk ke sini jalur orang dalam.
HASBI
Bener banget, Kak. Karena kalau bukan karena beliau, saya nggak mungkin ada di sini.
DR.ADYAN
Nggak terpaksa, kan?
HASBI
(ekspresi dipaksakan)
Ah, nggak, nggak.
Semua tertawa.
CUT TO:
36. INT. DAPUR KANTIN HOSPICE – SIANG
Dirga mengajak Hasbi ke untuk membantunya di dapur. Dirga mengenalkan Hasbi pada Pak Bahri, seorang relawan yang menetap di hospice. Tampak Hasbi sesekali memijit lengan dan menguap.
DIRGA
Kenalin, ini Pak Bahri, panutan saya. Beliau yang tiap hari memasak buat semua orang di sini.
HASBI
(mengulurkan tangan pada Pak Bahri)
Saya Hasbi, Pak.
PAK BAHRI
(membalas uluran tangan)
Den Hasbi, mau bantu saya masak?
HASBI
Iya, Pak. Saya diseret Kak Dirga ke sini.
PAK BAHRI
(tertawa)
Ya sudah, karena terlanjur ada di sini, kamu bantu kita saja.
DIRGA
(membawa sekarung kentang)
Bantu kupas ini, ya (pada Hasbi).
Hasbi tercengang.
CUT TO:
37. INT. GAMING CAFE – SIANG
Arul dan Nico sedang main game. Keduanya duduk bersebelahan.
ARUL
Si Hasbi nggak bales chat kita sampe sekarang.
NICO
Iya, dia sibuk banget kayaknya.
ARUL
Gue nggak percaya seorang Hasbi jadi relawan. Ya, lu bayangin aja gitu, dia bisa apa di sana. Kalau elu, gue percaya, karena seenggaknya, lu udah sering bantuin ibu lu masak dan beres-beres. Kalau Hasbi mah nggak bisa ngapa-ngapain.
NICO
Justru, mungkin ibunya Hasbi sengaja ngirim dia ke sana biar belajar.
ARUL
Emm ... bener juga. Coba gue telepon dia, ya.
Arul mengambil ponselnya dan menelepon.
INTERCUT TO:
CU: Tampak ponsel Hasbi yang diletakkan di meja kamar relawan bergetar, dan tertera nama ‘Arul’ di layar.
INTERCUT TO:
ARUL
Nggak diangkat.
NICO
Sesibuk itu, sampe dia lupa sama hp-nya.
CUT TO:
38. INT. DAPUR KANTIN HOSPICE – SIANG
Hasbi tampak sedang memotong kentang, sambil sesekali menguap dan matanya terpejam.
CU: Jam di dinding menunjukkan jarum jam bergerak dipercepat.
Hasbi lalu membantu mengupas bawang. Kini, ia tampak mengedip-ngedipkan mata dan menggosokkan hidung ke lengan bajunya. Lalu, air matanya tampak mengalir.
CU: Jam di dinding kembali menunjukkan waktu telah lewat beberapa jam.
Proses memasak selesai. Pak Bahri menyerahkan nampan berisi makanan pada Hasbi.
PAK BAHRI
Den Hasbi, makasih udah bantu kita di dapur hari ini. Dan terakhir, saya mau minta tolong berikan makanan ini ke Pak Anggoro.
Pak Bahri lalu melihat Alin yang berjalan menuju dapur.
PAK BAHRI
Neng Alin, bisa temani Den Hasbi antarkan makanan ke Pak Anggoro.
CUT TO:
39. INT. LORONG KAMAR ARUNIKA – SIANG
Hasbi dan Alin sedang berjalan menuju kamar Anggoro.
HASBI
Pak Anggoro itu spesial, ya? Kenapa yang anterin makanan harus sampe dua orang segala?
ALIN
Saya kan cuma tunjukkin kamarnya karena kamu belum tahu.
HASBI
Ya, kenapa nggak kamu aja yang anterin makanannya?
ALIN
Karena ke depannya, kamu yang anterin makanannya sendiri.
HASBI
Kenapa saya?
ALIN
Udah, jangan banyak nanya!
CUT TO:
40. INT. KAMAR ANGGORO – SIANG
Hasbi dan Alin memasuki kamar Anggoro. Sementara, Anggoro sedang duduk di atas ranjang sembari memandang keluar jendela, ke arah arunika bernama Rani (65) yang sedang mengobrol akrab dengan suami dan ketiga putra-putrinya di area taman hospice.
ALIN
Pak, kami mengantarkan makan siang untuk Bapak.
Alin memberi isyarat pada Hasbi agar meletakkan makanan di atas meja.
HASBI
Saya Hasbi, Pak. Saya letakkan makanannya di sini, ya. Silakan dimakan.
ANGGORO
(menatap makanan di hadapannya)
Saya bosen makan itu. Saya mau makan steak langganan saya dulu.
HASBI
Makan steak? Memangnya boleh, Pak?
ANGGORO
(menatap Hasbi dengan tajam)
Kenapa nggak boleh? Memangnya saya minta kamu yang bayar? Uang, uang saya. Yang makan juga mulut saya. Jadi terserah saya.
ALIN
Bapak nggak bisa makan itu. Makanan untuk Bapak, sudah disesuaikan.
ANGGORO
Disesuaikan untuk apa? Supaya saya bisa hidup lebih lama beberapa hari?
(menghempaskan makanan ke lantai)
Mulai sekarang, saya yang akan tentukan makanan apa yang mau saya makan.
Hasbi tampak memegangi dadanya karena syok.
CUT TO:
41. INT. LORONG KAMAR ARUNIKA – SIANG
Hasbi membawa kembali makanan yang sudah tercecer di lantai. Hasbi dan Alin berjalan perlahan menyusuri lorong.
HASBI
Jadi ini, alasan Pak Bahri suruh saya anterin makanan ke Pak Anggoro. Pasti karena yang lain nggak ada yang berani, kan?
ALIN
Kamu jangan berburuk sangka. Kamu pikir, Pak Bahri tahu kalau Pak Anggoro bakal marah-marah kayak tadi.
HASBI
Tapi kelihatannya, Pak Anggoro memang pemarah. Iya, kan?
ALIN
Dia nggak selalu kayak gitu, kok. Itu karena suasana hatinya lagi jelek.
HASBI
Ya, terus kenapa? Pasti ada alasannya, kan?
ALIN
Biasanya, Pak Anggoro begitu kalau anak-anaknya datang.
HASBI
Loh, kok, anaknya datang malah mood-nya jelek?
ALIN
Nanti kamu bakal tahu alasannya.
Kemudian, sebuah brankar dorong melintas di depan Hasbi dan Alin. Tampak terbaring seorang ibu dengan tubuh kejang-kejang di atasnya. Dua orang yang mendorong brankar, bergerak dengan cepat menuju ruangan khusus, disusul oleh seorang dokter yang bergerak sigap menghampiri si ibu. Hasbi terbelalak sembari memegangi dada. Tubuhnya bersandar di tembok dengan lemas.
CUT TO: