Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
ARUNIKA HOSPICE
Suka
Favorit
Bagikan
4. Scene 33 - 41
Skrip ini masih diperiksa oleh kurator

33. INT. KAMAR RELAWAN – MALAM

Hasbi memijit-mijit badannya, dan dengan perlahan mendudukkan tubuhnya di kasur.

HASBI

Ah ... badan gue pegel semua.

Tak lama kemudian, dua lelaki yang lebih tua dari Hasbi masuk ke kamar. Dirga (25) dan Bono (24).

BONO

Eh, ada wajah baru.

HASBI

Kakak-kakak ini relawan juga, kan?

DIRGA

Iya, saya Dirga. Saya bantu-bantu masak di sini.

BONO

Chef hotel bintang 5.

HASBI

Waw ...!

BONO

Saya Bono. Kalau saya, bantuin Bu Ajeng.

HASBI

Kakak perawat, ya.

BONO

Iya. Kita jadi relawan beberapa hari aja dalam sebulan.

DIRGA

Kalau kamu?

HASBI

Saya Hasbi, Kak. Tinggal sementara di sini, sambil bantu-bantu kerjaan rumah tangga.

DIRGA

Anak baik. Terus ... kamu nggak sekolah?

HASBI

Oh, kalau itu panjang ceritanya, Kak.

BONO

Udah Dir, kita nggak usah interogasi dia. Waktunya istirahat.

DIRGA

Oke, oke.

Ketiganya berbaring di kasur masing-masing. Namun, saat Dirga dan Bono sudah lelap, Hasbi masih terjaga. Ia terus membolak-balik tubuh sembari memijit-mijit lengannya.

CU: Jam dinding menunjukkan pukul 01.15 malam.

Hasbi akhirnya terlelap.

CU: Jam dinding menunjukkan pukul 04.00 malam.

BONO

(mengguncang pelan tubuh Hasbi)

Bangun, Hasbi! Kita salat subuh!

HASBI

(mengerjap beberapa kali)

Emm ... iya.

Dengan tubuh gontai, Hasbi mengikuti Bono dan Dirga.

CUT TO:

34. INT. MUSALA – MALAM

Hasbi ikut salat berjamaah. Tampak musala hampir terisi penuh.

CUT TO:

35. INT/EXT. SELASAR HOSPICE – SIANG

Hasbi, Bono dan Dirga keluar dari musala, lalu berjalan beriringan.

DIRGA

Nggak tahu kenapa, bagi gue, suasana paling nyaman di tempat ini adalah waktu pagi setelah salat subuh. Rasanya damai aja, gitu.

BONO

Setuju banget.

Mereka lalu berhenti melangkah dan menghadap ke arah matahari terbit.

BONO

Dan di sana, yang selalu menjadi awal hari baru, bikin kita selalu semangat menghadapi hari.

Tampak cahaya matahari mulai mengintip dari balik gunung. Mereka berdiam beberapa saat, sampai dr.Adyan datang dari arah musala dan bergabung.

DR.ADYAN

Indah sekali, ya.

HASBI

Iya, Om.

DIRGA

Om?

DR.ADYAN

Oh ... iya, dia ini keponakan saya.

BONO

Oh ... ponakan Pak Adyan, toh.

DIRGA

Mmm ... jadi, kamu masuk ke sini jalur orang dalam.

HASBI

Bener banget, Kak. Karena kalau bukan karena beliau, saya nggak mungkin ada di sini.

DR.ADYAN

Nggak terpaksa, kan?

HASBI

(ekspresi dipaksakan)

Ah, nggak, nggak.

Semua tertawa.

CUT TO:

36. INT. DAPUR KANTIN HOSPICE – SIANG

Dirga mengajak Hasbi ke untuk membantunya di dapur. Dirga mengenalkan Hasbi pada Pak Bahri, seorang relawan yang menetap di hospice. Tampak Hasbi sesekali memijit lengan dan menguap.

DIRGA

Kenalin, ini Pak Bahri, panutan saya. Beliau yang tiap hari memasak buat semua orang di sini.

HASBI

(mengulurkan tangan pada Pak Bahri)

Saya Hasbi, Pak.

PAK BAHRI

(membalas uluran tangan)

Den Hasbi, mau bantu saya masak?

HASBI

Iya, Pak. Saya diseret Kak Dirga ke sini.

PAK BAHRI

(tertawa)

Ya sudah, karena terlanjur ada di sini, kamu bantu kita saja.

DIRGA

(membawa sekarung kentang)

Bantu kupas ini, ya (pada Hasbi).

Hasbi tercengang.

CUT TO:

37. INT. GAMING CAFE – SIANG

Arul dan Nico sedang main game. Keduanya duduk bersebelahan.

ARUL

Si Hasbi nggak bales chat kita sampe sekarang.

NICO

Iya, dia sibuk banget kayaknya.

ARUL

Gue nggak percaya seorang Hasbi jadi relawan. Ya, lu bayangin aja gitu, dia bisa apa di sana. Kalau elu, gue percaya, karena seenggaknya, lu udah sering bantuin ibu lu masak dan beres-beres. Kalau Hasbi mah nggak bisa ngapa-ngapain.

NICO

Justru, mungkin ibunya Hasbi sengaja ngirim dia ke sana biar belajar.

ARUL

Emm ... bener juga. Coba gue telepon dia, ya.

Arul mengambil ponselnya dan menelepon.

INTERCUT TO:

CU: Tampak ponsel Hasbi yang diletakkan di meja kamar relawan bergetar, dan tertera nama ‘Arul’ di layar.

INTERCUT TO:

ARUL

Nggak diangkat.

NICO

Sesibuk itu, sampe dia lupa sama hp-nya.

CUT TO:

38. INT. DAPUR KANTIN HOSPICE – SIANG

Hasbi tampak sedang memotong kentang, sambil sesekali menguap dan matanya terpejam.

CU: Jam di dinding menunjukkan jarum jam bergerak dipercepat.

Hasbi lalu membantu mengupas bawang. Kini, ia tampak mengedip-ngedipkan mata dan menggosokkan hidung ke lengan bajunya. Lalu, air matanya tampak mengalir.

CU: Jam di dinding kembali menunjukkan waktu telah lewat beberapa jam.

Proses memasak selesai. Pak Bahri menyerahkan nampan berisi makanan pada Hasbi.

PAK BAHRI

Den Hasbi, makasih udah bantu kita di dapur hari ini. Dan terakhir, saya mau minta tolong berikan makanan ini ke Pak Anggoro.

Pak Bahri lalu melihat Alin yang berjalan menuju dapur.

PAK BAHRI

Neng Alin, bisa temani Den Hasbi antarkan makanan ke Pak Anggoro.

CUT TO:

39. INT. LORONG KAMAR ARUNIKA – SIANG

Hasbi dan Alin sedang berjalan menuju kamar Anggoro.

HASBI

Pak Anggoro itu spesial, ya? Kenapa yang anterin makanan harus sampe dua orang segala?

ALIN

Saya kan cuma tunjukkin kamarnya karena kamu belum tahu.

HASBI

Ya, kenapa nggak kamu aja yang anterin makanannya?

ALIN

Karena ke depannya, kamu yang anterin makanannya sendiri.

HASBI

Kenapa saya?

ALIN

Udah, jangan banyak nanya!

CUT TO:

40. INT. KAMAR ANGGORO – SIANG

Hasbi dan Alin memasuki kamar Anggoro. Sementara, Anggoro sedang duduk di atas ranjang sembari memandang keluar jendela, ke arah arunika bernama Rani (65) yang sedang mengobrol akrab dengan suami dan ketiga putra-putrinya di area taman hospice.

ALIN

Pak, kami mengantarkan makan siang untuk Bapak.

Alin memberi isyarat pada Hasbi agar meletakkan makanan di atas meja.

HASBI

Saya Hasbi, Pak. Saya letakkan makanannya di sini, ya. Silakan dimakan.

ANGGORO

(menatap makanan di hadapannya)

Saya bosen makan itu. Saya mau makan steak langganan saya dulu.

HASBI

Makan steak? Memangnya boleh, Pak?

ANGGORO

(menatap Hasbi dengan tajam)

Kenapa nggak boleh? Memangnya saya minta kamu yang bayar? Uang, uang saya. Yang makan juga mulut saya. Jadi terserah saya.

ALIN

Bapak nggak bisa makan itu. Makanan untuk Bapak, sudah disesuaikan.

ANGGORO

Disesuaikan untuk apa? Supaya saya bisa hidup lebih lama beberapa hari?

(menghempaskan makanan ke lantai)

Mulai sekarang, saya yang akan tentukan makanan apa yang mau saya makan.

Hasbi tampak memegangi dadanya karena syok.

CUT TO:

41. INT. LORONG KAMAR ARUNIKA – SIANG

Hasbi membawa kembali makanan yang sudah tercecer di lantai. Hasbi dan Alin berjalan perlahan menyusuri lorong.

HASBI

Jadi ini, alasan Pak Bahri suruh saya anterin makanan ke Pak Anggoro. Pasti karena yang lain nggak ada yang berani, kan?

ALIN

Kamu jangan berburuk sangka. Kamu pikir, Pak Bahri tahu kalau Pak Anggoro bakal marah-marah kayak tadi.

HASBI

Tapi kelihatannya, Pak Anggoro memang pemarah. Iya, kan?

ALIN

Dia nggak selalu kayak gitu, kok. Itu karena suasana hatinya lagi jelek.

HASBI

Ya, terus kenapa? Pasti ada alasannya, kan?

ALIN

Biasanya, Pak Anggoro begitu kalau anak-anaknya datang.

HASBI

Loh, kok, anaknya datang malah mood-nya jelek?

ALIN

Nanti kamu bakal tahu alasannya.

Kemudian, sebuah brankar dorong melintas di depan Hasbi dan Alin. Tampak terbaring seorang ibu dengan tubuh kejang-kejang di atasnya. Dua orang yang mendorong brankar, bergerak dengan cepat menuju ruangan khusus, disusul oleh seorang dokter yang bergerak sigap menghampiri si ibu. Hasbi terbelalak sembari memegangi dada. Tubuhnya bersandar di tembok dengan lemas.

CUT TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar