Halaman Author
Kontrol semua karyamu pada halaman author, kamu bisa memublikasikan karya baru atau mengatur karyamu dengan mudah dalam satu tempat.
ALBIRU (skrip)
Suka
Favorit
Bagikan
10. Scene 50 - 55

FADE IN:

TH.2000

50 EXT. DEPAN SEBUAH RUMAH – SORE

Albiru dan Kakek Ganesh berdiri berdampingan menghadap sebuah rumah sederhana dengan gerbang tertutup bercat hitam.

KAKEK GANESH

Lakukan yang terbaik untuk pasar ini, dan itu sudah cukup untuk membalasnya.

(jeda)

Wah... saya nggak menyangka kalau kamu bisa mengatakan hal bijak seperti itu.

ALBIRU

Kakek ngejek saya?

KAKEK GANESH

Anggap aja itu pujian.

(jeda)

Sepertinya, kamu mulai belajar dari perjalanan ini. Iya, kan?

ALBIRU

Belajar apa sih, Kek? Saya kan cuma melakukan misi. Kan itu tujuan saya ada di sini.

KAKEK GANESH

Iya, terserah kamu saja.

Albiru sibuk mengemut permen loli pemberian Ai.

ALBIRU

Kita ada di tahun berapa, Kek?

KAKEK GANESH

Ini tahun 2000.

ALBIRU

Berarti permen ini dari 6 tahun yang lalu, tapi kok nggak basi?

KAKEK GANESH

Itu karena kamu bawa permen itu melintasi waktu.

ALBIRU

Oh bisa gitu, ya. Tahu gitu, saya bawa emas batangan dari brankas biar bisa saya jual di sini. Jadi kan saya nggak perlu minta uang Kakek.

KAKEK GANESH

Saya juga nggak kepikiran kalau ternyata kamu bakal menguras isi dompet saya. Padahal kan kamu harusnya berjuang sendiri untuk dapet uang.

ALBIRU

Kalau ada cara mudah, kenapa harus susah-susah, Kek. Atau kita kembali aja ke masa depan sebentar?

KAKEK GANESH

Nggak bisa. Kita nggak bisa berpindah waktu seenaknya. Dan kita hanya bisa memulai dari masa terlampau dan bergerak maju. Kita nggak bisa mundur lagi. Itu aturannya.

ALBIRU

Ya sudah kalau gitu, nanti saya ganti aja uang Kakek.

(jeda)

Oh iya, saya baru sadar, Kek. Harusnya saya kan dapat gaji dari perusahaan ayah.

KAKEK GANESH

Hmm... bener juga.

ALBIRU

Kakek sih, tiap selesai misi, kita langsung melintas waktu lagi.

(jeda)

 Lagian Kek, apa orang di depan saya nggak kaget kalau saya tiba-tiba menghilang begitu?

KAKEK GANESH

Mereka nggak akan ingat soal itu. Di ingatan mereka, kamu pergi dengan cara yang normal.

ALBIRU

Ohh... pantesan.

(jeda)

Ya sudah nanti saya tagih gaji saya ke ayah buat ganti uang Kakek.

(jeda)

Tapi... sebenernya saya nggak rugi juga sih, karena toh uang itu punya ayah, yang artinya uang saya juga. Jadi nggak masalah.

KAKEK GANESH

(menghela napas)

Terserah kamu aja. Kamu nggak ganti uang saya pun nggak masalah.

ALBIRU

Serius nih, Kek? Sudah saya duga sejak awal, kalau Kakek memang punya aura dermawan. Hahaha...

(jeda)

Lalu... apa misi selanjutnya, Kek?

Kakek Ganesh menunjuk seorang gadis berseragam SMA berambut pendek (seperti laki-laki), yang diseret seorang pria berusia akhir 40-an bernama Danu, menuju rumah bergerbang hitam.

KAKEK GANESH

Penjarakan orang itu?

ALBIRU

Yang mana?

KAKEK GANESH

Menurut kamu yang mana?

ALBIRU

Nggak mungkin anak perempuan itu, sih. Ok, itu gampang, tinggal lapor polisi aja, kan.

KAKEK GANESH

Memangnya segampang itu. Kalau mau lapor, setidaknya kamu harus punya bukti atau kesaksian dari korbannya.

ALBIRU

Kalau gitu, tinggal ajak aja anak itu untuk bersaksi.

KAKEK GANESH

(senyum mengejek)

Silakan! Kalau begitu, Selamat berjuang!

Kakek Ganesh tiba-tiba menghilang.

CUT TO:

51 INT. RUMAH DANU – GUDANG RONGSOKAN – SORE

Danu menarik kencang lengan Leen, sang anak angkat (15 tahun). Leen yang baru saja pulang sekolah masih menggunakan seragamnya. Danu menyeretnya ke gudang tempat menyimpan rongsokan.

DANU

(menunjuk karung-karung besar berisi berbagai macam botol plastik bekas)

Leen... sekarang giliran lu yang kerja! Gue mau istirahat dulu.

LEEN

Saya mau ganti baju dulu.

DANU

Nggak usah! Buang-buang waktu.

Danu bergegas meninggalkan Leen yang segera membongkar karung berisi botol bekas yang tampak kotor. Lalu ia duduk di atas tumpukan kardus dan mulai membersihkan dan memisahkan plastik berdasarkan jenisnya.

Tak lama kemudian, Albiru masuk lewat pintu gudang yang terbuka.

ALBIRU

Hai! Ada yang bisa saya bantu?

LEEN

(melirik tanpa ekspresi)

Om siapa? Kenapa masuk sembarangan?

ALBIRU

Kebetulan tadi saya lihat kamu diseret masuk ke sini, jadi saya khawatir. Makanya saya ikutin kamu.

LEEN

Dia itu Bapak saya. Apa salahnya, seorang Bapak yang meminta bantuan anaknya?

ALBIRU

Memang nggak ada salahnya minta bantuan. Tapi cara dia meminta itu yang salah. Kasar.

LEEN

Bukan urusan, Om. Mendingan Om pergi aja! saya bisa kena masalah, kalau Bapak saya liat Om di sini.

Sambil melangkahkan kakinya keluar pintu, kekecewaan tampak jelas dari wajah Albiru.

CUT TO:

52 EXT. TROTOAR JALAN RAYA – SIANG

Albiru dan Kakek Ganesh hanya berdiri diam untuk beberapa saat, sambil melihat ke arah jalan raya yang cukup ramai.

Kakek Ganesh mulai memperhatikan ekspresi wajah Albiru.

KAKEK GANESH

Kamu lagi cari ide, kan?

ALBIRU

(menghela napas)

Kayaknya anak itu sama sekali nggak berniat untuk laporin ayahnya.

KAKEK GANESH

Terus, kamu mau pasrah saja? Kan memang tugas kamu bujuk anak itu.

ALBIRU

Tahu, Kek. Saya pasti bisa kok bujuk anak itu. Kalau perlu saya paksa.

Saat sedang berbincang, tiba-tiba Albiru melihat seorang pria yang terjatuh dari motor.

ALBIRU

(panik)

Kek, i-ini tahun 2000 kan? Tanggal berapa sekarang?

KAKEK GANESH

15 Februari.

ALBIRU

Ayah dan ibu kecelakaan di hari ini, Kek. Sekarang jam berapa?

KAKEK GANESH

(melihat jam di salah satu kios pinggir jalan)

Jam 2.

ALBIRU

Kek, satu jam dari sekarang, ayah sama ibu akan meninggal karena kecelakaan mobil. Saya harus mencegahnya, Kek.

KAKEK GANESH

Tapi, bukan untuk itu kamu ada di sini.

ALBIRU

Kek, saya mohon, ijinkan saya untuk menolong mereka. Setelah itu, saya akan melanjutkan misinya.

KAKEK GANESH

Tapi... kita nggak tahu apa yang akan terjadi di masa depan kalau kamu ubah masa lalu. Takdir yang lebih buruk, bisa saja terjadi pada orang yang terlibat.

ALBIRU

Nggak, Kek. Nggak ada yang lebih buruk dari kematian mereka yang tragis di waktu yang bersamaan. Karena kehilangan mereka juga, saya menjadi orang yang berbeda. Terkadang saya nggak tahu lagi apa arti hidup ini untuk saya. Yang saya lakukan setelah mereka pergi, hanyalah menjalankan wasiat ayah untuk menjadi penerus perusahaan. Itu juga yang membuat saya nggak peduli hal lainnya.

(berkaca-kaca)

Saya nggak mau merasakan itu untuk kedua kalinya, Kek. Saya akan sangat menyesal kalau sampai membiarkan tragedi itu terjadi begitu saja, di saat saya bisa mencegahnya.

KAKEK GANESH

Baiklah. Saya akan bantu kamu. Tapi, jangan menyesali apa yang akan terjadi di masa depan.

ALBIRU

Iya, Kek. Ini pilihan saya.

CUT TO:

53 INT/EXT. TERAS RUMAH SANJAYA – SIANG

Albiru dan Kakek Ganesh berada di depan rumah Sanjaya. Dengan panik Albiru memencet bel berkali-kali.

KAKEK GANESH

Kenapa kita datang ke rumahnya, bukan ke lokasi kecelakaan?

ALBIRU

Saya nggak tahu di mana dan jam berapa tepatnya mereka kecelakaan, karena itu saya memilih datang ke sini untuk mencegah mereka pergi dari rumah.

Tak lama kemudian, Albiru yang berusia 15 tahun membuka pintu.

ALBIRU MUDA

(bingung)

Om siapa, ya? Kayak kenal, tapi siapa?

ALBIRU

Oh, kita pernah ketemu waktu kamu umur 8 tahun. Saya yang punya nama sama dengan kamu.

ALBIRU MUDA

Ah... Om Albiru. Iya aku inget Om. Ada apa ya, Om?

ALBIRU

Ayah sama ibu mana?

ALBIRU MUDA

Barusan pergi.

ALBIRU

(panik)

Barusan? Ke mana? Berapa lama?

ALBIRU MUDA

Kayaknya mereka masih di jalan kompleks, karena baru berangkat beberapa menit lalu.

Dengan tergesa, Albiru pergi ke samping rumah untuk mengambil sepeda.

ALBIRU

(berteriak, sambil melaju)

Om pinjem dulu sepedanya, ya!

ALBIRU MUDA

(bingung)

Kok Om itu tahu sih, aku simpen sepeda di situ.

CUT TO:

54 EXT. JALAN KOMPLEKS – DEKAT GERBANG KELUAR – SORE

Albiru mengayuh sepedanya dengan kencang, sekuat tenaga, sembari terengah-engah. Ia mengambil jalan pintas yang hanya bisa dilewati sepeda atau motor. Setelah melewati tikungan, ia bisa melihat mobil milik Sanjaya dan mempercepat laju sepedanya.

Ia melambai-lambaikan tangan sebagai isyarat, namun Sanjaya maupun Fathia tidak melihatnya. Akhirnya, Albiru menyalip mobil dan membuatnya terjatuh dari sepeda dengan cukup keras. Sanjaya terkejut dan seketika menghentikan laju mobilnya. Dengan panik, Sanjaya dan Fathia keluar dari mobilnya dan menghampiri Albiru.

SANJAYA

Ya ampun... anda nggak apa-apa?

FATHIA

Kenapa anda menyalip mobil kami?

Setelah melihat wajah orang yang terjatuh itu, Sanjaya dan Fathia semakin terkejut.

FATHIA

Loh, Pak Al.

SANJAYA

Pak Al.

Tampak darah yang mengucur di siku dan juga lutut Albiru

FATHIA

Ya ampun, ini lukanya, darahnya banyak.

ALBIRU

Ah, nggak apa-apa kok, Bu. Nggak gitu sakit.

SANJAYA

Nggak mungkin nggak sakit lah, ini darahnya lumayan banyak, Pak Al.

(jeda)

Lagian kenapa Pak Al tiba-tiba menyalip mobil kami?

ALBIRU

Saya khawatir tertinggal, jadi saya sengaja menyalip.

FATHIA

Memangnya ada hal mendesak apa?

ALBIRU

Itu... ada kecelakaan di jalan yang Bapak akan lewati, jadi saya memberi tahu supaya Bapak nggak ke sana.

SANJAYA

Loh, tahu dari mana saya mau lewat situ?

ALBIRU

Oh, itu... Albiru yang kasih tahu saya.

FATHIA

Ya sudah sekarang masuk ke mobil saja. Kita obati di rumah dulu, biar dekat.

CUT TO:

55 INT. RUMAH SANJAYA – RUANG TENGAH – SIANG

Fathia membawa kotak P3K dan menghampiri Albiru yang sedang duduk di sofa ditemani Sanjaya dan Albiru muda.

FATHIA

Saya selalu sedia obat-obatan di rumah, termasuk untuk luka.

ALBIRU

Makasih, Bu.

FATHIA

Kita loh yang makasih. Kalau Pak Al nggak datang, mungkin aja kami kena masalah di jalan.

SANJAYA

Iya, Pak Al. Terima kasih banyak. Tapi dari mana Pak Al tahu soal kecelakaan itu?

ALBIRU

Oh... itu, saya tadi habis dari sana.

Sambil berbincang, Fathia membersihkan dan mengoleskan salep di luka Albiru.

SANJAYA

Sudah lama kita nggak jumpa ya Pak Al. Anda menghilang lagi, lalu muncul lagi seperti sebelumnya.

ALBIRU

(tertawa)

Maaf, Pak Sanjaya. Saya memang begitu orangnya, misterius dan nggak bisa terikat.

SANJAYA

Nggak masalah soal itu, hanya saja Pak Al belum menerima gaji hasil kerja Pak Al selama ini. Saya kan nggak tahu harus kirim ke mana.

ALBIRU

Ah iya, Pak. Nggak apa-apa, nanti juga saya pasti tagih ke Bapak. Hahaha...

SANJAYA

Saya simpan gaji Pak Al dengan aman, kok. Jadi kalau butuh, Pak Al tinggal bilang saja.

ALBIRU

Iya, makasih Pak.

ALBIRU MUDA

Gimana kalau gaji Om, dipakai ganti sepedaku? Sepedaku rusak karena jatuh tadi.

SANJAYA

Kalau itu, biar ayah aja yang ganti.

ALBIRU

Jangan, Pak. Kan saya yang rusakin, jadi biar saya yang ganti.

ALBIRU MUDA

Ganti model terbaru ya, Om.

FATHIA

Al...

ALBIRU

Ok. Pilih aja yang kamu mau!

ALBIRU MUDA

Asiikk..!!

Dengan riang gembira, Albiru muda berjalan menuju kamarnya.

FATHIA

Padahal nggak perlu ganti segala. Anak itu malah jadi seenaknya.

ALBIRU

Nggak apa-apa kok, Bu. Anggap aja hadiah dari saya buat Albiru.

SANJAYA

Makasih Pak Al. Saya sudah siapkan uangnya untuk Pak Al.

(jeda)

Oh ya, ngomong-ngomong kok Pak Al nggak nambah tua, ya. Wajah Pak Al sama dengan waktu pertama kali kita ketemu.

ALBIRU

(terbahak)

Mungkin itu salah satu kelebihan saya. Anugerah Sang Pencipta buat saya.

FATHIA

Bisa aja nih, Pak Al.

ALBIRU

(serius)

Oh ya... Bapak Sanjaya dan Ibu Fathia, kalau boleh saya mau titip pesan.

SANJAYA

Pesan? Pesan apa?

ALBIRU

Mungkin kata-kata ini terkesan aneh kalau saya yang ucapkan. Tapi, saya sudah menganggap kalian seperti keluarga saya sendiri. Saya ingin berpesan, supaya anda berdua menjaga diri dan hidup sehat agar bisa mendampingi Albiru dalam waktu yang lama, sampai dia siap untuk menjalani hidupnya sendiri.

FATHIA

(tersenyum)

Iya, Pak Al. Kami juga ingin seperti itu. Kami akan lakukan apa pun untuk Albiru.

SANJAYA

Benar. Albiru adalah segalanya untuk kami, tentu kami ingin mendampinginya untuk waktu yang lama.

ALBIRU

(berkaca-kaca)

Terima kasih, karena kalian sudah menjadi orang tua yang baik.

Fathia dan Sanjaya berpandangan heran. Namun akhirnya keduanya tersenyum karena kata-kata yang diucapkan Albiru.

DISSOLVE TO:

Bagikan
Anda harus login atau daftar untuk mengirimkan komentar
Tidak ada komentar