Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
CUT TO:
7 INT. RUANG KANTOR ALBIRU – SIANG
Albiru dan Jaka sedang menonton siaran langsung berita di televisi. Menayangkan demo para pedagang Pasar Jaya di depan kantor PT Sanjaya Utama.
Di layar televisi tampak seorang pendemo yang sedang diwawancara di antara suara riuh para pendemo yang lain.
PENDEMO
Mentang-mentang kami rakyat jelata, mereka bisa mengusir kami seenaknya. Padahal gini-gini, kami juga menyumbang penghasilan buat perusahaan. Kalau memang kami harus pindah, tolonglah kasih solusi terbaik buat kami. Kalau tidak, kami bisa bangkrut. Gimana nasib keluarga kami?
REPORTER
Lalu, apa tuntutan para pedagang pada perusahaan?
PENDEMO
Kami ingin dapat tempat untuk bisa terus berdagang atau setidaknya mendapatkan kompensasi yang sepadan.
Albiru mematikan televisi.
JAKA
Karena tawaran kompensasi ditolak para pedagang, mereka masih melanjutkan demo.
ALBIRU
Apa menurutmu, kompensasi yang kita tawarkan memang nggak cukup?
JAKA
Emm... saya rasa memang terlalu rendah, Pak.
ALBIRU
Jaka, kamu ada di pihak mereka lagi?
JAKA
Eengg... i-itu cu-ma pendapat saja, Pak.
ALBIRU
Kalau mereka terus berdemo, nama baik perusahaan bakal tercemar. Kalau sampai perusahaan kena cekal, bisa-bisa kita gagal ikut proyek rusun dari kementerian.
(jeda)
Apa kita tuntut saja mereka sebagai pengganggu ketenangan hidup saya? Gimana menurut kamu, Jack?
JAKA
Emm... saya nggak yakin, Pak.
(bergumam)
Emangnya bisa?
Albiru menghela napas panjang seraya menyandarkan tubuhnya di kursi.
CUT TO:
8 EXT. DEPAN KANTOR PT SANJAYA – SIANG
Albiru berdiri di hadapan para pendemo.
ALBIRU
Kalian sadar, kalian sudah mengganggu ketertiban umum? Bukan kalian saja yang punya urusan, tapi kami juga. Urusan kami terganggu gara-gara kalian.
PENDEMO 1 (PRIA)
Kalau kalian nggak mau diganggu, penuhi tuntutan kami!
ALBIRU
Tapi tuntutan kalian nggak masuk akal. Hidup kalian itu bukan tanggung jawab perusahaan.
PENDEMO 2 (WANITA)
Tapi kalian ini manusia. Kalau kalian masih punya hati nurani, harusnya kalian punya tanggung jawab sosial! Ini menyangkut hidup banyak orang.
PENDEMO 3 (WANITA)
Iya. Setidaknya kalian beri kompensasi yang manusiawi, dong! Kalian bunuh kami pelan-pelan kalau begini caranya.
ALBIRU
Wah... kalian keterlaluan! Memangnya kami ini diktator?
PARA PENDEMO
(berteriak bersahutan)
Iya, kalian memang diktator!
ALBIRU
(Albiru ikut berteriak)
Kalian akan saya laporkan sebagai pengganggu ketertiban umum.
Tiba-tiba seorang wanita paruh baya merangsek ke barisan paling depan. Ia menggenggam sebutir telur, lalu melemparkannya ke arah Albiru. Telur itu mengenai pundak Albiru dan cipratannya mengenai wajah. Albiru terbelalak. Wajahnya tampak marah.
Jaka yang sedari tadi berdiri di belakang Albiru, melangkah ke depan dan berusaha menghalau, namun Albiru menarik tangannya kembali ke belakang.
IBU PENYERANG
Bapak Albiru Wibisana yang terhormat, anda memang diktator kejam yang hanya peduli pada uang dan diri anda sendiri. Anda tidak pantas jadi seorang pemimpin.
ALBIRU
(Albiru mendengus kesal, bicara agak terbata-bata)
Hah... siapa anda mengkritik saya? Anda sendiri bagaimana? Anda sudah memberi contoh buruk. Anda melempari saya telur, di saat harga telur sedang mahal.
Jaka menepuk jidat setelah mendengar bosnya melantur.
IBU PENYERANG
Kamu jangan khawatir! Kamu bahkan nggak berhak dapat telur segar. Jadi, saya melempari kamu dengan telur busuk. Itu cuma sampah, sama seperti kamu.
Albiru hendak menghampiri si penyerang, namun dengan sigap Jaka menghentikannya. Para petugas keamanan pun segera menghalau para pendemo yang mulai rusuh.
CUT TO:
9 INT. RUMAH ALBIRU – MEJA MAKAN – MALAM
Rania dan Albiru sedang makan malam.
RANIA
Kamu sampai dilempari telur begitu. Memangnya separah apa situasinya?
ALBIRU
Pokoknya kacau! Tadinya ibu itu mau langsung kupanggil ke kantor, tapi situasinya nggak memungkinkan. Jadi besok, ibu itu akan aku minta buat tanggung jawab.
Albiru mencium sisi pundaknya.
RANIA
Masih bau, ya?
ALBIRU
Iya. Baunya susah hilang, karena telurnya udah busuk. Ibu itu keterlaluan banget, kan.
(jeda)
Oh ya Ran, bulan ini pengeluaran kamu sampai seratus juta. Buat apa?
RANIA
(panik, meremas tangannya)
Eengg... i-itu bu-at beli tas keluaran baru.
ALBIRU
Mana tasnya?
RANIA
Emm... belum datang. Katanya memang harus nunggu, karena edisi terbatas.
ALBIRU
Emang biasanya begitu? Kalau edisi terbatas, barangnya belum siap? Kamu yakin nggak kena tipu?
RANIA
Eng-enggak, kok. Dia orang yang terpercaya.
ALBIRU
(mengangguk)
Ya udah, yang penting jangan sampai kena masalah! Kalau sampai kamu jadi korban penipuan bakal repot.
Rania mengangguk, seraya memaksakan senyuman di bibirnya.
CUT TO:
10 INT. RUANG KANTOR ALBIRU – SIANG
Albiru duduk berhadapan dengan wanita paruh baya yang merupakan pelaku pelemparan telur sehari sebelumnya.
Wanita itu menatap tajam wajah Albiru.
ALBIRU
Jadi, anda adalah istri Pak Andi, direktur pelaksana sebelumnya?
BU ANDI
Iya. Apa sekarang anda sudah ingat perbuatan anda pada suami saya?
ALBIRU
(tersenyum)
Perbuatan yang bagaimana maksud anda? Toh kebenarannya memang begitu.
BU ANDI
Kebenaran? Cih..!! anda menuduh suami saya menggelapkan dana perusahaan hanya untuk mengusirnya, karena tidak pernah sepaham dengan anda. Anda menganggapnya sebagai musuh karena selalu menentang cara anda menjalankan perusahaan. Keluarga kami jadi kacau gara-gara fitnah anda.
ALBIRU
(geleng-geleng)
Harusnya anda berterima kasih, karena saya tidak memenjarakan Pak Andi. Lagipula, apa anda punya bukti kalau Pak Andi tidak bersalah?
BU ANDI
Kalau saya punya bukti, saya akan langsung menuntut anda. Sayangnya saya memang tidak punya. Tapi saya tahu bagaimana perlakuan anda pada orang-orang yang menentang anda, seperti suami saya.
ALBIRU
(menghela napas panjang)
Anda itu cuma bicara omong kosong. Kalau tidak ada bukti, berarti anda sudah memfitnah saya. Itu artinya, saya lah yang bisa menuntut anda, bukan sebaliknya.
BU ANDI
(geleng-geleng kepala)
Anda benar-benar orang yang arogan. Anda nggak takut kalau suatu hari anda dapat karmanya?
ALBIRU
(senyum mengejek)
Kenapa jadi mengancam saya? Sebenernya anda ini maunya apa, sih?
BU ANDI
Saya ingin anda mengakui kesalahan anda dan dengan tulus meminta maaf pada suami saya dan keluarga kami, juga pada orang-orang yang anda perlakukan tidak adil.
ALBIRU
(terbahak)
Kenapa saya harus melakukan itu? Saya nggak pernah berbuat kesalahan. Semua yang saya lakukan adalah demi kebaikan perusahaan.
BU ANDI
(mendengus kesal dan geleng-geleng kepala)
Percuma saya datang ke sini. Lemparan telur busuk juga nggak ada gunanya buat orang seperti anda. Saya harap, tidak ada lagi yang diperlakukan tidak adil seperti suami saya. Dan anda segera bertobat!
Bu Andi bergegas meninggalkan ruangan, seraya membanting pintu dengan keras. Albiru hanya tersenyum dan geleng-geleng kepala.
CUT TO:
11 INT. RUMAH ALBIRU – SIANG
Dengan tangan gemetar, Rania meletakkan ponsel di telinganya.
RANIA
Ha-halo! Al, ma-af ya! Hari ini aku nggak bisa ke kantor. Hmm... ada pertemuan dengan ibu-ibu kompleks. Ka-kamu makan siang sendiri, ya!
ALBIRU (O.S.)
Oh... ya udah nggak apa-apa. Aku makan di luar aja sama si Jack.
RANIA
Ok. Makan malamnya, aku buatin makanan kesukaan kamu, ya.
ALBIRU (O.S.)
Iya. Makasih, sayang. Dah!
Rania meletakkan ponselnya, lalu berjalan ke arah jendela. Ia menutup rapat gorden lalu mengintip keluar. Pandangannya melihat ke sekeliling halaman rumahnya.
SFX: Suara bel pintu.
Rania gemetar. Dengan langkah pelan ia menuju ke arah pintu. Ia berhenti setiap beberapa langkah, sambil memegangi dadanya dengan tangan yang masih gemetar. Wajahnya tampak pucat.
Rania hendak menjauh dari pintu dan memilih bersembunyi. Namun urung karena orang yang memencet bel memanggil namanya.
BU RT (O.S.)
Ran! Ran! Kamu ada di rumah?
Rania bergegas membuka pintu. Ibu RT berdiri di balik pintu sambil membawa bungkusan di tangannya.
BU RT
Ini ada oleh-oleh dari Pak RT.
RANIA
Oh iya Bu, makasih! Pak RT kapan pulang?
BU RT
Tadi malem. Ngomong-ngomong, kok kamu kelihatan pucet. Kamu sakit?
RANIA
Ah... enggak kok, Bu.
BU RT
Ya sudah kalau nggak apa-apa. Saya mau bagiin dulu oleh-olehnya sama tetangga yang lain.
RANIA
Iya, Bu. Makasih oleh-olehnya.
BU RT
Iya. Jangan lupa Albiru-nya dibagi! Jangan diabisin sendiri!
RANIA
(tersenyum)
Iya, Bu.
Rania bergegas mengunci pintu. Lalu menyandarkan tubuhnya dengan lemas di tembok sambil memegangi dadanya. Memejamkan mata seraya mengatur napasnya yang tersengal-sengal.
FADE OUT.
12 INT. KAMAR ALBIRU – MALAM
Albiru bersandar di atas tempat tidur, sambil fokus membaca dokumen di tangannya. Rania menyusul naik ke tempat tidur dan menyelimuti setengah tubuhnya.
RANIA
Al, kamu ngerasa nggak sih kalau rumah kita ini terlalu besar untuk kita berdua?
ALBIRU
Kenapa tiba-tiba bahas itu?
Albiru menjawab tanpa mengalihkan pandangan.
RANIA
Iya, tiba-tiba aja kepikiran. Apa kita pindah aja ke rumah yang lebih kecil?
ALBIRU
Repot kalau harus pindah.
RANIA
Tapi kan lebih enak kalau kita pindah dekat kantor.
Albiru menurunkan dokumen lalu melihat ke arah sang istri.
ALBIRU
Kalau rumah ini terlalu besar buat kita berdua, gimana kalau kita tambah satu orang lagi.
RANIA
(mendengus)
Al... ini bukan waktunya untuk ngomongin itu. Kita kan udah sepakat, dan nggak akan bahas soal ini lagi sampai aku siap.
ALBIRU
Ok sayang, maaf!
(jeda)
Sekarang ini aku lagi sibuk banget di kantor, karena bakal ada proyek-proyek besar. Jadi, lain kali aja kita pikirin buat pindah, ok! Mendingan sekarang kamu tidur aja, ya!
Albiru menyelimuti sambil mencium kening Rania.
Rania membaringkan tubuhnya ke samping, tampak ekspresi kecewa dan cemas dari wajahnya.