Username/Email
Kata Sandi
Alamat Email
Kata Sandi
Jenis Kelamin
Langit jingga lembut. Burung-burung hutan kembali berkicau, suara alam yang sempat hilang.
Kabut tipis menari di antara pepohonan, bukan lagi merah, melainkan putih keperakan.
Raka berdiri di beranda Tongkonan Terakhir, memandang hamparan sawah yang masih basah embun.
Yohana menyusul, membawa dua cangkir kopi Toraja.
YOHANA
(pelan)
Desa ini… terasa hidup lagi.
RAKA
Ya.
Seperti terbangun dari mimpi panjang.
Mereka minum dalam diam, menikmati udara baru yang sejuk.
INT. BALAI DESA – PAGIDi balai desa, warga berkumpul.
Bendera adat dipasang kembali, anyaman bambu yang sempat rusak diganti.
Tawa anak-anak terdengar—suara yang lama tak muncul.
Lantang berdiri di depan warga.
LANTANG
Hari ini kita bersyukur.
Gerbang telah tertutup, roh leluhur tenang.
Tapi ingat, adat bukan sekadar ritual.
Ia adalah janji untuk menjaga keseimbangan.
Warga mengangguk penuh hormat.
EXT. MAKAM LELUHUR – SIANGRaka berjalan bersama Pastor Samuel ke kompleks makam di lereng bukit.
Patung-patung Tau-Tau yang sempat hidup kini kembali diam, tatapannya teduh.
Pastor Samuel menatap Raka.
PASTOR SAMUEL
Kau bukan hanya menyelamatkan desa.
Kau mengingatkan kami, iman dan adat bisa berjalan bersama.
Raka menunduk.
RAKA
Saya hanya melakukan yang seharusnya.
Ayah saya… akan bangga.
Pastor menepuk bahunya, lalu pergi meninggalkan Raka sendiri di hadapan makam.
Raka meletakkan setangkai bunga kopi di batu nisan tanpa nama.
INT. RUMAH LARAS – SOREYohana membantu Laras menyiapkan jamuan syukur.
Tawa kecil pecah ketika Laras menceritakan kisah-kisah lama.
LARAS
Aku pikir kita semua akan mati kemarin.
Tapi kalian… kalian membuatku percaya pada keajaiban.
YOHANA
Kadang… keajaiban itu kita sendiri.
Laras tersenyum, air mata bahagia mengalir.
EXT. TEPI HUTAN – SENJARaka berdiri sendirian di tepi hutan, memandang ke arah gunung.
Angin membawa aroma tanah basah.
Sekilas, ia mendengar suara ayahnya:
“Jaga warisan ini, Nak…”
Raka menutup mata, membiarkan suara itu berlalu seperti hembusan angin.
INT. TONGKONAN TERAKHIR – MALAMMalam terakhir sebelum Raka dan Yohana kembali ke kota.
Lampu minyak menyala temaram.
Raka menyalakan kamera vlognya untuk terakhir kali.
RAKA
(ke kamera)
Perjalanan ini mengubah banyak hal.
Tentang keluarga, tentang ketakutan, tentang kepercayaan.
Bukan cuma cerita horor.
Ini… warisan.
Ia menutup kamera, menyimpannya di tas.
Yohana masuk membawa selendang.
YOHANA
Besok kita turun ke Makale.
Siap?
Raka mengangguk, menatap ukiran dinding yang kini tampak damai.
EXT. DESA TOROLOKO – PAGI PERPISAHANWarga berkumpul mengantar Raka dan Yohana.
Lantang memberi mereka kain adat sebagai kenang-kenangan.
LANTANG
Kalian bagian dari desa ini sekarang.
Jangan lupakan.
RAKA
Kami tidak akan lupa.
Pelukan, salam, senyum penuh haru.
PERJALANAN TURUN GUNUNG – SIANGRaka dan Yohana menuruni jalur hutan.
Cahaya matahari menembus dedaunan, bayangan pepohonan bergoyang lembut.
Yohana menoleh ke belakang.
YOHANA
Seperti tak pernah ada apa-apa di sana.
RAKA
Kadang… yang paling nyata justru tak terlihat.
Mereka tertawa kecil, lalu melanjutkan perjalanan.
INT. KAMAR APARTEMEN RAKA – MALAM (KOTA)Beberapa minggu kemudian.
Raka duduk di depan komputer, menonton rekaman vlog.
Semua video—ritual, kabut, patung bergerak—terekam jelas.
Ia berhenti di satu frame:
bayangan samar seorang perempuan tua berdiri di belakangnya saat ia menusuk belati ke dadanya—Poya, menatap kamera dengan senyum tenang.
Raka memajukan video. Bayangan itu menghilang seketika.
Ia menyandarkan punggung, terdiam lama.
EXT. KOTA – HUJAN MALAMRaka keluar ke balkon.
Hujan rintik-rintik.
Lampu kota berkilauan.
Di kejauhan, di antara gemerlap lampu, sepotong kabut putih melayang pelan, membentuk siluet Tongkonan sebelum larut dalam angin.
Raka menatap, senyum tipis terukir.
RAKA
(fisipan)
Istirahatlah… Poya.
FADE OUT.TEKS LAYAR:
Tongkonan Terakhir – Tamat